Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Belajar dari Pemilu Serentak 2019: Ratusan Petugas KPPS Gugur karena Kelelahan

29 Januari 2022   09:46 Diperbarui: 29 Januari 2022   11:28 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkaca pada pemilu 2019, banyak petugas KPPS yang gugur karena kelelahan karena beban kerja yang berat. | sumber: KOMPAS.com

Pemerintah, KPU, dan DPR telah menetapkan pemilu 2024 akan digelar pada 14 Februari 2024. Hal ini sekaligus menjawab gonjang-ganjing jabatan presiden tiga periode. 

Maklum saja, jabatan presiden tiga periode menjadi perbincangan hangat. Bahkan ada salah satu isu yang seksi yaitu amandemen UUD 1945, salah satu pasal yang disinggung terkait masa jabatan presiden. 

Pelaksanaan pemilu 2024 sendiri akan dilaksanakan secara serentak, yaitu memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan anggota DPD RI. 

Sedangkan Pilkada akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Kesepakatan itu tercapai usai dibahas kurang lebih selama delapan bulan. 

Pemilu 2024 tidak berbeda dengan pemilu 2019 lalu. Pelaksanaan pemilu serentak memang bisa dikatakan sukses pada 2019 lalu sekaligus menjadi sejarah tersendiri bagi Indonesia. 

Namun, di balik suksesnya pemilu 2019, ada ratusan pahlawan demokrasi yang gugur karena terlalu capek. Hal itu wajar karena dalam tahapannya memakan waktu yang sangat panjang. 

Seharusnya, pemerintah berkaca dan belajar dari pemilu 2019 khususnya dalam kasus kematian petugas KPPS yang jumlahnya tidak sedikit. 

Diketahui, berdasarkan data Kementerian Kesehatan melalui dinas kesehatan tiap provinsi mencatat petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang sakit sudah mencapai 11.239 orang dan korban meninggal 527 jiwa. (Kompas.com)

Kebetulan saat pemilu serentak 2019, saya ditugaskan sebagai petugas KPPS dan merasakan betapa beratnya tugas negara tersebut dengan honor yang tidak seberapa. 

Belajar dari pengalaman itu, di sini saya ingin berbagi pengalaman kerja petugas KPPS dan semoga saja menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah agar ke depannya hal yang sama tidak terulang di pemilu 2024.

Diakui atau tidak, beban kerja saat pemilu 2019 sangat berat. Bayangkan saja, jam 7 pagi kami sudah mulai bekerja dan bersiap untuk melaksanakan pemilu. 

Dari seluruh rangkaian, beban kerja yang paling berat adalah saat penghitungan suara. Apalagi penghitungan suara masih dilakukan secara manual.

Untuk penghitungan suara capres tidak memakan waktu. Hal itu karena jam 3 sore sudah selesai beserta dengan berita acara. Akan tetapi, untuk anggota legislatif memakan banyak waktu.  

Kami dan anggota KPPS lain harus menghitung perolehan suara anggota DPR, DPRD Privinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD RI. Semuanya dihitung satu per satu. 

Proses perhitungan ini jujur memakan waktu yang lama. Apalagi sebelum perhitungan harus menyusun kertas perolehan suara yang jumlahnya berlembar-lembar. 

Ketika nomor sekian dinyatakan sah, maka saya harus membolak-balik kertas suara itu untuk ditulis perolehan suaranya. Proses inilah yang menyita banyak waktu. 

Saya yang ditugaskan untuk menulis harus berdiri berjam-jam dan harus menghafal setiap halaman calon anggota bahkan nomor urut partai. 

Setelah itu, kami harus menyusun berita acara yang cukup tebal beserta isinya. Sekitar jam dua dini hari, kami beserta anggota KPPS lain masih mengisi berita acara. 

Ketika orang lain nyenyak tidur, dini hari buta kami masih bekerja. Bahkan, di TPS hanya menyisakan KPPS, saksi, dan pengawas saja. Inilah beban kerja berat yang saya maksud. 

Tugas saya sebagai KPPS baru selesai saat adzan subuh berkumandang. Ketika kotak suara hendak dikirim, banyak petugas dari kepolisian yang kelelahan karena harus mengamankan pemilu. 

Dilihat dari wajah dan matanya yang berkantung, para petugas kepolisian sama mengalami kelelahan. Begitu juga kami para petugas KPPS yang menjadi relawan demokrasi. 

Bayangkan saja, saya mulai bekerja jam 7 pagi, dan pukul 9 pagi esok harinya baru bisa tidur. Jadi, kami para KPPS bekerja sehari penuh, yah dengan honor yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan kesehatan yang harus kami tukar. 

Maka, tidak heran jika banyak petugas KPPS yang gugur karena beban kerja tidak manusiawi. Apalagi bagi mereka yang berumur dan memiliki penyakit bawaan. 

Saya beruntung masih diberi kesehatan hingga hari ini karena masih muda, meski muda atau tua bukan ukurannya.

Selain itu, pada pemilu 2019 kemarin tidak ada petugas medis yang mendampingi KPPS. Itu sebabnya banyak dari petugas KPPS yang tidak terkontrol kondisi kesehatannya.

Berkaca dari hal itu, KPU selaku penyelenggara pemilu harus berbenah. Terutama soal penghitungan suara yang masih manual dan menyita banyak waktu. 

Harapannya, pemilu 2024 nanti dalam penghitungan suara berbasis digital dan tentunya bisa mempersingkat waktu. Begitu juga dengan salinan dan berita acara yang seharusnya sudah digital. 

Jika cara lama masih digunakan dalam pemilu 2024 nanti, maka bukan tidak mungkin hal yang sama akan terjadi. Padahal, KPPS memiliki peran penting dalam pemilu. 

Tanpa kehadiran KPPS, yang saya sebut sebagai pahlawan demokrasi, maka pemilu tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu, para perumus kebijakan harus lebih teliti terutama bagi keselamatan KPPS. 

Selain proses penghitungan suara yang harus berbasis digital, upah KPPS pun bagi saya tidak sebanding dengan beban kerja dan risiko kesehatan yang dihadapi.

Upah yang tidak seberapa, justru malah terpotong dengan biaya kesehatan bagi mereka yang sakit. Jadi, beban kerja yang lebih satu hari hanya mendapat upah setengahnya jika dipotong biaya pengobatan. 

Bukannya banyak menuntut, tetapi harus diingat kembali beban kerja dan honor harus sejalan. Bahkan, tidak sedikit dari petugas KPPS yang esok harinya tidak bekerja karena tugas dari negara ini. 

Masih banyak aspek lain yang harus diperbaiki pemerintah. Semoga saja catatan kecil menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah. Sekali lagi, suksesnya pemilu tidak hanya pada perumus kebijakan. 

Tapi, ada peran KPPS sang pahlawan demokrasi yang mengeksekusi kebijakan tersebut. Jadi, kebijakan yang dibuat nanti harus bisa melindungi KPPS. Baik itu dari sisi kesehatan, upah, maupun beban kerja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun