Berbicara soal rokok memang tidak ada habisnya. Beberapa ancaman penyakit serius dan gambar mengerikan dipasang di bungkus rokok. Tentu saja tujuannya agar berhenti merokok.
Selain itu, sempat juga muncul isu bahwa MUI akan mengeluarkan fatwa haram. Sayangnya di kalangan ulama sendiri beda pendapat, toh guru ngaji saya juga merokok.
Varian rokok juga semakin beragam, dari mulai rokok biasa, elektrik, bahkan rokok herbal. Saya tidak tahu dengan jenis rokok herbal ini, yang jelas di daerah saya atau mungkin di daerah lain ada.Â
Kata herbal dalam pikiran saya adalah sehat, tapi disematkan pada rokok yang jelas tidak sehat. Mungkin ini hanya strategi merketing yang jitu dari si pembuat rokok.Â
Saya kemudian bertanya perihal rokok herbal ini, katanya sih enak dan ringan beda dari yang lain. Tapi, tetap saja menghisap asap dan itu tidak sehat. Saya sendiri bukanlah perokok sampai saat ini.Â
Sebenarnya saya pernah mencoba merokok. Bahkan banyak jenis rokok sudah saya coba. Entah mengapa saya tidak bisa menemukan rasa nikmat di balik nikotin rokok tersebut.Â
Banyak orang mengatakan merokok akan terasa nikmat jika setelah makan. Saya pun mencoba, yang saya rasakan justru apek dan pait. Tidak nikmat sama sekali.Â
Beberapa kawan terus menggoda saya agar merokok. Bahkan sampai membeli rokok dengan rasa buah-buahan, intinya rokok tersebut ada rasanya jika filternya kita pencet.Â
Tetap saja saya tidak menemukan rasa nikmat di balik nikotin. Karena alasan itu saya sampai saat ini tidak merokok. Tapi, saya selalu memerhatikan teman saya yang merokok.Â
Mereka tidak akan sungkan berbagi rokok dengan sesama. Bahkan satu bungkus rokok bisa saja ditaruh begitu saja. Salah satu ciri persahabatan yang erat. Hanya saya saja yang ngemil ketika nongkrong bareng.Â
Meskipun berbaik hati dengan rokok, tapi perihal korek api rasanya sulit. Rokok sudah ada di meja, tapi tidak ada yang mau mengeluarkan korek api. Padahal, tanpa korek rokok tidak berguna.Â
Bahkan ketika hendak merokok selalu ribut soal korek. Katanya meskipun harga korek lebih murah dari rokok, tapi orang ogah membelinya. Entah mengapa bisa demikian.Â
Selain itu, hilangnya korek secara misterius bisa memantik pertikaian kecil di antara perokok. Bagi saya itu adalah hiburan sendiri. Saya pernah jahil satu kali, saya diam-diam mengambil korek.Â
Maka keributan terjadi, mereka pun saling tuduh menuduh. Saya aman dari tuduhan karena tidak merokok, padahal saya yang memgambilnya. Mereka berpendapat bahwa korek lebih berharga daripada rokok.Â
Katanya sih, bukannya mereka tidak mau membeli korek, tapi misteri korek yang hilang ketika nongkrong membuat orang enggan membawa korek. Bahkan, korek hanya disimpan di rumah saja tidak dibawa ke tempat nongkrong.Â
Itu yang teman-teman saya lakukan. Jadi, korek api lebih berharga daripada rokok. Saya memang asyik mengamati kelakuan orang yang merokok.Â
Ada yang dermawan rokok ada juga yang pelit karena rokok. Bahkan hanya bawa korek saja karena rokok jauh mudah didapat. Hal itu saya pernah amati ketika KKN.Â
Ketika beres makan, teman saya yang dermawan langsung berbagi rokok. Tapi ada satu teman saya yang bisa dibilang irit. Dia tidak pernah mengeluarkan rokok dalam kantungnya.Â
Padahal ia punya rokok, ia hanya merokok satu batang tanpa mengeluarkan bungkus rokok tersebut. Perihal rokok ini memang sensitif, teman saya bahkan sengaja menaruh bungkus kosong agar si hemat ini mengeluarkan rokoknya.
Tapi, sindiran itu tidak cukup ia masih saja tidak mau mengeluarkan rokoknya. Ternyata tuduhan teman saya bahwa ia pelit rokok memang benar, ketika saya ke dapur, si hemat ini asyik merokok sendiri di dapur.Â
Saya yang melihat itu hanya melongo. Jadi rokok pun begitu berharga sama seperti korek api. Bagi yang sudah candu dengan rokok, memang sulit untuk berhenti.Â
Saya tidak tahu tips berhenti merokok karena saya bukan perokok. Jika ada yang bertanya kepada saya cara agar tidak merokok, alasan saya tidak merokok karena tidak menemukan rasa nikmat di balik nikotin.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI