Namanya adalah Margaretha Geertruida Zelle, lahir pada tanggal 17 Agustus 1876. Ia merupakan salah satu penari erotis terkenal pada masanya, bahkan dikatakan menjadi mata-mata saat Perang Dunia I.
Margaretha lahir dari pasangan Adam Zelle dan Antje van de Meulen. Ia adalah anak tertua dari empat saudara. Ayahnya merupakan seorang pengusaha minyak sukses.
Tidak heran, masa kecil Margaretha begitu eksklusif. Margaretha mendapatkan pendidikan yang baik, belum lagi kehidupannya yang terbilang mewah sebagai anak dari pengusaha minyak.
Tetapi, bisnis yang dijalankan ayahnya tidak selalu baik, akhirnya bisnis ayahnya bangkrut. Kehidupan keluarganya menjadi tidak stabil, bahkan kedua orangtuanya bercerai saat usianya masih 18 tahun.
Pada usia itu, Margaretha memutuskan untuk hijrah ke Hindia Belanda. Ia pun menikah dengan seorang perwira Belanda bernama Rudolf Macleod, Zelle pun akhirnya tinggal di Malang.
Dalam pernikahan tersebut, Margaretha dikaruniai dua orang anak. Tetapi, kehidupan rumah tangganya tidak bahagia. Pernikahannya berakhir dengan perceraian.
Sang perwira ternyata memiliki perilaku buruk, seperti mabuk bahkan melakukan KDRT. Zelle pun kemudian move on dan kembali menikah dengan perwira Belanda lain bernama van Rheedes.
Pada masa inilah Margaretha tertarik dengan tradisi Jawa khususnya tari. Awalnya memang kesulitan, tetapi dengan ketekunannya ia pun menjadi penari yang hebat.
Karena kehebatannya dalam menari, ia akhirnya mendapat nama panggung Mata Hari. Nama panggung tersebut selalu ia pakai. Siapa sangka, karena kehebatannya dalam menari membawanya keliling dunia.
Jika hanya urusan menari, banyak juga perempuan yang bisa melakukan itu. Lalu apa yang menjadi daya tarik Mata Hari? Jelaslah dia seorang Belanda, orang kulit putih, jarang sekali ada orang kulit putih yang bisa melakukan tarian Jawa.
Selain itu, daya tarik lain dari Mata Hari adalah kemampuannya dalam membawakan tarian eksotis. Musik berdentang, ia pun menari, keahliannya dalam membuat gerakan erotis menjadi daya tarik terbesar Mata Hari.
Gerakan tersebut dipadukan dengan tatapan matanya yang “jahil.” Tentu saja hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri khususnya bagi kaum lelaki. Mata Hari juga mampu memadukan tarian Jawa dan Mesir.
Popularitasnya sebagai penari membuatnya melanglangbuana ke Eropa. Para penonton laki-laki tersihir oleh tariannya. Namanya kemudian dikenal di kalangan elit Eropa.
Lambat laun, para elit tersebut tidak hanya menginginkan skill menarinya, tetapi tubuhnya. Akhirnya Mata Hari masuk dalam dunia prostitusi kelas atas.
Tidak main, pelanggannya adalah orang-orang penting, mulai dari jenderal, tokoh politik, bangsawan hingga pebisnis kaya raya.
Pada saar itu perang dunia I tengah berlangsung, namanya makin dikenal oleh para elit yang berurusan dengan perang dunia. Para kaum elit itu, tidak hanya menginginkan tubuh tetapi menginginkan informasi.
Hal itulah yang membuatnya terseret dalam dunia spionase alias mata-mata. Mata Hari mendapatkan tawaran untuk menjadi mata-mata Prancis. Tugas Mata Hari adalah mengorek informasi dari Jerman.
Senjata utama Mata Hari tidak lain adalah kemampuan menarinya. Maka timbullah istilah sekspionese. Sayangnya, dua tahun kemudian ia ditangkap dan dipenjara.
Pihak Prancis menuduh Mata Hari telah membocorkan informasi rahasia mengenai persenjataan sekutu, Mata Hari dituntut hukuman mati. Akhirnya pihak sekutu kalah.
Menurut versi lain, Jerman sendiri berhasil membongkar identitas asli Mata Hari. Jerman kemudian melabeli Mata Hari sebagai mata-mata Jerman. Dengan kata lain, Mata Hari menjadi double agent.
Mata Hari dianggap telah berkhianat pada Prancis. Ada satu lagi teori mengenai kematian Mata Hari. Mata Hari hanyalah sebagai tumbal dari kegagalan rezim Prancis saat itu.
Rezim ini dikatakan tengah menghadapi krisis multidimensi karena kondisi perang. Tetapi rezim tersebut tidak mau mengakuinya. Cara terbaik adalah dengan mengorbankan satu kambing hitam.
Kambing hitam tersebut ialah Mata Hari. Kedekatannya dengan para elit Eropa membuat Prancis dengan mudah menuduh Mata Hari sebagai biang keladi dari krisis Prancis.
Mata Hari akhirnya menghadapi ajalnya pada tanggal 15 Oktober 1917. Pada hari itu, Mata Hari ditemani oleh dua orang biarawati dan seorang pengacara.
Menurut beberapa refernsi, penampilan Mata Hari itu tidak mencerminkan sebagai terpidana mati. Ia mengenakan jubah panjang, topi lebar, dan mengenakan sarung tangan yang masih baru.
Ditambah lagi, Mata Hari tidak memakai penutup mata. Ada yang menyatakan bahwa itu adalah keinginan Mata Hari sendiri. Mata Hari seolah-olah tidak takut akan kematian.
Bahkan ia disebutkan sempat memberikan ciuman jarak jauh pada yang hadir di sana. Akhirnya satu peluru menembus dada penari erotis tersebut.
Mata Hari roboh, seorang petugas kemudian menghampiri Mata Hari dan menembak di bagian kepalanya untuk memastikan bahwa Mata Hari telah mati.
Kematiannya masih menjadi misteri.
Apakah benar bahwa Mata Hari sebagai double agent, atau hanya kambing hitam dari kegagalan sebuah rezim? Tentunya kematiannya menjadi misteri yang masih belum bisa terjawab sampai saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H