Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Apa Untungnya Jika Timnas Indonesia Bergabung dengan EAFF?

21 Juli 2022   10:59 Diperbarui: 22 Juli 2022   15:15 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemain Timnas Indonesia saat berlaga di Piala AFF 2020 di National Stadium, Singapura. | Sumber: kompas.com

Buntut Piala AFF U-19 yang digelar pada awal Juli 2022 lalu masih terasa. Pasalnya Indonesia dianggap dirugikan dengan aturan head to head yang dipakai AFF. Lucunya aturan itu justru dipakai di BRI Liga 1.

Aturan head to head dinilai bisa membuat tim kalah sebelum bertanding. Pasalnya Indonesia harus menggantungkan nasib pada laga antara Thailand melawan Vietnam.

Meski Indonesia menang dengan skor berapa pun dari Myanmar, hal itu akan percuma jika pada laga lain yakni Vietnam dan Thailand berakhir imbang 1-1 dan seterusnya.

Hal yang tidak diinginkan akhirnya terjadi. Meski Indonesia melumat Myanmar dengan skor 5-1, Indonesia harus menerima kenyataan tersingkir dari Piala AFF U-19 lantaran Thailand dan Vietnam bermain imbang 1-1.

Itulah sisi lemah dari sistem head to head, nasib suatu tim justru bergantung pada laga lain. Hal ini bisa memunculkan dugaan bahwa pada laga lain tim bermain tidak sportif.

Tuduhan itu kemudian muncul setelah Thailand dan Vietnam bermain imbang. Dua negara tersebut dinilai main sabun, banyak yang berpendapat keduanya bermain tidak sportif.

Apalagi pada menit ke-75, kedua tim hanya memainkan bola di area pertahanan mereka sendiri. Hal inilah yang dinilai jika Vietnam dan Thailand bermain sabun.

PSSI akhirnya mengajukan protes ke AFF terkait laga tersebut. Di sisi lain, Shin Tae-yong, menyebut aturan head to head sudah jadul. Shin Tae-yong juga menyoroti laga antara Vietnam melawan Thailand yang dinilai tidak sportif.

Di luar itu, dengan hasil itu banyak netizen yang menilai jika Indonesia dirugikan. Tidak sedikit netizen meminta agar PSSI keluar dari AFF karena kejadian itu.

Salah satu federasi yang dikaitkan adalah Federasi Sepak Bola Asia Timur (EAFF). PSSI bahkan menyebut jika pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan EAFF.

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan atau yang akrab dipanggail Iwan Bule. 

"Iya, mereka (EAFF) sudah menyampaikan sesuatu lewat Sekjen (PSSI Yunus Nusi)," kata Iriawan, dikutip dari Antara News, Selasa (19/7/2022)

Tentunya PSSI harus menimbang dengan matang jika ingin keluar dari AFF. Di luar itu, jika Indonesia benar-benar bergabung dengan EAFF, apa keuntungan yang didapat?

Pertimbangan matang

Federasi Asia Sepak Bola Timur atau East Asian Federation Football (EAFF) didirikan pada 28 Mei tahun 2022 jauh lebih muda dari AFF yang didirikan pada tahun 1984. 

EAFF saat ini beranggotakan 10 negara yakni, Jepang, Korea Selatan, China, Taiwan, Guam, Hong Kong, Korea Utara, Macau, Mongolia dan Kepulauan Mariana Utara.

Dari 10 negara itu, Jepang menjadi negara dengan peringkat tertinggi FIFA yakni ke-24, disusul Korea Selatan ke-28, China ke-78, Korea Utara ke-112, dan Hong Kong ke- 145.

Sementara lima negara lain peringkatnya berada di bawah Indonesia, Taiwan berada di posisi ke-157, Makau ke-182, Mongolia ke-184, Guam ke-205, dan Kepulauan Mariana (tidak memiliki peringkat).

Sama seperti AFF, EAFF juga memiliki turnamen regional dengan tajuk  EAFF-1 Football Championship. Sejauh ini Korea Selatan menjadi tim tersukses dengan lima trofi, China dua trofi, dan Jepang satu trofi.

Jika mengacu hal di atas, tentu persaingan di EAFF lebih kompetitif. Artinya Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara langganan Piala Dunia seperti Korea Selatan dan Jepang.

Akan tetapi, meski Indonesia bergabung dengan EAFF, tidak serta merta Indonesia bisa bersaing dengan kedua negara tersebut dalam turnamen regional EAFF.

Pasalnya turnamen ini hanya diiikuti empat peserta dengan sistem single round robin. Artinya keempat tim akan bertemu satu kali dan tim yang memiliki poin paling banyak menjadi juara.

Lantas, bagaimana menentukan empat tim yang berlaga tersebut? Ada tiga negara yang siap tampil karena secara peringkat lebih baik dari negara lainnya.

Untuk sisanya diperebutkan melalui babak kualifikasi. Akan tetapi, merujuk pada Goal Indonesia, saat ini babak kualifikasi sudah tidak ada dan tim yang berhak tampil ditentukan dari peringkat FIFA tertinggi.

Itu artinya, Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk menjajal tim kuat seperti Jepang dan Korea Selatan karena saat ini Indonesia berada pada posisi ke-155 FIFA.

Kecuali jika sistem kejuaraan ini diubah total maka Indonesia bisa menjajal kekuatan negara-negara tersebut. Akan tetapi, jika tidak maka Indonesia tidak akan bisa tampil di kompetisi regional.

Tentunya ini menjadi kerugian bagi Indonesia mengingat perkembangan satu tim harus selalu bermain. Jika kesempatan bermain tidak ada, bagaimana Indonesia akan berkembang?

Sama seperti AFF, Jepang dan Korea Selatan mengirim pemain di liga mereka masing-masing. Pemain yang mentas di Eropa tidak ikut bermain. Artinya kompetisi regional ini untuk memberikan jam terbang bagi pemain-pemain lokal.

Tentunya ini berbeda dengan Indonesia yang bermain di Piala AFF. Indonesia bahkan sering memanggil pemain yang berkaries di luar negeri demi Piala AFF.

Klub sendiri sebetulnya bisa menolak karena AFF tidak masuk agenda FIFA. Tapi tidak dengan Jepang dan Korea Selatan, kekuatan tim mereka sudah merata dan tidak perlu melakukan hal semacam itu.

Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan PSSI adalah kompetisi junior. Mengingat kejuaraan EAFF hanya ditujukan untuk tim senior. Tentu ini menjadi kerugian bagi Indonesia karena untuk kategori junior sulit berkembang.

Masuk akal jika kejuaraan ini tidak ada untuk kategori junior. Hal itu karena pembinaan usia muda negara-negara tersebut baik dan bisa bersaing di Asia.

Tentu hal ini berbeda dengan Indonesia. Pembinaan usia muda kita masih belum rapi seperti Jepang dan Korea Selatan. Itu artinya timnas kita butuh kompetisi untuk mengasah kemampuan.

Australia yang menjadi negara terkuat di AFF pun butuh kompetisi usia muda. Hal itu bisa dilihat pada edisi Piala AFF U-16 tahun ini. Skuat muda Australia ikut berpartisipasi.

Jika tidak ada kompetisi junior, bagaimana dengan regenerasi di tubuh timnas senior? Tentu harus dipikirkan dengan matang. Jadi, jika kita berpikir lagi, sebetulnya kata untung sangat jauh dari Indonesia jika bergabung dengan EAFF.

Lebih dari itu, PSSI harusnya bersikap dingin. Jangan terlalu menghendaki netizen yang memang saat itu tengah berkecamuk dengan emosi usai Timnas U-19 gagal di Piala AFF.

Kita seharusnya berinstropeksi, di level ASEAN saja kita sulit berkembang. Lebih baik benahi segala permasalahan lalu kuasai wilayah ASEAN. Hal itu karena ada wacana jawara EAFF akan melawan AFF.

Jadi, lebih baik kuasai AFF dan menjadi juara kemudian menjajal kekuatan negara Asia Timur dalam turnamen AFF-EAFF Championship Trophy.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun