Sore tadi saya membuka akun twitter saya untuk melihat trending yang ada di twitter. Dan di trending ada kata Mabes Polri, ketika saya membuka cuitan dengan kata Mabes Polri. Yang muncul adalah video baku tembak.Â
Untuk mencari tahu akan hal itu, kemudian saya mengecek kebenaran tersebut di media. Dan benar, Mabes Polri mendapatkan ancaman teror dari seseorang yang tidak dikenal.Â
Dikutip dari kompas.com, beredar video baku tembak antara kepolisian dengan seseorang yang tidak dikenal. Pelaku menggunakan pakaian serba hitam, dan terlibat adu tembak dengan kepolisian.
Sejauh ini belum diketahui identitas dari pelaku, tetapi pihak kepolisian berhasil melumpuhkam aksi teror tersebut.Â
Baru saja kejadian terorisme tersebut terjadi menimpa saudara kita di Makassar Sulawesi Selatan. Keadaan masih belum pulih kini ada ancaman lain yang semakin memperkeruh suasana.Â
Kejadian yang menyebabkan teror di markas kepolisian bukan kali ini terjadi, tetapi pada 2018 lalu Mapolda Riau juga pernah mengalami hal yang serupa. Tetapi kali ini berbeda, yang mendapat ancaman teror tersebut adalah markas pusat.Â
Kejadian tersebut seakan-akan mengisyaratkan, bahwa mereka tidak sedang bermain-main. Markas Polri pun jadi target ancaman teror ini.
Mereka seakan menunjukkan bahwa, saya bisa mengancam tempat aparat sekalipun yang sejatinya memiliki keamanan yang ketat. Apalagi di tempat yang minim dari keamanannya. Ini hanya opini saya semata semoga saja meleset.Â
Yang jelas, ancaman radikalisme nyata adanya. Meskipun organisasi terorisme seperti JAD sudah dibubarkan melalui putusan pengadilan, hal itu belum cukup, akarnya bukan dari sana. Organisasi hanya wadah semata.Â
Permasalahannya menurut saya adalah ideologi yang dianut itu sendiri, organisasi boleh bubar, tetapi ideologi radikalisme belum mati. Bom bunuh diri kemarin dan serangan terhadap Mabes Polri menjadi bukti bahwa radikalisme masih ada.Â
Oleh sebab itu, upaya pencegahan terkait penyebaran ini perlu dilakukan. Tidak hanya sebatas menahan mereka yang terpapar ideologi ini dengan penjara semata.Â
Penjara sejatinya hanya membatasi ruang gerak seseorang, tetapi ideologi yang tertancap dalam pikiran sama sekali tidak terpenjara. Intinya tidak ada yang bisa memenjarakan pikiran seseorang.Â
Untuk itu, upaya deradikalisasi bagi mereka yang sudah terpapar radikalisme adalah upaya yang paling efektif dalam menekan penyebaran paham radikalisme.
Selain itu, mencegah orang lain agar tidak terkena paham ini juga penting dengan penguatan pemahaman tentang kebangsaan dan keagamaan yang kuat.
Pelaku bom bunuh diri Makassar kemarin menjadi bukti bahwa penyebaran radikalisme nyata adanya, bahkan sudah masuk pada kaum milenial.Â
Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa, marilah kita saling bahu membahu untuk menjaga kedamaian negara kita. Salam hangat.Â
Opini penulis lainnya Menjaga Akal Sehat dari Radikalisme
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H