Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

"Max Havelaar", Buku yang Membunuh Kolonialisme Hindia Belanda

16 Juli 2021   10:19 Diperbarui: 16 Juli 2021   10:48 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Max Havelaar karya Multatuli di Museum Multatuli, Rangaksbitung, Lebak, Banten. Via antaranews.com

Karena aku lelaki terhormat dan makelar kopi. ~Droogstoppel~ 

Itulah awal petikan buku Max Havelaar yang saya baca. Buku ini sudah lama menghiasi rak buku saya, saya hanya tertarik untuk mengulasnya saja.

Awal perkenalan dengan buku ini ketika saya membaca seri novel bumi manusia. Di buku tersebut, Minke begitu mengidolakan sosok Multatuli dengan karya Max Havelaarnya.

Akhirnya saya memutuskan untuk mencari tahu seperti apa buku tersebut. Dan ya, tidak salah memang buku tersebut untuk dibaca, karena buku tersebut begitu memotret kondisi yang ada pada saat itu.

Awal cerita buku ini dimulai di Belanda dengan sosok yang mencintai kebenaran yaitu Droogstoppel. Selain itu dia juga dikenal sebagai Makelar kopi berpengalaman.

Diceritakan, Droggstoppel bertemu dengan seorang teman yang menyelamatkannya dulu. Teman tersebut ia namakan Tuan Sjalmaan, karena memaki syal di lehernya.

Sjalmaan tidak mempunyai modal untuk menerbitkan sebuah buku. Sjalmaan yakin bukunya akan laris manis, tentunya kita tahu bahwa Sjalmaan dalam buku ini adalah alter ego dari sang penulis yaitu Multatuli.

Mutatuli sendiri adalah nama pena, nama aslinya adalah Eduard Douwes Dekker. Singkat cerita buku Tuan Sjalman diterbitkan oleh Tuan Droggstopple dengan satu syarat, judul dari buku ini harus "Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda."

Meskipun fiksi, akan tetapi potret yang disajikan dalam novel ini benar-benar nyata. Fiksi adalah cara terbaik untuk menyampaikan kebenaran, begitu kiranya yang bisa saya simpulkan.

Buku ini berlatar belakang di Rangkasbitung, Lebak Banten. Seorang asisten residen baru yang bernama Max Havelaar mengisi posisi tersebut dan ditugaskan di sana.

Kita juga tahu bahwa Max Havelaar adalah alter ego dari sang penulis yaitu Multatuli. Multatuli memang pernah bertugas sebagai asisten residen di Rangkasbitung.

Oleh karenanya, buku ini merupakan berisi pengalaman yang dirasakan penulis dan diabadikan ke dalam sebuah karya sastra yang legendaris.

Dalam novel ini saya jadi tahu, betapa hebatnya jika kolonislisme dipadukan dengan feodalisme, hasilnya jelas tirani. Bangsa Belanda dengan cerdik memanfaatkan para bangsawan untuk melancarkan keinginannya.

Orang Belanda tahu, jika meminta langsung kepada rakyat seperti kerja paksa tentu tidak akan dituruti. Bangsa kita waktu itu begitu turut dan tumut pada rajanya, apa yang raja minta pasti akan dilaksnakan.

Sekalipun perintah tersebut bisa membuat sengsara, jika raja yang meminta pasti dilakukan. Akhirnya, para pejabat Belanda saat itu menawari bangswan untuk mengisi posisi di pemerintahan Hindia Belanda.

Mungkin dari sanalah, para bangsawan selalu menduduki pemerintahan. Jika tidak, tentunya setiap orang yang berkuasa akan menciptakan koloni-koloni untuk mempertahankan kekuasaan agar tidak jatuh ke tangan orang lain.

Nah di tangan para bangsawan inilah kerja paksa terjadi. Para bangsawan hanyalah kepanjangan tangan kolonialisme Belanda, para bangsawan tersebut hidup mewah sedang rakyatnya menderita.

Inilah yang terjadi, kolonilisme yang dipadukan dengan feoadalisme. Kondisi inilah yang dipotret dalam Max Havelaar. Havelaar sendiri digambarkan sebagai sosok yang peduli pada kaum pribumi.

Havelaar rela habis harta hanya untuk melindungi hak-hak pribumi. Inilah kondisi yang ada pada saat itu. Belanda yang paham betul dengan adat timur Bangsa Indonesia memanfaatkannya dengan menggaet para bangsawan.

Di sisi lain, para bangsawan tersebut bagi saya menggadaikan kehormatannya. Tidak kurang seperti memakan bangaki saudaranya. Ternyata, cara tersebut masih digunakan sampai saat ini, khususnya dalam hal politik.

Untuk memenangkan hati kaum akar rumput, cukuplah dekati pemimpin atau tokoh yang mereka cintai, entah itu tokoh agama, negarawan dan lain-lain. Nah, katakanlah jika seorang ulama besar sudah dekat dengan kandidat tertentu, maka dengan segenap hati umat akan ikut.

Strategi tersebut masih ada tapi dalam warna yang berbeda. Terbitnya Max Havelaar sendiri membuka pintu hati orang-orang Belanda, mereka jadi tahu bahwa Belanda tidak akan makmur tanpa orang-orang yang ada di Hindia Belanda.

Secara tidak sengaja, efek dari buku ini menuntut agar pihak Belanda untuk membalas budi pada bangsa Indonesia. Hasilnya adalah politik balas budi alias politik etis.

Orang yang mengampanyekan gerakan ini adalah Van Deventer. Politik etis meliputi irigasi, imigrasi, dan edukasi. Hasilnya, melalui kebijakan politik balas budi ini para pribumi Indonesia berhasil mendapatkan pendidikan yang layak.

Namun, gerakan ini justru menjadi bumerang bagi Belanda. Lewat edukasi, maka lahir golongan terpelajar yang dengan lantang menolak kolonialisme. Lahirnya golongan terpelajar membuat gerakan kemerdekaan menjadi modern.

Para terpelajar ini berjuang melalui organsisasi, katakanlah Boedi Oetomo, PNI, hingga Sarekat Islam. Besarnya pengaruh Max Havelaar telah memberikan pandangan baru bagi bangsa Indonesia yaitu merdeka.

Satu hal yang bisa kita petik, kolonialisme tidak abadi. Lambat laun akan runtuh juga oleh gerakan-gerakan kecil yang kemdian menjadi gelombang begitu besar.

Bagi saya Max Havelaar bukanlah sekedar karya sastra. Tetapi potret yang terjadi pada Bangsa Indonesia pada saat itu, dan mungkin pada saat ini dalam rupa yang berbeda.

Buku ini menjadi bacaan yang wajib bagi saya. Dari buku ini kita jadi tahu ternyata kolonialisme yang terjadi tidak seutuhnya oleh bangsa asing, melainkan ada peran dari bangsa sendiri yang menggadaikan kehormatannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun