Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Modus Pencopet di Angkutan Umum

15 Juni 2021   11:22 Diperbarui: 15 Juni 2021   12:19 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang pencopet melakukan aksinya di tempat umum. Sumber foto: wartakota.tribunnews.com

Saya adalah orang yang menggunakan angkutan umum jika bepergian. Termasuk ketika menempuh pendidikan tinggi. Angkutan umum sudah menjadi teman sehari-hari. Sampai saya hafal betul setiap supir yang mengendarai angkot tersebut. 

Angkot, bis, ojol maupun kereta api adalah sarana yang membuat badan saya sampai di kampus. Banyak pelajaran yang saya ambil ketika naik angkutan umum. Terutama soal kehidupan. 

Tidak sedikit dari pengguna angkutan umum tersebut merupakan seorang pekerja kasar. Setiap pagi berangkat dan sore pulang. Bau pesing keringat di sana-sini, tetapi keringat itulah yang menghidupi keluarganya.

Dari sinilah saya selalu berpikir bagaiamna susahnya bapak saya mencari uang untuk pendidikan saya. Pelajaran lain yang saya petik di angkutan umum adalah, di angkutan umum kerap terjadi pencopetan. 

Saya memang tidak pernah mengalami itu, sebab saya selalu mengantisipasi di rumah. Dompet dan barang berharga lainnya saya siapkan di tempat aman. Untuk membayar ongkos angkot, saya selalu menyiapkan uang pas di saku. 

Suatu ketika di bulan puasa, seperti biasa saya hendak pergi kuliah naik angkot untuk selanjutnya naik kereta api. Di dalam angkot saya memilih duduk di bagian belakang. Di angkot sendiri sepi. 

Tepat di belakang supir ada seorang ibu-ibu menggunakan perhiasan mencolok. Kemudian datang dua penumpang lainnya. Setelah itu, datang tiga penumpang secara bergiliran. Penumpang pertama duduk di depan bersama supir. 

Dua orang penumpang duduk di depan pintu keluar angkot dan satu orang lain penumpang yang membawa tas duduk di samping si ibu yang memakai perhiasan. Kemudian datang seorang penumpang lelaki.

Tiba-tiba, ketika hendak naik angkot, si lelaki tadi jatuh. Ekspresi dari wajah si lelaki seperti kesakitan. Si lelaki kemudian duduk di dekat ibu-ibu dengan perhiasan menonjol tersebut. 

Si lelaki terus-menerus memegangi kakinya, dia terus menerus memegangi kakinya. Si ibu yang memakai perhiasan tersebut lantas mencoba membantu kaki si lelaki tadi karena panik. Si ibu yang memakai perhiasan begitu iba kepada si lelaki tadi. 

Kemudian si ibu menyarankan agar pergi ke tukang pijat. Tiba-tiba si lelaki tadi meminta turun di angkot, si ibu tetap khawatir dengan kondisi si lelaki. Namun, si lelaki tadi berkata sudah baik-baik saja. 

Ketika turun, ajaibnya si lelaki berjalan dengan lancar. Luka yang didapat ketika jatuh tiba-tiba sembuh. Si ibu curiga, mengapa langsung sembuh seperti jalan tanpa mendapatkan luka. Tiba-tiba, si lelaki yang duduk di depan berkata, "ibu hati-hati mungkin itu pencopet, coba periksa tangan ibu".

Kemudian si ibu memeriksa tangannya, gelang yang dipakai ternyata raib. Si ibu panik, kemudian meminta bantuan untuk mengejar si pencopet. Si lelaki yang duduk di depan bersama supir, dua orang yang duduk di depan pintu keluar angkot dan pembawa tas lantas turun. 

Mereka berkata tidak ingin terlibat dalam aksi tersebut. Si ibu lantas turun kemudian mencoba sekuat tenaga mengejar si bapak yang pura-pura jatuh tadi. Mungkin pembaca mengatakan mengapa saya diam. Saya tidak tahu menahu bahwa itu adalah modus pencopetan. 

Akan tetapi, dari situlah saya menjadi tahu bahwa modus yang dilakukan untuk mencopet seperti itu. Saya sampai hafal betul muka keempat orang yang saya duga memang komplotan pencopet.

Pelaku pertama adalah orang yang duduk di depan bersama supir. Dua orang lainnya adalah mereka yang sengaja duduk di depan pintu keluar dan duduk berhimpitan dengan calon korban alias si pembawa tas. 

Beberapa minggu berselang saya kembali naik angkot. Pemandangan dejavu begitu mirip ketika ada seorang ibu-ibu yang memakai perhiasan. Seperti biasa ada satu penumpang yang duduk di depan bersama supir. 

Saya hafal betul muka tersebut, tidak lama setelah itu datang dua orang yang masih saya hafal betul mukanya. Saya perhatikan apa yang akan terjadi. Si pembawa tas seperti biasa duduk di samping korban. 

Sementara yang satunya lagi duduk di depan pintu keluar. Kemudian datanglah bapak-bapak yang berpura-pura jatuh. Si bapak memaksa duduk di samping korban. 

Seperti biasa si bapak memegangi kakinya yang pura-pura sakit. Si pembawa tas menutupi kaki si bapak, tetapi karena saya sudah tahu modus tersebut saya mengingatkan kepada si ibu dengan gelang yang diapakainya. 

Untungnya si ibu mendengarkan apa yang saya katakan. Sementara itu, penumpang lain memasang tatapan tajam kepada si bapak yang pura-pura sakit kakinya. Kemudian satu persatu mereka turun. 

Si bapak yang pura-pura jatuh turun dan berjalan tanpa rasa sakit. Kemudian si lelaki pembawa tas turun, tidak berselang lama satu temannya yang duduk di depan pintu keluar angkot turun.

Dan satu lagi, seorang yang duduk di depan bersama supir ikut turun. Jadi itulah modus para pencopet yang saya alami. Si orang pertama sengaja duduk di depan bersama supir agar kursi di belakang penuh. 

Kemudian, satu orang yang duduk di depan pintu keluar angkot sengaja duduk di sana agar tempat duduk penuh. Satu lagi, si lelaki yang membawa tas sengaja duduk di samping korban. Kemudian si bapak-bapak yang pura-pura jatuh tepat duduk di dekat korban.

Si bapak-bapak yang pura-pura jatuh pasti akan duduk di dekat si lelaki pembawa tas. Sebab si lelaki inilah pencari target alias korban. Nah mereka berdualah yang menjalankan aksinya. Sementara dua orang lain, mengawasi agar aksi tersebut berjalan lancar. 

Aksi pencopetan tersebut memang sudah direncanakan. Tidak mungkin tunggal. Akan berbahaya juga jika di dalam angkot hanya komplotan pencopet, jika melawan ya sudah tahu risikonya seperti apa. 

Lebih baik kita sendiri yang harus menjaga diri. Ketika naik angkutan umum, jangan menggunakan pakaian atau perhiasan mencolok. Sebisa mungkin dompet disimpan di tempat aman. 

Nah sebaiknya, ketika hendak naik angkutan umum. Gunakan uang pas, jangan sekali-kali ketika membayar ongkos kita mengeluarkan dompet di depan umum. 

Itu hanya akan mengundang kejahatan. Itulah yang saya lalukan ketika kuliah dulu. Saya sengaja menukarkan uang menjadi recehan. Itu disiapkan untuk membayar ongkos. Jadi ketika membayar ongkos, saya selalu membayarnya dengan uang pas. 

Nah mungkin itulah pengalaman yang bisa saya bagikan di sini. Semoga tulisan saya ini bisa memberikan manfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun