Menurut Suyedisi, banyak warisan islam yang seharusnya sudah digital demi kepentingan bersama.Â
Masyarakat dapat mengakses ka'bah di dunia metaverse dengan memakai kacamata VR. Tentu saja hal ini menjadi inovasi baru, khususnya untuk mengenalkan ka'bah yang bisa diakses semua kalangan.Â
Akan tetapi, kunjungan ka'bah secara virtual ini bukan ibadah haji yang sebenarnya karena tidak dilakukan secara fisik. Tentu saja ibadah haji yang sebenarnya tubuh harus berada di tanah suci.Â
Terkait hal ini, MUI juga memberikan pandangannya. Menurut MUI, banyak ritual dalam ibadah haji yang harus dilakukan secara langsung alias fisik.Â
Misalnya wukuf di Padang Arafah atau tawaf mengilingi ka'bah. Ritual itu tidak hanya memerlukan kehadiran fisik akan tetapi mencakup pula tempat.Â
Dengan demikian, kunjungan ka'bah secara virtual tidak bisa disebut sebagai ibadah haji. Lebih jauh dari itu, adanya ka'bah secara virtual bisa mengenalkan lokasi tempat ibadah.Â
Dunia Fisik Jauh Lebih NyataÂ
Meskipun menawarkan kemajuan yang jauh lebih besar, metaverse tetaplah dunia digital dan tidak bisa menggantikan dunia nyata.Â
Metaverse adalah kelanjutan media sosial saat ini. Bedanya, foto profil kita akan jauh lebih nyata di metaverse nanti. Beberapa studi menunjukkan seseorang yang candu dengan media sosial justru rentan akan kesehatan mental.Â
Apalagi jika dunia virtual itu dibuat jauh lebih nyata. Tentu saja banyak orang yang akan hanyut dalam dunia virtual itu tanpa mengindahkan dunia yang sebenarnya.Â
Keberadaan metaverse tidak serta merta bisa menggantikan dunia fisik, termasuk ibadah haji. Begitu juga dengan aspek lain dalam kehidupan seperti makan bahkan urusan seks.Â