Social jet lag terjadi karena perubahan jadwal tidur. Setiap liburan, kita selalu tidur tengah malam dan bangun siang hari. Alarm pun kadang kita matikan.
Saat libur panjang, tidur larut malam dan bangun siang perlahan-lahan menjadi kebiasaan dan secara otomatis akan diulang. Tentu kondisi ini jauh berbeda saat hari biasa.
Akibatnya ketika kita memulai aktivitas seperti biasa, tubuh akan kembali melakukan adaptasi. Kita akan sulit tidur lebih awal dan bangun lebih pagi.
Dengan kata lain kita melawan kebiasaan tidur larut malam dan bangun siang yang kita bentuk saat libur panjang. Tentu tubuh butuh waktu untuk menyesuaikan dengan kebiasaan baru yang kita ciptakan.
Itulah sebabnya mengapa kita menjadi cepat lelah usai libur panjang karena jam tidur kita berubah. Reaksi mudah lelah saat menyesuaikan dengan kebiasaan baru disamakan dengan jet lag saat berpergian.
Saat kita pergi ke suatu tempat dengan zona waktu yang berbeda, maka kita akan kesulitan tidur (jet lag). Hal ini karena tubuh kita terbiasa dengan waktu tidur di tempat sebelumnya (irama sirkadian).
Hanya saja, social jet lag terjadi karena perubahan pola tidur saat liburan. Tetapi, efeknya tetap sama dengan orang yang mengalami jet lag saat berpergian.
Salah satu dampak negatif dari social jet lag ialah rentan terkena obesitas. Hal ini pernah diungkapkan dalam sebuah penelitian kedokteran current biology.
Penelitian tersebut melibatkan 6.500 orang dewasa. Hasilnya, indiviudu yang memiliki jam tidur berbeda saat bekerja dan hari libur kemungkinan tiga kali lipat akan mengalami berat badan berlebih.
Semakin berbeda waktu tidur, maka risiko meningkatnya berat badan menjadi besar. Tentu saja ini akan berdampak pada kesehatan, dalam satu penelitian menyebut social jet lag bisa meningkatkan hingga 11 persen penyakit jantung.