Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belum Seumur Jagung, Kapolri Cabut Surat Telegram yang Melarang Media Siarkan Arogansi Polri

7 April 2021   10:26 Diperbarui: 7 April 2021   11:07 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Senin tanggal 5 Arpil 2021 kemarin, Kaplori Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Telegram tentang pedoman peliputan media di lingkungan polri.  

Surat telegram dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 ditandatangani oleh Kadiv Humas Pol Inspektur Jenderal Argo Yuwono atas nama Kapolri.

Dilansir dari tirto, ada 11 hal yang diinstruksikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajaran Humas Polri, berikut kesebelas poin tersebut :

  1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis
  2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisan dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana
  3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian
  4. Tidak menayangkan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan
  5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual
  6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya
  7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur
  8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku
  9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang ulang
  10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personal Polri yang berkompeten
  11. Tidak menampilkan gambaran ekspilisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak

Surat tersebut mendapatkan banyak kecaman, terutama untuk poin pertama yang melarang media menyiarkan aksi arogansi aparat dan harus meliput kegiatan aparat yang humanis. 

Tidak berselang lama, belum juga seumur jagung Kapolri mencabut surat tersebut. 

Pencabutan surat telegram itu tertuang dalam STR nomor: ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tertanggal 6 April 2021. Surat itu ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono.

Sehubungan dengan referensi di atas, kemudian disampaikan kepada kepala bahwa ST Kapolri sebagaimana referensi nomor empat diatas dinyatakan dicabut/dibatalkan. Cnn Indonesia (06/04/2021)

Media Tunduk Pada Undang-Undang Pers

Keberadaan pers atau media merupakan salah satu variabel penting dalam negara demokrasi. Oleh karenanya, pers harus independen dalam memberikan informasi, pers juga tidak boleh dikekang atau dikendalikan oleh pihak manapun, hal itu bertentangan dengan kebebasan pers.

Kebebasan pers pada dasarnya bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat dalam mendapatkan informasi terjamin. Kebebasan pers adalah salah satu wujud dari kedaulatan rakyat yang tentunya tetap memperhatikan supremasi hukum.

Setalah saya membaca 11 poin di atas ada satu pertanyaan yang muncul. Surat telegram tersebut ditujukan untuk media mana? Di sini tidak jelas apakah untuk media massa publik atau untuk media internal polri. 

Jika itu untuk media masaa jelas keliru. Karena media sudah ada instrumen hukum terkait peliputan, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Media jelas tunduk pada aturan tersebut. 

Selain itu, seorang jurnalis juga harus berpedoman pada "Kode Etik Jurnalis" dalam memberikan informasi kepada publik. Seorang jurnalis haruslah objektif dalam menyampaikan informasi, sesuai fakta yang terjadi di lapangan. 

Untuk menjaga instrumen tersebut berjalan baik, maka ada Dewan Pers yang bertugas untuk mengawasi kode etik jurnalis tadi. 

Jadi, secara normatif apabila itu ditujukkan untuk media masaa maka tidak masuk akal. Karena untuk media masaa sudah ada instrumen hukum tersendiri terkait kaidah jurnalistik. 

Secara normatif, surat telegram tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang Pers. Jika kita tetap mengacu pada hierarki peraturan perundang-undangan, maka jelas kedudukan UU Pers jauh lebih tinggi dibanding surat telegram 

Setelah saya mencari tahu kembali, surat tersebut memang ditujukan untuk internal polri khususnya dalam bidang kehumasan di kewilayahan. 

Lantas mengapa bisa timbul seperti ini, kesalahan persepsi tersebut justru menyeruak ke publik. Artinya komunikasi publik di internal polri tidak berjalan dengan baik. 

Yang jelas, jika itu untuk kepentingan polri agar anggota polri meningkatkan kinerjanya, cara yang digunakan bagi saya keliru. Jika ingin meningkatkan kinerja polri agar lebih humanis, maka yang harus dilakukan ya menerbitkan larangan anggota polri untuk tidak arogan. 

Surat tersebut seakan-akan menutupi perilaku oknum penegak hukum yang berperilaku arogan. Jika ingin mendapat kepercayaan dari publik yang harus dilakukan jelas adalah meningkatkan kinerja ke arah yang lebih humanis. 

Jika hanya mengangkat sisi humanis tetapi mengesampingkan sisi arogansi bagi saya percuma. Karena lambat laun akan terbuka juga oleh media publik.

Oleh sebab itu, meningkatkan kinerja adalah pilihan paling efektif, dibanding hanya menerbitkan surat yang mengangkat sisi humanis semata. 

Padahal di stasiun televisi sudah ada acara tersendiri mengenai kinerja polri yang humanis itu. Terkait hal itu, kembali lagi kepada masyarakat apakah dengan mengangkat sisi humanis akan meningkatkan kepercayaan publik atau tidak. Tetapi bagi saya yang harus dilakukan adalah meningkatkan kinerja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun