Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu 2024 dan Ajang Kontestasi Para Menteri

16 November 2021   09:10 Diperbarui: 17 November 2021   12:59 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi bersama jajaran menteri. Via: Kompas.com

Pemilu 2024 sekitar satu setengah tahun lagi, memang cukup lama. Tapi dalam politik waktu tersebut sangat singkat, khususnya untuk partai baru yang masih mencari dukungan agar lolos ke parlemen nanti.

Di sisi lain, selain partai politik, beberapa tokoh yang digadang-gadang akan menjadi calon presiden dalam pemilu nanti sibuk menaikkan elektabilitas di mayarakat.

Sebut saja Giring Ganesha, salah satu orang yang mendeklarasikan diri sebagai capres milenial untuk tahun 2024. Giring tentu sibuk meramu strategi kampanye agar dirinya dan PSI bisa menarik simpati masyarakat.

Di sisi lain, selain orang partai seperti Giring, beberapa pejabat publik yang duduk dalam kursi pemerintahan ikut nimbrung dalam kontestasi capres ini.

Pejabat tersebut mulai dari tingkat daerah, hingga pembantu presiden (menteri) yang terus berlomba menaikkan elektabilitas mereka. Bahkan, Pak Jokowi sendiri sudah memberi restu kepada para  pembantunya tersebut.

Kontestasi Menteri 

Beberapa menteri Jokowi kerap digadang-gadang maju sebagai capres untuk pemilu 2024 nanti. Sebut saja Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan yang teranyar adalah Menteri BUMN Erick Tohir.

Prabowo yang merupakan ketua umum Gerindra jelas tidak akan sulit untuk mencari kendaraan pilpres nanti. Bahkan, Gerindara sendiri sudah sepakat akan mengusung Prabowo sebagai capres pada pemilu 2024 nanti.

Hal ini bagi saya tidak aneh, mungkin saja kader Gerindra yang menjadi pejabat di daerah tidak muncul. Masih kalah dengan kader lain seperti Ganjar Pranowo yang terus membuntuti Puan Maharani. 

Di sisi lain, kurangnya regenerasi pemimpin dalam tubuh Gerindera harus diperbaiki. Mungkin di Jakarta ada Anies Baswedan. Tapi, Anies bukanlah kader partai. 

Kader partai justru menjadi wagub dan masih kalah elektabilitas oleh Anies. Jadi, pilihan itu akan menjadi realistis. Selain itu, jika berkaca pada pemilu 2019, Gerindra merupakan runner up di bawah PDIP. 

Jadi, besar kemungkinan partai berlogo burung garuda tersebut dapat mecalonkan Prabowo sebagai capres. Tentu akan ada partai koalisi untuk mendukung syarat 20 persen. 

Di sisi lain, muncul relawan-relawan yang dengan tegas mendukung menteri Jokowi untuk nyapres. Sebut saja Kawan Sandi yang mendukung Sandiaga Uno. Sandiaga pun digadang-gadang akan maju kembali dalam percaturan pilpres nanti. 

Kemudian muncul relawan Pendukung Cinta Republik (PCR). Uniknya nama itu sebagai sokongan untuk Menteri Luhut dan Erick Tohir yang belakangan namanya disebut terlibat dalam bisnis PCR. 

Entah mengapa nama itu diambil, mungkin saja sindiran. Namun yang jelas relawan itu bertujuan agar Luhut dan Erick Tohir maju dalam pilpres nanti. 

Adanya restu dari Pak Jokowi membuat bawahannya yang berhasrat ingin nyapres dalam pemilu 2024 seakan tidak terikat apapun lagi. Dari sisi regulasi, memang tidak ada aturan yang secara spesifik mengatur akan hal ini.

Adanya kekuasaan yang diberikan dalam ranah eksekutif dalam hal ini adalah menteri, tentu menjadi modal berharga dalam membangun citra di masyarakat.

Meskipun pada praktiknya, kita akan kesulitan menilai mana yang disebut dengan kerja dan mana yang disebut dengan menaikkkan elektabilitas.

Atau mungkin saja keduanya, kerja yang bisa menaikkan elektabilitas. Tidak ada yang salah jika ingin berkontestasi dalam pemilu 2024, meskipun tidak ada aturan yang tegas melarangnya. 

Tapi, tidak sedikit juga para menteri Jokowi mendapatkan nilai merah dari masyarakat. Ketika ia hendak menaikkan elektabilitas dengan kinerja, justru hal sebaliknya akan didapat.

Jika benar-benar ingin mengabdi pada masyarakat, saya kira cukup bekerja dengan baik sebagai menteri. Beberapa menteri yang mendapat sorotan kurang baik justru akan blunder. 

Hanya Ada Dua Pasangan

Musim hujan tak hanya menumbuhkan cendawan, tapi menumbuhkan relawan politik yang subur. Seperti yang sudah saya bahas di atas, tugas relawan sangat berat terutama untuk menaikkan elektabilitas cagoannya. 

Sejauh ini, dalam beberapa survei yang dilakukan oleh lembaga politik menyebut Prabowo masih menjadi nomor satu soal elektabilitas. Tentu hal itu tak terlepas dari kontenstasi pemilu 2024.

Nama-nama lain seperti Luhut, Erick Tohir, hingga Airlangga Hartanto masih jauh di bawah Prabowo. Bahkan, para menteri Jokowi tersebut masih kalah dengan kepala daerah seperi Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. 

Jadi, bukan tidak mungkin jika nanti akan muncul satu pejabat kepala daerah yang muncul dalam pemilu 2024. Misalnya untuk Ganjar Pranowo, internal PDIP sendiri justru terpecah menjadu dua kubu, yaitu kubu Ganjar dan Puan. 

Bahkan, sempat muncul isu ada celeng di tubuh banteng. Meskipun begitu, tak ada yang tahu akhirnya akan seperti apa, politik memang dinamis, jadi sulit untuk diprediksi. 

Beberapa menteri dan tokoh yang sejak dini sudah terang-terangan maju dalam pemilu 2024 patut diapresiasi dalam ranah demokrasi. Hal itu membuat pilihan capres menjadi bervariasi. 

Namun, sayangnya kemungkinan besar untuk pemilu 2024 nanti hanya akan ada dua pasangan calon kembali. Hal itu karena UU Pemilu batal direvisi sehingga ambang batas presiden tetap 20 persen seperti pemilu sebelumnya. 

Jika berkaca pada pemilu sebelumnya, hanya ada dua pasangan saja untuk mengisi syarat 20 persen tadi. Jadi, jika tetap demikian, pilihan capres nanti kembali akan menjadi dua pasangan saja. 

Berkaca pada pemilu kemarin, pertimbangan pemilih dalam pilpres kemarin bukan karena suka atau tidak suka. Misalnya, seseorang memilih si A karena untuk mencegah hal buruk terjadi. 

Jadi, antusiasme untuk nyapres sendiri akan terhalang oleh angka 20 persen tadi. Akibatnya, pilihan capres tak bervariasi. Berkaca dari pemilu kemarin, masyarakat terpecah menjadi dua kubu. 

Bahkan terasa hingga saat ini, mungkin itu efek buruk dari dua pasangan saja. Lain lagi jika angka 20 persen itu diturunkan menjadi 10 persen, tentu akan ada 3 atau 4 pasangan seperti pemilu 2009.

Putaran kedua pun mungkin saja terjadi jika lebih dari dua pasangan. Tentu hal ini lebih bervariasi dan menggambarkan apa yang disebut demokrasi. 

Jadi, meskipun saat ini berlomba-lomba untuk maju dalam pilpres, tetap saja endingnya hanya akan ada dua calon. Apalagi jika sang menteri tak punya partai dan elektabilitas masih kalah dari kepala daerah. 

Bukan tidak mungkin partai akan mencomot kepala daerah untuk dijadikan pion dalam percaturan pilpres nanti. 

Jadi, sekian untuk artikel ngawur kali ini. Terima kasih bagi yang sudah membaca hingga tuntas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun