Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Hadiah untuk Hari Kartini, Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

21 April 2021   08:02 Diperbarui: 21 April 2021   10:38 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 21 April merupakan hari lahirnya pahlawan emansipasi wanita Indonesia, yaitu R.A. Kartini. Kartini merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang peduli dengan nasib kaum perempuan. Oleh karenanya setiap tanggal 21 April diperingati sebagai hari kartini

Kartini begitu vokal dalam menyuarakan kesetaran bagi perempuan. Kartini memperjuangkan gagasan-gagasannya dalam bentuk tulisan. Gagasan tersebut abadi, dan masih relevan sampai saat ini. 

Perempuan di zaman Kartini tidak dihargai seperti laki-laki. Tidak ada kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki. Perempuan jauh tertinggal dari kaum lelaki dari segala aspek. 

Dari segi pendidikan, sosial, bahkan politik perempuan dianggap sebelah mata. Stigma perempuan hanya untuk di dapur dan menjadi ibu rumah tangga begitu melekat, dan budaya pada saat itu memang begitu. 

Selain menyuarakan kesetaraan, ada budaya kolot yang harus dilawan yaitu budaya patriarki. Zaman telah berganti, perjuangan Kartini diteruskan oleh Kartini generasi sekarang. 

Mungkin di beberapa aspek kesetaraan itu sudah didapat. Misalnya untuk sektor pendidikan, politik, bahkan pemerintahan. Sudah banyak para Kartini yang berkecimpung di sektor tadi. 

Akan tetapi, perempuan masih saja menjadi objek pemuas lelaki tak bermoral. Dalam sektor inilah perempuan seringkali mendapatkan perilaku yang tidak adil. 

Dalam kasus kekerasan seksual, perempuan acap kali dianggap sebagai pemicu terjadinya kejahatan tersebut. Berbagai macam alasan dialamatkan kepada perempuan. Misalnya karena pakaian yang terbuka sehingga mengundang berahi kaum lelaki. 

Hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan. Buktinya orang-orang yang berpenampilan tertutup saja masih mendapatkan perlakuan semacam itu. Ditambah lagi aturan hukum yang tidak mengakomodir kepentingan korban, khususnya perempuan. 

Secercah harapan muncul. Ada satu rancangan undang-undang yang berpihak pada perempuan, yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Namun dinamika politik yang terjadi di Senayan berkata lain, undang-undang tersebut pada 2020 lalu ditarik dari prolegnas. Harapan baru kembali muncul, RUU PKS kini masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2021. 

Urgensi RUU PKS bagi perempuan

Menurut catatan tahunan  (catahu) Komnas Perempuan pertanggal 5 Maret 2021, jumlah kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus.

Sebanyak 291.677 kasus ditangani oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Lembaga Mitra Komnas Perempuan menangani kasus sebanyak 8.234, dan sebanyak 2.389 kasus ditangani oleh Unit Pelayanan dan Rujukan Komnas Perempuan.

Kasus yang ditangani oleh Unit Pelayanan dan Rujukan Komnas Perempuan  2.124 diantaranya merupakan kasus berbasis gender dan 225 kasus di antaranya adalah kasus tidak berbasis gender atau memberikan informasi.

Dari kasus tersebut yang paling menonjol adalah di ranah personal atau privat, disebut dengan KDRT. Kekerasan terhadap istri menempati posisi pertama dengan presentase 50 persen. 

Di posisi kedua disusul kekerasan dalam masa pacaran sebanyak 20 persen, dan 15 persen adalah kasus kekerasan terhadap anak perempuan, dan sisanya adalah kekerasan yang dilakukan oleh mantan pacar atau mantan suami. 

Kasus di ranah publik sendiri yang paling menonjol adalah kekerasan seksual terhadap perempuan yang meliputi perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, persetubuhan dan percobaan perkosaan.

Angka tersebut menunjukkan bahwa perempuan tidak aman, bahkan di lingkungan terdekat. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual justru dilakukan oleh orang terdekat.

Angka di atas menunjukkan bahwa perlu adanya perlindungan bagi kaum perempuan khususnya dalam bidang hukum.

Di dalam kekerasan seksual perempuan seakan-akan menjadi penyebab utama terjadinya perbuatan tak manusiawi tersebut.

Pada akhirnya, kekerasan seksual adalah satu-satunya kejahatan di mana korban disalahkan. Korban dijadikan kambing hitam atas terjadinya perbuatan tersebut dengan berbagai alasan.

Belum lagi sering muncul pernyataan, “jika tidak mau ya lawan, jika diam saja berarti melayani”. Perkataan tersebut jelas tidak beretika, sangat tidak bisa ditoleransi. Bukannya tidak mau melawan, tetapi secara psikologis korban kekerasan seksual akan mati rasa, itu sebabnya mereka diam.

Di dalam RUU PKS kekerasan seksual dikategorikan menjadi sembilan. Di antaranya pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Di dalam RUU tersebut, kekerasan seksual digolongkan ke dalam bentuk tindakan fisik dan non fisik (verbal) yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain merasa terintimidasi, direndahkan, atau dipermalukan.

Poin yang terpenting bagi saya adalah bentuk non fisik alias verbal. Publik seharusnya mendapatkan edukasi terkait ini. Pelecehan secara verbal dianggap lumrah oleh masyarakat kita. 

Contoh yang paling kecil adalah bersuit dengan mata genit, menatap seorang wanita dengan penuh hasrat. Kebanyakan masyarakat kita yang menganggap perbuatan tersebut adalah hal yang lumrah.

Padahal tidak sedikit perempuan yang merasa risih, terintimidasi, dipermalukan, dan direndahkan. Perempuan seolah-olah hanya sebagai objek pemuas nafsu berahi laki-laki.

Hal sekecil itu seharusnya sudah masuk ke dalam pelecehan terhadap kehormatan perempuan. Tetapi, pelecehan baru dianggap terjadi apabila sudah dalam bentuk fisik alias tindakan, itulah yang terjadi saat ini. 

Kurang adanya edukasi publik yang membuat persepsi itu bertahan sampai sekarang. Kebanyakan orang berpikir bahwa pelecehan itu benar-benar tejadi apabila sudah dalam bentuk fisik atau tindakan. 

Perlindungan terhadap korban

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, dalam kasus kekerasan seksual, perempuan dipadang sebagi pemicu terjadinya kejahatan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal perempuan adalah korban yang sejatinya memang harus dilindungi. 

Diakui atau tidak, Hukum Acara Pidana yang kita gunakan sekarang banyak membicarakan hak tersangka, di dalamnya korban tidak dilibatkan sama sekali. Hak-hak korban tidak disinggung sama sekali. Selama ini kita hanya mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Di dalam RUU PKS, tidak hanya korban saja yang dilindungi tetapi meliputi keluarga korban dan saksi. Hak korban tersebut mencakup hak atas penanganan, hak atas perlindungan, dan hak atas pemulihan.

Pemulihan korban kekerasan seksual menjadi penting, beban psikologis korban jelas berat. Apalagi ketika kembali dalam lingkungan sosial.

Untuk itu, pemulihan ini bertujuan untuk membangkitkan kepercayaan diri dan menghilangkan trauma yang sering kali menghantui korban. 

Yang perlu digarisbawahi adalah adanya rehabilitasi bagi pelaku kekerasan seksual. Rehabilitasi penting dilakukan agar perbuatan serupa tidak terulang kembali.

Perlu dicatat juga, kebanyakan mereka yang melakukan perbuatan tersebut mengalami masalah kekerasan seksual pada masa lalu.
Akibatnya di masa mendatang, mereka berubah menjadi pelaku.

Itulah mengapa pentingnya pemulihan terhadap korban, karena korban bisa saja melakukan hal tersebut di masa yang akan datang.

Adanya pemulihan hak korban dan rehabilitasi, diharapkan bisa mencegah perbuatan tercela tersebut terulang kembali.

Di momen hari Kartini ini, semoga saja pembahasan RUU ini tidak menemui hambatan lagi. Ke depannya undang-undang ini dapat segera disahkan dan diundangkan.

Dengan adanya undang-undang ini, setidaknya para perempuan diberikan rasa perlindungan terutama dalam bidang hukum. 

Selamat Hari Kartini untuk seluruh perempuan di Indonesia. Semoga api perjuangan Kartini terus mengalir dalam sanubari perempuan di Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun