Turnamen pramusim di Indonesia memang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari nama turnamennya. Semua pemerintahan yang bergerak di eksekutif pernah menggelar turnamen sepakbola.
Sebut saja Piala Presiden, mungkin hanya di Indonesia seorang kepala negara mengadakan turnamen sepakbola. Di daerah juga tak mau kalah, kita mengenal turnamen Gubernur Kaltim, Gubernur Jatim misalnya.
Turnamen yang berbau aparat penegak hukum dan keamanan juga pernah digelar. Misalnya ada turnamen Piala Bhayangkara yang digelar pada 216 lalu, kala itu Arema FC dan Persib Bandung tampil di babak final. Arema keluar sebagai juara.
Jika Piala Bhayangkara berbau kepolisian, maka ada satu turnamen lagi yang kental dengan TNI. Yaitu Piala Jenderal Sudirman. Jika saya tidak salah dari hasil dua gelaran itu muncul klub yang kental dengan nuanasa dua aparat keamanan tadi.
Sebut saja PS TNI dan Bhayangkara FC. Sekarang ada satu lagi turnamen, nama turnamen ini kental dengan instansi kementerian, yaitu Piala Menpora. Tinggal menunggu klub yang dibawahi kementerian, mungkin.Â
Piala menpora kini hampir rampung, tinggal satu laga lagi akan diketahui siapa yang akan menjadi kampiun piala kementerian ini. Piala menpora merupakan rangkaian dalam menyambut Liga 1 nanti.
Turnamen ini menjadi tolok ukur dalam penyelenggaraan liga yang rencananya akan bergulir bulan Juli. Kepastian itu disampaikan langsung oleh Ketua PSSI, semoga saja lancar sampai nanti.Â
Sebelumnya saya ingin mengapresiasi  kepada para pemain yang sudah berpartisipasi di piala menpora. Terima kasih karena sudah bersedia menghibur para pecinta sepakbola tanah air, mengingat sudah hampir satu tahun sepakbola kita mati suri.
Untuk para fans yang klubnya tidak lolos sampai babak final jangan sedih, ini hanya laga pramusim. Kejuaraan yang sesungguhnya adalah Liga 1 nanti.
Babak final sendiri sudah digelar pada hari Kamis kemarin, bukan main, klub yang memasuki babak final dalam piala menpora merupakan klub yang mempunyai rivalitas tinggi. Disebut El Classico-nya Indonesia, yaitu Persija Jakarta vs Persib Bandung.
Kedua klub memang mempunyai sejarah panjang dalam sepakbola Indonesia, ditambah lagi kedua pendukung klub mempunyai loyalitas tinggi. Persaingan tidak hanya di klub maupun pemain, tetapi menyentuh ranah supporter. Kegiatan anarkisme supporter kedua tim pernah menjadi catatan kelam rivalitas tim ini.
Pantas saja jika laga final kemarin disebut sebagai final ideal. Meskipun dalam laga kemarin Persib Bandung bermain tidak seperti biasanya. Malah melempen, di 10 menit awal sudah kebobolan dua gol, dan harus mengakui keunggualan Persija sampai akhir laga.
Yang menarik dari final ini adalah dua leg. Mengapa bisa dua leg seperti itu? Apakah panitia tidak melihat kondisi pemain yang bermain dalam turnamen tersebut? Coba kita lihat kembali, kedua tim bermain sangat padat dari semi final sampai final.
Persija bermain di semi final leg kedua melawan PSM Makassar pada hari Minggu tanggal 18 April, mereka hanya membutuhkan waktu istirahat selama tiga hari dan bermain kembali pada tanggal 22 April kemarin.Â
Lebih parah lagi Persib Bandung, Persib bermain di semi final pada tanggal 19 April, dan Persib mempunyai waktu istirahat  lebih sedikit dibanding Persija, yaitu dua hari sebelum final kemarin.
Kemudian kedua tim harus sudah bermain kembali pada hari Minggu tanggal 25 April untuk leg kedua di Solo nanti. Kedua tim hanya mempunyai waktu istirahat selama dua hari, itu belum tentu dipotong latihan.
Jadi dalam rentang satu minggu terakhir kedua tim sudah bermain tiga kali, dan jarak waktu istirahat begitu mepet.
Wajar saja jika ada satu tim yang bermain kurang maksimal, karena jadwal yang padat tersebut. Belum lagi sebagian besar pemain kita tengah menjalankan ibadah puasa, ditambah lagi para pemain sudah vakum bermain bola hampir satu tahun karena pandemi.
Kondisi para pemain belum pulih seutuhnya. Mengapa laga final tersebut tidak digelar satu laga saja alias single match dan memberikan waktu istirahat yang lebih pada pemain?
Mungkin saja dengan waktu istirahat pemain yang cukup, laga final akan lebih seru. Pemain dari kedua klub mempunyai cukup waktu untuk pemulihan fisik.Â
Anehnya untuk perebutan tempat ketiga turnamen ini hanya digelar satu laga saja, megapa bisa demikian? Seharusnya untuk partai final juga begitu.
Jadwal yang padat dalam rentang satu minggu tersebut bagi saya membuat pemain tidak bisa menampilkan permainan terbaiknya. Saya tidak mengerti mengapa laga final bisa dua leg, toh Liga Champions saja yang menggunakan sistem kandang tandang dari fase grup, dalam laga final hanya dilakukan satu kali.
Atau ada udang dibalik rempeyek? Yang bermain kan dua klub besar yang mempunyai rivalitas tinggi, supporter yang loyal, pastinya akan mendapatkan antusias yang tinggi dari masyarakat.
Mungkin jika digelar dua laga, maka akan mendapatkan dua udang dibalik rempeyek sekaligus, dan dua antusiasme masyarakat yang menonton sekaligus, mungkin akan berlipat ganda semuanya.Â
Keanehan ini didasarkan satu laganya perebutan tempat ketiga, mungkin saja panitia di sana berpikir begini. Ah Cuma perebutan tempat ketiga, gak seantusias final, yang main juga klub yang tidak mempunyai rivalitas tinggi seperti partai final. Jadi satu laga saja sudah cukup. Mungkin.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI