Kesenian di Indonesia begitu beragam dan unik. Kesenian setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri, mulai dari nilai sejarah, filosofis hingga mistik yang masih kental.Â
Zaman boleh modern, tapi di Indonesia sendiri mistis masih mempunyai tempat di masyarakat. Selain itu, hal-hal berbau mistis juga kerap ditemukan dalam seni tradisional di Indonesia.Â
Contohnya debus dari Banten, tidak ada yang bisa menjelaskan secara ilmiah para penari debus bisa kebal terhadap pisau, golok, hingga bara api. Tubuh mereka tak terluka dengan senjata di atas.Â
Jika kita mencoba, tentu hasilnya akan beda karena ada ritual khusus yang harus dijalani. Ada lagi seni tari yang kental dengan mistis, tentu kita tahu dengan tari sintren yang berasal dari Cirebon.Â
Siapa sangka, sintren sendiri berasal dari kisah cinta Raden Sulandono dan Sulasih. Cinta keduanya tak direstui, Raden Sulandono kemudian pergi bertapa, sementara Sulasih menjadi penari.Â
Meskipun begitu, hubungan keduanya terjalin hingga di alam sana. Kemudian lahirlah sintren, sintren dimaikan oleh gadis yang masih suci. Mereka diikat dan dimasukan ke dalam kurungan ayam yang ditutupi kain.Â
Kemudian pawang mengelilingi kurungan tersebut sambil membaca mantra. Ketika dibuka, gadis yang diikat tersebut berubah dan mengenakan pakaian seorang penari.Â
Di daerah saya, ada satu kesenian yang cukup digemari, kesenian itu bernama terebang. Pada dasarnya terebang adalah seni musik tradisional, hal itu karena alat musik terebang seperti rebana.
Terebang masih dianggap penuh dengan spiritual dan mistis. Oleh karenanya, terebang kerap dipakai pada upacara tertentu seperti ngaruwat.
Tentu orang Sunda tak asing dengan istilah ngaruwat, setahu saya ngaruwat adalah upacara untuk membersihkan energi negatif dalam satu bangunan atau tanah yang dianggap angker.Â
Selain itu, dalam upacara ngaruwat kerap menyembelih ayam camani atau kambing hitam. Bagi saya, itu adalah kearifan lokal, hanya itu saja yang saya nilai.Â
Sebelum terebang dimulai, biasanya akan memanjatkan doa-doa beserta sesajen. Setelah itu terebang pun dumulai hingga larut malam. Lalu, darimana sisi mistis seni terebang itu?Â
Tentu saja orang yang menari, ketika mereka menari diiringi musik terebang, mereka yang menari konon katanya dirasuki makhluk tak kasat mata. Entah benar atau tidak, tapi menari di sini jauh berbeda dengan menari dalam acara hiburan.Â
Terkadang, satu di antara mereka memakan sesajen yang disediakan sebelumnya. Ada juga yang mengupas kelapa muda dengan gigi, dan memakan bara api yang dibumbui kemennyan.
Ada juga yang memakan rokok saat masih menyala hingga pecahan beling. Inilah sisi mistis yang masih kental dari seni terebang. Zaman terus berganti, terebang menyesuaikan dengan perkembangan zaman.Â
Jika dulu hanya memakai alat seperti rebana saja, kini di daerah saya sudah memakai alat musik lain seperti terompet, lagu yang dipakai juga agak modern. Tapi tetap lagu Sunda yang dipakai.
Lagu terebang zaman dulu tak seperti itu, mungkin saja seperti pupujian bahkan salawat. Bahkan, menurut beberapa sumber yang saya dapatakan, pada masa lalu terebang menjadi sarana untuk berdakwah.
Itu sebabnya, di beberapa daerah Sunda ada yang memakai salawat. Tapi, zaman telah berubah terebang tak lagi diadakan pada upacara seperti ngaruwat rumah melainkan menjadi sarana hiburan.Â
Misalnya hiburan dalam hajatan nikahan, biasanya malam harinya akan mengadakan seni terebang hingga pagi buta. Meskipun begitu, tetap saja mistis tidak bisa dipisahkan dari seni ini.Â
Hal itu karena setiap penari yang menari dianggap dirasuki roh halus. Saya pernah bertanya kepada mereka yang suka menari terebang, katanya tubuh mereka seperti ada yang menggerakan.Â
Gerakan tarian dalam terebang pun tak sama saat joget dangdut, mungkin gerakannya seperti silat. Satu lagi, mereka yang menari menutup mata. Entah mengapa demikian, yang jelas itulah sisi mistisnya.Â
Tak sedikit juga gerakan tarian tersebut menyerupai hewan. Mereka menari hanya duduk saja, bahkan jongkok. Ada yang menyebut itu adalah representasi dari harimau.Â
Namun, satu yang pasti di daerah saya seni terebang yang sarat mistis ini masih digemari. Bahkan, ketika ada terebang, orang dipenjuru desa sengaja datang.Â
Padahal tidak ada yang memberi tahu mereka. Mungkin saja informasi terebang tersebar begitu cepat melebihi kecepatan suara. Tapi, inilah kesenian yang masih digemari hingga saat ini.Â
Mungkin dibeberapa daerah penyebutan seni ini berbeda bahkan isi tulisan saya ini. Namun, isi tulisan ini berlandaskan pada apa yang saya lihat sendiri.Â
Terlepas dari sisi mistis yang masih kental, entah sampai kapan seni semacam ini akan terus bertahan di tengah gempuran teknologi yang terus berkembang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H