Hasil dari didikan bapak saya menjadikan keluarga kami saling bahu membahu. Ketika kakak pertama saya mempunyai satu masalah dalam keluarganya, kami selalu mendukung dengan solid.Â
Begitu pun seterusnya, yang paling saya rasakan dari didikan bapak saya adalah semua kakak saya dan adik saya bahu membahu untuk menyekolahkan saya sebagai adik laki-laki satu-satunya ini ke jenjang universitas.
Keinginan saya untuk tetap belajar, ditambah dengan didikan orangtua saya untuk saling membantu, membulatkan tekad untuk menyekolahkan saya ke universitas.Â
Saudara saya semuanya perempuan dan berstatus ibu rumah tangga. Tidak ada wanita karir, pekerjaan suami saudara saya juga bukanlah pekerja kantoran, seseorang yang digaji berdasarkan UMR. Tetapi, saudara saya bisa menyisihkan itu untuk pendidikan adik lelakinya ini.Â
Bagi saya, merekalah Kartini sesungguhnya dalam hidup saya. Semua saudara saya ibu dan bapak selalu mendorong saya untuk menjadi sarjana pertama di keluarga kami, dan Alhamdulillah suami dari saudara perempuan saya mendukung itu semua.
Sampai akhirnya saya lulus menjadi sarjana beberapa bulan lalu, gelar yang melekat di belakang nama saya hasil dari kerja Kartini di belakang saya, yaitu kakak saya yang tidak menuntut kesetaraan perihal ini. Akan tetapi, kakak saya selalu mendukung saya untuk tetap maju.Â
"Ingat kau nanti akan menjadi kepala keluarga, punya istri dan anak. Belajarlah dari apa yang kau lihat pada kakakmu." Itu yang selalu diucapkan oleh kakak perempuan saya.
Dan itu pula lah ajaran feminisme yang dianut semua saudara perempuan saya. Meskipun bapak dan ibu saya bukanlah orang terdidik, bukan pejabat, tetapi orangtua saya bisa mendidik anaknya dengan baik. Itu artinya, perihal mendidik anak sepenuhnya dikembalikan kepada pribadi masing-masing.Â
Bapak dan ibu saya tidak tahu apa itu psikologi anak, tidak tahu itu. Tetapi didikan orangtua saya justru mempraktikan ilmu itu sendiri, dan menghindari perseturuan sesama saudara.
Prinsip itulah yang kami pegang, itu adalah didikan dari seorang bapak dan ibu yang SD pun tidak tamat, namun dapat kami rasakan hingga kini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H