Tentu posisi yang ditinggalkan pekerja wanita harus tetap diisi. Jika mengisi kekosongan itu diberikan pada karyawan baru maka akan mengeluarkan keuangan ekstra.
Siasatnya adalah tugas yang ditinggalkan oleh pekerja yang cuti akan dilimpahkan pada pekerja lain. Tentu ini sangat riskan apalagi jika tidak dibayar lebih.
Adanya rencana ini dikhawatirkan akan mendiskreditkan pekerja perempuan dan mempersempit peluang kerja bagi perempuan. Tentu jika perusahaan ingin merekrut pekerja perempuan harus dengan perhitungan matang.
Misalnya perusahaan akan berpikir dua kali jika sang calon pekerja sudah menikah karena memiliki peluang kehamilan tinggi. Untuk menyiasati ini, banyak perusahaan yang memberi syarat pada pekerja untuk tidak menikah selama waktu tertentu.
Tentu sudah ada hitungan pasti mengenai itu terutama untuk finansial. Satu hal yang jelas, kebijakan ini harus dipikirkan matang agar pekerja perempuan mau pun perusahaan sama-sama diuntungkan.
Pekerja perempuan akan diuntungkan dari segi kesehatan sementara perusahaan dari sisi finansial. Jika tidak dengan solusi yang tepat, maka kebijakan ini hanya akan mendiskreditkan perempuan dan merugikan perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H