Kita juga tahu bahwa Max Havelaar adalah alter ego dari sang penulis yaitu Multatuli. Multatuli memang pernah bertugas sebagai asisten residen di Rangkasbitung.
Oleh karenanya, buku ini merupakan berisi pengalaman yang dirasakan penulis dan diabadikan ke dalam sebuah karya sastra yang legendaris.
Dalam novel ini saya jadi tahu, betapa hebatnya jika kolonislisme dipadukan dengan feodalisme, hasilnya jelas tirani. Bangsa Belanda dengan cerdik memanfaatkan para bangsawan untuk melancarkan keinginannya.
Orang Belanda tahu, jika meminta langsung kepada rakyat seperti kerja paksa tentu tidak akan dituruti. Bangsa kita waktu itu begitu turut dan tumut pada rajanya, apa yang raja minta pasti akan dilaksnakan.
Sekalipun perintah tersebut bisa membuat sengsara, jika raja yang meminta pasti dilakukan. Akhirnya, para pejabat Belanda saat itu menawari bangswan untuk mengisi posisi di pemerintahan Hindia Belanda.
Mungkin dari sanalah, para bangsawan selalu menduduki pemerintahan. Jika tidak, tentunya setiap orang yang berkuasa akan menciptakan koloni-koloni untuk mempertahankan kekuasaan agar tidak jatuh ke tangan orang lain.
Nah di tangan para bangsawan inilah kerja paksa terjadi. Para bangsawan hanyalah kepanjangan tangan kolonialisme Belanda, para bangsawan tersebut hidup mewah sedang rakyatnya menderita.
Inilah yang terjadi, kolonilisme yang dipadukan dengan feoadalisme. Kondisi inilah yang dipotret dalam Max Havelaar. Havelaar sendiri digambarkan sebagai sosok yang peduli pada kaum pribumi.
Havelaar rela habis harta hanya untuk melindungi hak-hak pribumi. Inilah kondisi yang ada pada saat itu. Belanda yang paham betul dengan adat timur Bangsa Indonesia memanfaatkannya dengan menggaet para bangsawan.
Di sisi lain, para bangsawan tersebut bagi saya menggadaikan kehormatannya. Tidak kurang seperti memakan bangaki saudaranya. Ternyata, cara tersebut masih digunakan sampai saat ini, khususnya dalam hal politik.
Untuk memenangkan hati kaum akar rumput, cukuplah dekati pemimpin atau tokoh yang mereka cintai, entah itu tokoh agama, negarawan dan lain-lain. Nah, katakanlah jika seorang ulama besar sudah dekat dengan kandidat tertentu, maka dengan segenap hati umat akan ikut.