Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Oversharing, Kecanduan Posting di Media Sosial dan Dampak Buruknya

4 Oktober 2021   09:20 Diperbarui: 5 Oktober 2021   10:50 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oversharing. | via: pixabay.com

Hampir setiap orang mempunyai media sosial. Baik itu masyarakat biasa, pejabat, tua, maupun muda. Keberadaan media sosial pada saat ini menjadi salah satu bukti bahwa manusia itu "eksistensi" di dunia. 

Kemudahan dalam mengakses membuat manusia saat ini mempunyai media sosial. Selain itu, media sosial menjadi media baru dalam interaksi sosial. Interaksi ini mampu menembus ruang dan waktu.  

Beberapa fitur dalam media sosial juga hadir sebagai pelengkap yang menarik. Tentu saja dengan fitur itu, orang semakin betah bermain media sosial. 

Fitur tersebut meliputi berbagi foto sampai video singkat. Untuk menambah agar menarik, beberapa efek seperti musik juga ditambahkan. Tentu saja itu merupakan strategi dari pengembang agar pengguna betah. 

Salah satu fitur yang cukup disenangi adalah berbagi cerita. Hampir setiap media sosial seperti Facebook, Twitter bahkan WA mempunyai fitur yang satu ini. 

Alasan orang hobi berbagi pada fitur ini karena postingan kita dengan sendirinya akan hilang dalam waktu 24 jam. Tentu saja itu lebih hemat, berbagi cerita tapi tidak memenuhi laman media sosial. 

Tidak sedikit dari kita sering berbagi pada fitur snapgram entah itu pekerjaan, capaian pribadi, koleksi barang mewah, kemesraan bersama pasangan dan lain-lain. 

Rasanya, satu hari tanpa sharing kegiatan di media sosial kurang afdol. Apalagi, di Instagram ada fitur teman dekat. Kita bisa posting sesuatu yang hanya diketahui oleh teman dekat saja.

Fitur itu bahkan digunakan untuk sharing keintiman dengan pasangan, contohnya Zara eks JKT48. Toh meskipun sharing pada fitur teman dekat tetap saja heboh.  Apalagi, fitur media sosial menghadirkan tombol love, suka, dan sebagainya. 

Ketika seseorang memposting sesuatu, kemudian mendapatkan respons tersebut, biasanya itu dianggap sebagai apresiasi. 

Tidak heran, karena pada dasarnya manusia memang butuh pengakuan. Begitu juga di media sosial. Memposting sesuatu di media sosial tidak lebih ingin mendapat pengakuan. 

Jika kita tidak tahan untuk memposting sesuatu di media sosial, atau bahasa kekininannya buat snapgram, hati-hati mungkin Anda termasuk orang yang oversharing. 

Apa itu oversharing? Sebenarnya tidak ada definisi baku soal ini. Tetapi, oversharing dapat diartikan sebagai kecenderungan seseorang yang ingin terus berbagi atau posting sesuatu di media sosial. 

Postingan tersebut beragam, bisa saja soal karier, pasangan, kegiatan sehari-hari bahkan hal-hal yang memuat identitas pribadi. 

Biasanya orang yang oversharing akan memposting sesuatu secara berlebihan di media sosialnya. Bahkan hal-hal yang tidak penting sekalipun. Lalu mengapa orang oversharing? 

Alasannya karena fitur yang ada di media sosial itu. Misalnya untuk snapgram, di situ terdapat fitur berapa banyak orang yang melihat postingan kita, tanggapan, bahkan komentar. 

Jika seseorang mendapatkan view banyak, tanggapan banyak, dan juga komentar, itu menjadi satu alasan yang cukup rasional untuk aktif posting di media sosial. Tentu saja ini terlihat seperti ingin mendapat perhatian. 

Tidak salah jika kita mengabadikan momen di media sosial. Tapi, jika itu dilakukan setiap hari rasanya jengah juga. Apalagi jika seseorang yang membuat snapgram seperti toko online. Saya sendiri suka skip melihatnya. 

Perlu diketahui, tidak semua orang mempunyai kesan yang sama dengan postingan kita. Beberapa orang justru menganggap itu mengganggu, tentu saja niat dari orang yang memposting tidak demikian. 

Kesan dari orang lain bisa berbeda. Misalnya ketika seseorang memposting kebaikan, atau perihal ibadah, mungkin itu baik. Tapi jika kegiatan itu diposting di media sosial, tanggapan orang akan berbeda. 

Bisa saja orang menganggap hal itu buruk. Toh ibadah itu privat, niat yang baik jadi diinterpretasikan jelek oleh beberapa orang. 

Saya pun termasuk orang yang risih jika ada teman yang selalu posting di medsosnya tentang kegiatan yang tidak perlu.  Apalagi postingan itu begitu banyak tiap harinya. Lingkaran di snapgram penuh, seperti portal berita atau toko online. 

Selain membuat orang jengah, perlu diketahui juga dampak negatif dari oversharing ini. Mulai dari kesehatan mental hingga potensi tindak pidana. 

Seseorang mempunyai kecenderungan untuk mendapat perhatian. Itulah sebabnya media sosial menjadi salah satu media untuk mendapatkannya. 

Tapi, jika respon yang didapatkan sebaliknya apa yang akan terjadi? Tentu saja akan membuat kita cemas bahkan merasa tidak diperhatikan. 

Dampak lain dari oversharing adalah rasa cemas. Cemas karena tidak posting. Salah satu dari teman saya mempunyai efek ini, rasanya ada yang kurang jika tidak posting di media sosial. 

Apalagi saat itu sinyal sulit di dapat karena lokasi yang tidak memungkinkan. Hal itu membuat ia heboh sendiri karena telat update. Biasanya muncul istilah "late post."

Padahal ya ngapain juga harus heboh seperti itu. Di sisi lain, oversharing bisa mengundang kejahatan. Informasi yang dibagikan secara mendetail tentu mengundang niat jahat seseorang. 

Berbagi informasi yang detail tentang identitas bahkan akses lokasi bisa disalahgunakan seseorang. Misalnya identitas kita digunakan untuk keuntungan pribadi. 

Bahkan, tidak sedikit yang suka pamer nomor HP di media sosial. Itu sangat rawan disalahgunakan, bisa saja nomor itu digunakan untuk hal lain seperti pinjol. 

Kegiatan memposting aktivitas sehari-hari secara real time bisa dimanfaatkan oleh seseorang untuk melancarkan niat jahatnya. Tentu pola rutinitas itu bisa memberi peluang untuk mengintai dan melakukan niat jahatnya. 

Jika kita masih ingin berbagi dan tidak bisa lepas dengan kegiatan itu, sebaiknya ganti media berbaginya. Misalnya dengan menulis di catatan harian. 

Dulu, banyak yang menuliskan aktivitas di buku diary. Tidak lupa di situ dicantumkan tanggal dan hari. Tentu saja itu jauh lebih aman daripada membaginya di medsos. Tetapi, aktivitas itu mulai pudar karena teknologi. 

Jadi, sebaiknya kita bijak dalam bermedia sosial. Kita juga harus tahu batasan, tidak semua rutinitas kita harus dibagikan di media sosial. Apalagi, jika hal-hal tersebut bersifat pribadi. Jadi, gunakan media sosial sebijak mungkin. 

Ingat, media sosial adalah media yang semu. Dunia yang sebenarnya adalah dunia yang kita jalani sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun