Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Kisah Yusra Mardini, Atlet Renang yang Sebrangi Lautan Demi Selamatkan Diri

27 Juli 2021   09:59 Diperbarui: 27 Juli 2021   10:28 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yusra Mardini yang tergabung dalam tim pengungsi dipercaya membawa bendera pada pembukaan olimpiade Tokyo 2020. sumber: m.bola.com

Beruntunglah kita lahir di negara yang damai. Jauh dari kata perang maupun gencatan senjata. Andaikan kita lahir di negara dengan kondisi perang yang tidak berkesudahan, apa yang akan kita lalukan? 

Tentunya menyelamatkan diri bukan? Kemudian ke manakah tempat kita untuk menyelamatkan diri tersebut?  Tidak ada yang tahu. Ada yang unik pada pergelaran Olimpiade Tokyo 2020.

Pada upacara pembukaan kemarin, Yunani tampil pada urutan pertama dan membawa bendera negeri para dewa tersebut. Bukan tanpa alasan Yunani berada di urutan pertama. 

Hal tersebut karena Yunani tepatnya di Athena olimpiade itu lahir. Jadi hal tersebut merupakan suatu penghormatan kepada Yunani karena telah melahirkan kompetisi cabang olahraga antarnegara tersebut. 

Kemudian di posisi kedua bukanlah disusul oleh negara lain. Melainkan diiisi oleh atlet yang tergabung dalam Refugee Olympic Team alias atlet pengungsi.

Ini merupakan kali kedua para atlet dari tim pengungsi tampil di olimpiade. Sebelumnya, atlet pengungsi ini tampil di Olimpiade Rio 2016 lalu. 

Hal tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada para atlet. Ini disebabkan karena negara asal para atlet tersebut terlibat konflik yang tidak berkesudahan sampai saat ini.

Jadi para atlet tersebut disatukan dalam satu bendera olimpiade tanpa dilabeli identitas kebangsaan. Mereka tidak bisa mewakili negaranya karena konflik yang sukar selesai. 

Hal ini jelas berkebalikan dengan Rusia. Rusia pada olimpiade kali ini berubah menjadi ROC, hal tersebut karena atletnya terlibat kasus doping. Akibatnya bendera, maupun lagu kebangsaan tidak boleh diputar. 

Jika para atlet pengungsi kehilangan identitas karena konflik, kemudian disatukan dalam satu bendera olimpiade. Maka Rusia identitasnya berupa bendera, lagu kebangsaan hilang karena kasus doping. 

Baca juga artikel lainnya: Mengapa Ada Negara "ROC" di Olimpiade Tokyo 2020?

Atlet dari tim pengungsi bernama Yusra Mardini yang merupakan atlet renang perempuan asal Suriah, dipilih sebagai pembawa bendera dari tim pengungsi di Olimpiade Tokyo 2020.

Yusra Mardini yang tergabung dalam tim pengungsi dipercaya membawa bendera pada pembukaan olimpiade Tokyo 2020. sumber: m.bola.com
Yusra Mardini yang tergabung dalam tim pengungsi dipercaya membawa bendera pada pembukaan olimpiade Tokyo 2020. sumber: m.bola.com

Jalan yang ditempuh perenang cantik tersebut untuk tampil di olimpiade tidak mudah. Suriah yang dilanda perang sipil panjang sampai saat ini, membuatnya memilih untuk melarikan diri dari tempat kelahirannya. 

Itulah cara terbaik untuk menyelamatkan diri dari perang tersebut. Tidak ada cara lain untuk selamat selain meninggalkan kampung halamannya. Tempat di mana ia lahir dan dibesarkan. 

Yusra memang sudah mulai berenang sejak usia 3 tahun. Bahkan, pada tahun 2012 dirinya masih menjadi pemegang rekor nasional Suriah gaya bebas 400 meter dengan waktu 4.56,66 menit.

Namun, bakat berenang tersebut harus terkubur oleh perang sipil yang tidak berekesudahan tersebut. Di kampung halamannya di Damskus Yusra menyaksikan sebuah granat jatuh di atap kolam renang tempat dia berlatih.

Yusra selamat, karena granat tersebut masuk ke dalam air dan tidak meledak. Bisa dibayangkan bukan bagaimana kondisi saat itu. Selamat dari ancaman yang tidak terduga sama sekali. 

Pada tahun 2015, Yusra bersama saudara perempuannya memutuskan untuk meninggalkan Suriah secara illegal alias menjadi imigran gelap. Itulah satu-satunya cara agar selamat dari perang sipil tersebut.

Yusra bersama saudaranya berencana pergi ke Yunani menggunakan sekoci karet. Sekoci tersebut sejatinya hanya memuat maksimal 7 orang penumpang.

Akan tetapi, jumlah pengungsi yang menggunakan sekoci tersebut melebihi kapastias. Akibatnya, di tengah perjalanan tersebut mesin kapal mati dan tidak berfungsi.

Yusra yang memang mempunyai bakat berenang bersama dengan saudaranya memutuskan untuk turun ke laut. Yusra bahkan berenang selama tiga jam untuk sampai ke Yunani.

Pengorbanan tersebut tidak hanya menyelamatkan dirinya, tetapi 20 nyawa lain yang masih berada di sekoci tersebut. Renang telah menyelamatkan hidupnya, begitu kiranya. Setibanya di Yunani, tujuan sebenarnya Yusra adalah Jerman.

Yusra bersama saudarinya kemudian berjalan kaki untuk sampai ke Jerman. Meskipun illegal, tetapi hanya ini yang bisa Yusra lakukan. Setibanya di Jerman, Yusra tinggal di Hamburg.

Di Hamburg Yusra kembali mengasah kemampuannya di klub renang Waaserfreunde Spandu yang diisi oleh atlet renang prosional Jerman. Yusra bisa berlatih dengan aman tanpa ancaman granat yang menimpa di atap kolam renangnya.

Yusra akhirnya bisa turun di Olimpiade Tokyo 2020 setalah melewati babak kualifikasi. Meskipun menjadi tim pengungsi, tetapi itulah cita-citanya sebagai atlet yaitu bermain di olimpiade.

Olimpiade Tokyo bisa jadi merupakan ajang terkahir baginya, karena Yusra bercita-cita untuk menjadi warga negara Jerman. Namun, perjalanan Yusra harus terhenti di Olimpiade Tokyo 2020.

Yusra harus tersingkir setelah menempati posisi ketujuh di fase kualifikasi 100 m gaya bebas. Jika Yusra ingin tampil di Olimpiade selanjutnya sebagai orang Jerman, Yusra harus bisa menembus rekor pribadinya.

Di Jerman rata-rata untuk 400 meter di bawah empat menit. Dengan begitu, Yusra tidak akan bisa tampil mewakili Jerman, Suriah, atau tim pengungsi. Yusra beserta saudarinya juga tercatat pernah menjadi duta termuda di badan Pengungsi PBB (UNCHR) sejak 2017 lalu.  

Tentunya, tidak ada seorang pun yang ingin meninggalkan tanah kelahiran dan memilih menjadi warga negara lain. Setiap orang yang mempunyai rasa nasionalisme pasti ingin membawa nama tanah air ke pentas dunia.

Namun, dari kisah di atas, tidak semua orang mempuyai kesempatan yang sama.
Hak-hak tersebut justru direnggut oleh perang yang tidak berkesudahan. Perang hanya menyajikan kesengsaraan, tidak ada yang diuntungkan dalam perang.

Tidak heran jika Yusra meninggalkan negaranya karena ingin hidup aman, dilindungi, sebuah prinsip dasar hidup manusia. Meskipun timur tengah terus bergejolak, dan entah kapan akan berakhir. Semoga saja kata perdamaian tercapai di sana. 

Semoga saja kisah Yusra di atas menjadi pelajaran bagi kita untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita terbebas dari belenggu kolonialisme dengan cara persatuan. Untuk itu, sebagai penerus kita hanya menjaga api persatuan tersebut agar tidak padam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun