Pertanyaan di atas sekilas seperti komedi, asal-asalan dan terkesan bercanda. Akan tetapi, coba pikir kembali dengan jernih, bagimana jika seseorang memiliki amal baik dan amal buruk yang sama.
Ke manakah ia akan pergi? Apakah ke surga atau ke neraka? Di sinilah peran Habib Jafar untuk menjelaskan itu. Gaya bahasa yang santai dan ringan membuat dakwah Habib Jafar mengena.
Apalagi diselingi komedi dari Cokie dan Muslim. Maka dengan cepat, Habib Jafar menjadi tren tersendiri di kalangan anak muda.
Penampilan Habib Jafar sendiri tidak mencerminkan penampilan Habib sebagaimana kita kenal saat ini. Habib yang kita kenal selama ini selalu memakai gamis putih, serban, dan tentu jenggot panjang.
Tapi tidak demikian dengan Habib Jafar. Beliau kerap memakai celana jeans, sepatu sneakers, kaus, plus peci. Itulah gaya Habib Jafar. Gayanya yang santai membuat suasana dakwah tidak canggung.
Penjelasan yang diberikan oleh Habib Jafar tidak hanya bersandar pada ayat Al-Quran saja. Tapi dari sisi logika. Hal itu karena kehadiran Cokie sebagai agnostik yang tentu tidak puas dengan jawaban dalil kitab suci.
Di sini Habib Jafar menjelaskan dengan gaya bahasa sederhana diselingi analogi yang mudah dicerna oleh akal. Mungkin karena mengambil filsafat, maka gaya dakwah yang disampaikan seperti itu.
Penampilan Habib Jafar yang kekinian membuat anak muda merasa tidak canggung. Tentu saja pengajian yang kaku dan sangat formal kurang mengena untuk anak muda.
Maka, Habib Jafar mengubah itu semua. Yaitu dari sisi penampilan agar tidak merasa canggung, dan tentu candaan sebagai metode penyamapian dakwah itu sendiri.
Selain itu, Habib Jafar juga memanfaatkan media sosial untuk sarana dakwahnya. Misalnya di YouTube pribadinya. Tentu jangkauan dakwah melalui internet jauh lebih luas daripada secara konvensional.
Tujuan dakwah Habib Jafar sendiri adalah menggaet anak muda yang dinilai jauh dari agama. Hal itu karena kajian agama atau pengajian itu sendiri sangat formal sehingga mengurangi minat kaum muda.