Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Halal bi Halal, Tradisi Bermaafan Khas Bangsa Indonesia

8 Mei 2021   06:31 Diperbarui: 11 Mei 2021   19:53 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi halal bi halal. Foto: shutterstock via okezone.com

Bulan ramadhan di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri. Beberapa tradisi yang ada di bulan ramadhan mungkin hanya ditemui di Indonesia. Misalnya imsak, membangunkan sahur, dan masih banyak lagi. 

Di momen idul fitri sendiri memiliki beberapa ciri khas, misalnya mudik. Meskipun kegiatan mudik alias pulang kampung bisa dilakukan selain di bulan ramadhan. Tetapi mudik hanya ditemui saat menjelang idul fitri saja. 

Satu lagi kegiatan idul fitri yang menjadi ciri khas di Indonesia adalah halal bi halal. Secara universal halal bi halal adalah momen saling membukakan pintu maaf, meskipun di bulan lain memang harus demikian. 

Sama halnya dengan mudik, halal bi halal hanya ada di momen idul fitri saja. Membuka pintu maaf selain pada momen idul fitri, belum tentu disebut halal bi halal tetapi silaturrahmi seperti biasa. 

Bahkan halal bi halal sudah menjadi semacam tradisi. Di kampung-kampung, biasanya selepas shalat idul fitri, maka akan berkeliling rumah tetangga seraya saling bermaafan. Tentunya hal tersebut sambil ditemani dengan makanan khas lebaran yaitu ketupat dan opor ayam. 

Biasanya sebelum memulai aktivitas seperti biasa, baik itu dalam instansi pendidikan, pemerintahan, atau lingkungan kerja, terlebih dahulu melakukan halal bi halal dengan teman sekantor. 

Saat sekolah dulu, hari pertama setelah libur panjang puasa diisi dengan halal bi halal. Semua siswa dikumpulkan dalam satu lapangan dan saling bersalaman. Tidak lupa para guru juga ikut serta hadir.

Kegiatan halal bi halal sendiri tidak hanya berlaku bagi sesama muslim. Akan tetapi, di tempat saya nonmuslim ikut serta, tetangga saya yang nonmuslim selalu ikut meramaikan.

Ketika saya berkeliling ke rumah tetangga, tetangga saya yang nonmuslim sudah berdiri di depan pintu rumahnya, dan setiap orang yang lewat disalami seraya mengucapkan "mohon maaf lahir batin." 

Halal bi halal sejatinya salah satu cara untuk menjaga kerukunan umat beragama. Oleh karenanya keberadaannya menjadi penting untuk merawat kebhinekaan.

Memang dari segi bahasa, halal bi halal merupakan bahasa Arab. Akan tetapi, orang Arab tidak mengetahui dengan pasti istilah ini. Halal bi halal merupakan kreasi dari bangsa Indonesia. 

Dikutip dari NU Online, menurut sejarahnya, halal bi halal merupakan kreasi antara salah satu pendiri NU Kiai Wahab Chasbullah dengan Presiden RI pertama Ir. Soekarno. 

Pada awal kemerdekaan RI, kondisi politik dalam negeri sedang tidak stabil, terutama di kalangan elit politik. Bung Karno kemudian meminta saran kepada Kiai Wahab untuk mengatasi masalah tersebut. 

Kiai Wahab lantas mencetuskan silaturrahmi karena sebentar lagi menghadapi idul fitri. Tetapi Bung Karno merasa istilah tersebut biasa saja, Bung Karno menginginkan istilah lain. 

Oleh karena permusuhan, perbuatan tidak memaafkan satu sama lain itu haram. Maka Kiai Wahab mencetuskan istilah halal bi halal untuk menggantikan istilah silaturrahmi. 

Sedangkan menurut Prof. Nazaruddin Umar dalam opininya di detik.com, halal bi halal justru muncul dari rasa bingung para pemuda mesjid Kauman di Yogyakarta. Mereka bingung mengusung tema dalam dua momen istimewa.

Momen pertama adalah idul fitri, momen merdekanya spiritualitas kita setelah berhasil melewati bulan suci ramadhan. Momen kedua adalah kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Seperti yang diketahui, Indonesia merdeka dari kolonialisme Belanda pada hari Jum'at di bulan ramadhan. Akhirnya diadakan sayembara kecil-kecilan untuk mengisi dua momen tadi. 

Salah seorang seniman asal Yogyakarta mengusulkan halal bi halal. Pada intinya adalah silaturrahmi, saling memaafkan, saling menghalalkan. Momen tersebut sejatinya untuk merawat persatuan. 

Terlepas dari versi mana yang benar, halal bi halal merupakan salah satu cara untuk menjaga persatuan. Meskipun kedua asal usul halal bi halal di atas berbeda. Intinya hanya satu, yaitu silaturrahmi. 

Seperti yang diketahui, silaturrahmi adalah menjaga persaudaraan. Artinya halal bi halal tidak saja hanya istilah biasa, tetapi mempunyai makna filosofis yang mendalam, yaitu untuk menjaga kebhinekaan. 

Kini halal bi halal sudah menjadi budaya di Indonesia. Halal bi halal tidak hanya sekedar membuka pintu maaf, akan tetapi merekatkan persatuan antarumat beragama. Itulah makna filosofis halal bi halal yang hanya dipahami oleh bangsa kita. 

Halal bi halal di masa pandemi

Lebaran tahun ini masih sama dengan tahun lalu, yaitu dalam keadaan pandemi. Secara tegas Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melarang ASN atau pejabat daerah untuk melakukan halal bi halal atau open house. 

Hal itu disampaikan melalui Surat Edaran Nomor 800/2794/SJ tentang Pembatasan Kegiatan Buka Puasa Bersama pada Bulan Ramadhan dan Pelarangan Open House/Halal bi Halal pada Hari Raya Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 yang ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada Selasa (4/5/2021).

Hal tersebut merupakan salah satu bentuk untuk mencegah penularan covid-19. Kita harus belajar dari India yang mengalami gelombang tsunami covid-19.

Salah satu penyebabnya adalah upacara keagamaan yaitu mandi di sungai gangga tanpa memerhatikan protokol kesehatan dengan baik. Halal bi halal sejatinya merupakan bentuk ibadah. 

Yaitu menjalin tali silaturrahmi antarsesama, akan tetapi jangan sampai tujuan mulia tersebut justru berubah menjadi bencana, tentunya itu menjauh dari esensi beribadah. 

Meskipun tidak bisa melakukan silaturrahmi secara fisik, kita diberikan kemudahan oleh teknologi untuk tetap menjaga persaudaraan tadi. Halal bi halal atau silaturrahmi dengan memanfaatkan teknologi tidak mengurangi esensi ibadah sama sekali. 

Justru kita melakukan satu kebaikan lain, yaitu mencegah penularan penyakit. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari ibadah, yaitu menjaga orang yang kita cintai dari penularan virus. 

Selain tetap menjaga persaudaraan dan kerukunan, silaturrahmi dengan memanfaatkan teknologi juga menjaga orang yang kita cintai untuk tetap sehat, dan tentunya meringankan beban tenaga medis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun