Kesejahteraan guru honorer inilah yang menjadi sorotan di Indonesia. Gaji guru honorer bahkan lebih rendah dari pekerja pabrik. Rata-rata guru SMA saya menerima gaji Rp. 500.000-Rp. 1.000.000 perbulan.Â
Tentu nominal itu jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Siasat yang dilakukan oleh guru saya adalah jualan, bahkan selepas mengajar sang guru berganti profesi menjadi pedagang cokelat, pedagang roti, dan profesi lain.Â
Selain cara di atas, untuk mendapat uang lebih biasanya guru honorer mengajar lebih dari satu sekolah. Salah satu guru SMA saya bahkan mengajar di delapan sekolah agar kehidupannya terjamin.Â
Gaji guru honorer sendiri tidak ada batas minimum seperti para buruh. Biasanya perhitungan gaji guru honorer berdasarkan jam pelajaran. Jika sekolah libur, tentu saja para guru honorer ini tidak akan mendapatkan gaji.Â
Jika pemerintah serius ingin memajukan pendidikan kita, maka kesejahteraan guru harus diperhatikan khususnya para guru honorer. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru adalah menjadi PNS.
Sayangnya, saat ini kebijakan itu berubah mejadi PPPK. Padahal, apa yang diinginkan oleh guru adalah PNS. Selain itu, seleksi tersebut bagi saya bukanlah sebagai bentuk penghargaan, tetapi hanya sebatas oase saja.Â
Hal itu karena masih ada bayang-bayang batas mininal nilai (passing grade). Pada tahap inilah banyak di antara calon guru PNS berguguran. Padahal perjuangan mereka yang mengajar puluhan tahun patut diapresiasi.Â
Pengabdian itu tentu heroik, sama seperti para peraih medali olimpiade yang otomatis jadi PNS. Tes yang diikuti oleh pemenang medali olimpiade hanya sebatas formalitas saja karena otomatis akan lolos.Â
Itulah bentuk penghargaan dari pemerintah bagi yang mengharumkan nama bangsa. Seharusnya perlakuan yang sama diterima bagi para guru honorer yang telah mengajar puluhan tahun.Â
Para guru inilah kreator dari orang-orang hebat. Guru bekerja di belakang dalam menciptakan SDM unggul. Namun, bekerja di belakang layar ini sering tidak disorot.Â