Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Guru Honorer, Bak Buruh Kontrak yang Tak Menentu

25 November 2021   13:15 Diperbarui: 1 Desember 2021   22:22 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru honorer. Sumber: Tanoto Foundation via Kompas.com

Jika guru adalah buruh, maka guru honorer adalah buruh kontrak. 

Iwan Fals merupakan salah satu musisi yang karyanya selalu memotret kehidupan sosial. Lagu Oemar Bakrie contohnya. Alunan biola yang sedikit jenaka dan lirik lagu yang menohok, rasanya masih relevan hingga saat ini. 

Kemajuan suatu bangsa tidak akan lepas dari kualitas pendidikannya. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi suatu bangsa agar dapat menghasilkan SDM unggul.

Di tangan SDM unggul inilah kemajuan suatu bangsa diemban. Masih banyak PR yang harus dibenahi pemerintah untuk memajukan kualitas pendidikan kita.

Kreator untuk menciptakan SDM unggul itu ialah guru. Tugas guru bukan hanya sekedar mentransfer ilmu dari buku pada siswa. Lebih dari itu, tugas seorang guru adalah menciptakan SDM unggul yang bisa bersaing dengan bangsa lain. 

Tentu saja dibutuhkan guru yang profesional agar SDM semacam itu bisa terbentuk. Beberapa pelatihan bagi guru juga sering diadakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru. 

Padahal, menciptakan SDM unggul merupakan cita-cita bangsa kita yang tercantum dalam aline keempat UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Akan tetapi, kebijakan pemerintah yang berusaha meningkatkan kualitas pendidikan akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. 

Upah minimum bagi guru honorer

Ketika SMA, saya bersekolah di sekolah swasta. Jangan anggap sekolah swasta itu mewah, tidak semua sekolah swasta bisa bersaing dengan sekolah negeri, khususnya dalam fasilitas belajar. 

Bagi yang yayasannya seadanya, tentu saja fasilitas pendidikan yang didapat seadanya. Itulah kondisi sekolah saya. Guru yang mengajar pun kebanyakan honorer, bahkan guru Bahasa Indonesia saya hingga akhir hayatnya masih berstatus honorer. 

Kesejahteraan guru honorer inilah yang menjadi sorotan di Indonesia. Gaji guru honorer bahkan lebih rendah dari pekerja pabrik. Rata-rata guru SMA saya menerima gaji Rp. 500.000-Rp. 1.000.000 perbulan. 

Tentu nominal itu jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Siasat yang dilakukan oleh guru saya adalah jualan, bahkan selepas mengajar sang guru berganti profesi menjadi pedagang cokelat, pedagang roti, dan profesi lain. 

Selain cara di atas, untuk mendapat uang lebih biasanya guru honorer mengajar lebih dari satu sekolah. Salah satu guru SMA saya bahkan mengajar di delapan sekolah agar kehidupannya terjamin. 

Ilustrasi guru honorer. | Sumber: CNN Indonesia 
Ilustrasi guru honorer. | Sumber: CNN Indonesia 

Gaji guru honorer sendiri tidak ada batas minimum seperti para buruh. Biasanya perhitungan gaji guru honorer berdasarkan jam pelajaran. Jika sekolah libur, tentu saja para guru honorer ini tidak akan mendapatkan gaji. 

Jika pemerintah serius ingin memajukan pendidikan kita, maka kesejahteraan guru harus diperhatikan khususnya para guru honorer. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru adalah menjadi PNS.

Sayangnya, saat ini kebijakan itu berubah mejadi PPPK. Padahal, apa yang diinginkan oleh guru adalah PNS. Selain itu, seleksi tersebut bagi saya bukanlah sebagai bentuk penghargaan, tetapi hanya sebatas oase saja. 

Hal itu karena masih ada bayang-bayang batas mininal nilai (passing grade). Pada tahap inilah banyak di antara calon guru PNS berguguran. Padahal perjuangan mereka yang mengajar puluhan tahun patut diapresiasi. 

Pengabdian itu tentu heroik, sama seperti para peraih medali olimpiade yang otomatis jadi PNS. Tes yang diikuti oleh pemenang medali olimpiade hanya sebatas formalitas saja karena otomatis akan lolos. 

Itulah bentuk penghargaan dari pemerintah bagi yang mengharumkan nama bangsa. Seharusnya perlakuan yang sama diterima bagi para guru honorer yang telah mengajar puluhan tahun. 

Para guru inilah kreator dari orang-orang hebat. Guru bekerja di belakang dalam menciptakan SDM unggul. Namun, bekerja di belakang layar ini sering tidak disorot. 

Padahal di balik suksesnya seseorang dalam mengharumkan nama bangsa, ada peran guru di belakang mereka. Sosok pendorong inilah yang seharusnya diberi penghargaan. 

Upaya di atas jelas masih terbatas, apalagi jika kuota untuk menjadi PNS atau PPPK sendiri terbatas. Sementara itu, jumlah guru honorer sendiri banyak dan jelas Kemendikbud tidak akan bisa menampung itu semua. 

Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan jumlah guru non-PNS di Indonesia sebanyak 937.228 orang. Dari Jumlah tersebut, 728.461 di antaranya berstatus guru honorer sekolah. Lalu, 190.105 orang guru tidak tetap kabupaten/kota, 14.833 guru tidak tetap provinsi, dan 3.829 guru bantu pusat. (katadata.co.id)

Upaya lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menetapkan upah minimum bagi guru honorer. Upaya itu bisa dituangkan dalam produk hukum berupa Perpres. 

Ukuran upah minum sendiri disesuaikan dengan kelayakan hidup di setiap daerah. Hal itu karena karena kebutuhan hidup setiap daerah berbeda. Sama halnya seperti penetapan UMP bagi para buruh. 

Oleh karenanya, dalam hal ini harus melibatkan pemerintah daerah yang tahu betul kondisi ekonomi yang ada di daerahnya. Pemerintah daerah harus turut serta dalam kesejahteraan guru honorer. 

Sayangnya, kewajiban itu seakan menjadi bola panas dan saling lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah. Akibatnya, para guru honorer ini tidak mendapatkan kepastian apapun. 

Sudah saatnya guru menjadi profesi yang diminati anak muda. Jika dulu setiap anak mempunyai cita-cita menjadi guru, maka saat ini ada pergeseran karena nasib guru yang tidak menentu. 

Bahkan saat ini, profesi guru seakan tidak diminati. Anak muda lebih minat menjadi pro player atau konten kreator yang lebih menjanjikan dari sisi penghidupan. 

Tentu agar profesi ini diminati oleh kaum muda, tingkat kesejahteraan guru harus diperhatikan. Agar ke kedepannya, guru tidak menjadi pekerjaan sampingan tapi menjadi pekerjaan yang didambakan oleh setiap generasi muda. 

Hal itu karena tugas guru sendiri sangat mulia. Di tangan para guru inilah SDM unggul akan tercipta, jika generasi muda kita sudah tidak berminat jadi guru, akan jadi apa bangsa ini ke depannya? 

Pahlawan tanpa tanda jasa atau mengabdi seakan menjadi pelipur lara akan ketidakpastian nasib guru. Nasib guru honorer yang tidak menentu bak pegawai kontrak yang setiap saat akan diputus. 

Faktanya, Jepang bisa bangkit setelah bom Hiroshima dan Nagasaki karena peran guru. Bahkan kaisar Jepang pada saat itu menyuruh para perwira militer untuk mencari guru yang tersisa. 

Di tangan guru inilah masa depan Jepang bisa sampai saat ini dan bangkit dari kekalahan dalam perang dunia 2. Untuk itu, sudah sepantasnya bangsa kita lebih menghargai para kreator SDM unggul ini. 

Guru bukan hanya sekadar digugu dan ditiru. Tapi, guru adalah ujung tombak atas cita-cita para pendiri bangsa kita, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Selamat hari guru untuk segenap guru di seluruh penjuru negeri. Terakhir, semoga Alm. Bapak Muchtar, guru Bahasa Indonesia saya tenang di alam sana. Aamiin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun