Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mengapa Ada Negara "ROC" di Olimpiade Tokyo 2020?

26 Juli 2021   10:09 Diperbarui: 26 Juli 2021   12:04 5122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera negara ROC salah satu peserta pada olimpiade Tokyo 2020. Via: bolasport.com

Olimpiade adalah pesta olahraga berskala internasional yang mempertandingkan cabang-cabang olahraga. Olimpiade sendiri digelar 4 tahun sekali. Entah itu olimpiade musim panas atau musim dingin.

Setiap negara dan atlet tentunya ingin berpartisipasi pada olimpiade. Siapa yang tidak ingin mengibarkan bendera dan lagu kebangsaan di negara orang lain, tentunya menjadi kebanggaan tersendiri.

Beberapa kalangan menyatakan bahwa hanya ada dua cara mengibarkan bendera kebangsaan di negara lain. Yang pertama adalah kedatangan kepala negara, dan kedua adalah melalui olahraga.

Cara yang pertama tentu tidak asing, sebab hal tersebut merupakan suatu kewajiban dari sebuah negara untuk menyambut kepala negara lain. Jadi memang seperti itulah protokolnya.

Berbeda dengan cara yang kedua, yaitu melalui olahraga. Bendera dan lagu kebangsaan yang diputar bukan lagi kewajiban, akan tetapi satu penghormatan atas prestasi yang diraih.

Dari sisi manapun, tentunya cara kedua begitu emosional untuk dirasakan. Tentunya, para atlet yang tampil di event internasional pastinya memimpikan cara yang kedua ini.

Lantas, apa jadinya jika kesempatan kedua itu hilang bahkan diboikot? Tentunya atlet tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengibarkan dan mengumandangkan lagu kebangsaannya di negara lain. 

Jelas ini sebuah kerugian besar, entah itu bagi negara maupun atlet itu sendiri. Hal tersebut dialami oleh Rusia. Nasib Rusia pada Olimpiade Tokyo 2020 sebenarnya terancam tidak bisa tampil.

Hal tersebut karena atlet Rusia yang turun dalam cabang atletik terlibat kasus doping pada Olimpiade Musim Dingin Sochi pada tahun 2014 lalu.

Ada belasan atlet Rusia yang dicurigai memakai doping pada gelaran olimpiade tersebut termasuk 15 peraih medali emas. Mereka dalam program doping yang dikontrol negara tersebut.

Kecurigaan tersebut bermula pada tahun 2015. Melalui komisi yang dibentuk oleh Badan Anti Doping Dunia (WADA) melakukan sebuah penyelidikan.

Bukti tersebut didapatkan berdasarkan data dari whistleblower pada Olimpiade Musim Dingin sochi. Hal tersebut membuat Federasi Atletik Rusia dihukum oleh Federasi Atletik Internasional.

Seharusnya, karena kasus doping terebut, Rusia tidak boleh bermain pada Olimpiade Rio tahun 2016 lalu. Akan teapi, Rusia tetap tampil pada olimpiade tersebut dan berhasil meraih 19 medali emas.

Ancaman hukuman bagi Rusia muncul tahun 2019. WADA merekomendasikan agar Rusia mendapatkan larangan dari Komite Olimpiade Internasional (IOC) selama empat tahun dalam event olahraga dunia.

Hal tersebut karena Badan Anti Doping Rusia (RUSADA) tidak koperatif dalam kasus yang diselidiki WADA. RUSADA dianggap tidak memberikan data yang lengkap terkait kasus doping yang menimpa atletnya.

Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) kemudian menjatuhkan sanksi final kepada Rusia, Rusia dibekukan selama dua tahun dari dunia olahraga. Itu arinya, Rusia terancam tidak bisa bermain pada Olimpiade Tokyo 2020 dan Piala Dunia Qatar 2022.

Seperti yang diketahui, tidak ada nama Rusia dalam kualifikasi Piala Dunia 2022 di Qatar. Akan tetapi, untuk Olimpiade Tokyo Rusia melakukan siasat agar mereka bisa tampil. Rusia akhirnya melakukan banding pada IOC.

Akhirnya IOC menerima banding tersebut dan Rusia bisa tampil di Olimpiade Tokyo 2020. Akan tetapi, Rusia harus mengikuti beberapa syarat agar bisa berpartisipasi pada Olimpiade Tokyo 2020.

Rusia tidak boleh menggunakan nama “Rusia” dan diganti dengan nama baru yaitu Russian Olimpic Comitee (ROC).
Selain itu, bendera dan lagu kebangsaan juga tidak boleh digunakan selama olimpiade tersebut.

Untuk lagu kebangsaan sendiri diganti dengan Piano Concerto No. 1 dari Tchaikovsky. Meski begitu, atlet Rusia masih bisa memakai seragam warna merah, putih, dan biru.

Selain itu, televisi juga tidak boleh menyebut nama Rusia, tetapi harus diganti dengan nama ROC. Beberapa negara melakukan kririk terkait ini, hal itu karena IOC dianggap tidak tegas memberikan hukuman pada Rusia.

Dari kasus di atas, jelas bahwa ini merupakan sebuah kerugian. Seperti yang diulas pada awal artikel ini, salah satu cara mengibarkan bendera dan memutar lagu kebangsaan di negara orang lain adalah melalui olahraga.

Lantas jika seperti itu, sebenarnya mereka mewakili siapa? Mungkin disebut netral. Jika pun ada yang berhasil meraih emas, lagu yang diputar adalah bukan lagu kebangsaan, begitu juga dengan bendera yang berkibar.

Jadi, bisa dibayangkan bukan momen sakral yang diimpikan setiap atlet tersebut berkurang. Menjadi pemenang untuk diri sendiri begitulah kiranya.

Tetapi tidak ada rasa kebanggaan yang jauh lebih luas, yaitu membawa rasa bangga tempat kelahiran sekaligus menjadi identitas sang atlet. Jika identitas itu hilang, lantas untuk apa bertanding dan mewakili siapa?

Tentu saja apa yang dilakukan Rusia tidak patut dicontoh. Hal tersebut karena melanggar prinsip dalam dunia olahraga, yaitu bermain adil. Semua atlet tentunya berambisi menjadi pemenang pada setiap pertandingan yang dijalani.

Akan tetapi, untuk mencapai kemenangan tersebut harus diraih dengan cara yang adil. Mendapatkan kemenangan dengan cara murni, yaitu dengan kerja keras dan kemampuan kita yang dilatih terus menerus akan menjadi lebih berkesan dibanding dengan bantuan obat.

Hal tersebut hanya membuktikan bahwa sang atlet sudah kalah sebelum perang, dan sudah mengetahui dirinya tidak akan berbicara banyak. Bukannya kekurangan tersebut ditambal dengan kerja keras dan latihan, tetapi justru memilih jalan instan dan menciderai sikap sportifitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun