Sanikem digamabarkan sebagai tipikal wanita pribumi yang cerdas, tegar, tegas, dan mandiri. Nyai Ontosoroh digambarkan sebagai wanita yang sanggup memperjuangkan nasibnya keluar dari penjajahan pikiran, penjajahan kebebasan.
Sanikem adalah orang yang tidak ragu dan berani mengungkapkan pendapatnya secara bebas dan terbuka. Bahkan Sanikem dengan lantang melawan pengadilan putih. Satu hal yang tidak pernah terjadi pada saat itu, pribumi melawan kelas Eropa.Â
Dikisahkan, anak resmi Herman Mellema yang bekerja sebagai pengacara datang ke Hindia Belanda. Dia hendak menuntut ayahnya, ibunya dan dirinya ditelantarkan di Belanda.Â
Sementara di Hindia Belanda kekayaan Herman Mellema begitu banyak. Satu hal yang perlu digarisibawahi adalah, hasil kekayaan itu adalah usaha keras Nyai Ontosoroh dalam memimpin perusahaan.Â
Kekayaan tersebut adalah hasil usaha Sanikem bukan Herman Mellema, sebab Herman Mellema sudah terjerumus ke dalam dunia gelap, dunia pelacuran yang nahasnya diikuti oleh anaknya Robert Mellema.
Pemikiran modern Nyai Ontosoroh digambarkan ketika masuk ke landraad alias pengadilan untuk. Nyai memasuki landraad menggunakan sepatunya, kemudian petugas menyuruh melepas sementara orang Eropa memakai sepatu.Â
Dengan prinsip Revolusi Prancis yaitu persamaan, Nyai Ontosoroh enggan melepas sepatunya ketika bersidang. Tidak ada kata pribumi maupun non pribumi. Semuanya sama, dibalut dalam persaudaraan.Â
Tapi apa daya. Pengadilan putih berkata lain, status gundik mengubah segalanya. Si anak resmi Herman Mellema diceritakn berhasil menang, segala asset Herman Mellema berpindah tangan.Â
Bahkan diceritakan Annelis si bunga akhir abad ikut serta dibawa ke Belanda. Tetapi Sanikem tidak diam saja, dia melawan, seperti kutipan awal artikel ini. "Kita sudah melawan sebaik-baiknya dan sehormat-hormatnya."
Yang kita bisa ambil dari kisah fiksi ini jelas adalah pendidikan itu penting. Seseorang yang tidak tahu apa-apa, seseorang yang dalam kelas sosial dianggap rendahan bisa menjelma menjadi karakter yang kuat.Â
Dengan pendidikan, ketekukan untuk belajar membuat Sanikem bangkit dari keterpurukan. Harga diri yang dijual demi jabatan tidak membuat Nyai Ontosoroh lantas menyerah. Dengan pendidikan, karakter, pemikiran, dan cara berpandangan bisa berubah.Â