Ketika pertama kali kuliah, uang yang diberikan dijatah perminggu. Uang tersebut tidak lah besar, cukup, dan dicukupkan, saya juga tidak berani meminta uang lebih karena akan menyulitkan keuangan keluarga.Â
Uang pas-pasan tersebut sebisa mungkin saya atur, saya belajar mengatur keuangan sendiri. Pengeluaran perhari saya rinci agar uang yang diberi oleh orangtua cukup.Â
Saya membuat list kebutuhan sehari-hari, mulai dari ongkos naik angkot atau ojol, makan, untuk minum biasanya saya menyiasati dengan membawa bekal air minum di rumah. Ya menghemat pengeluaran sedikit.Â
Setelah tahu pengeluaran perhari sekian, saya bisa menaksir keperluan untuk seminggu, dan ternyata uang tersebut memang pas. Maka pada saat itu, nongki atau ngopi di kafe tidak pernah saya lalukan.
Karena nongki tidak masuk list kebutuhan perhari, bahkan untuk bulanan. Jika itu dilakukan maka keuangan yang pas-pasan tersebut tidak stabil. Untuk itu, saya lebih memilih perut kenyang di warteg daripada menghabiskan uang yang sama di tempat minum kopi.Â
Bukannya pelit atau apa, cuma ya mau bagaimana lagi, toh uangnya pas segitu. Jika uang tersebut  dipakai di luar kebutuhan yang di list keuangan kacau nantinya. Nah pada saat itu saya benar-benar mahasiswa kupu-kupu.Â
Teman-teman yang lain seringkali mengajak untuk nongkrong di kafe, mehahbiskan sore hari di sana.  Tapi  sebisa mungkin saya harus bisa mengatur kebutuhan pribadi. Belum lagi kebutuhan mendesak untuk akademik, seperti buku atau membeli fotokopi modul.Â
Nah untuk menambal itu, saya akhirnya nyambi. Kerja di tempat saudara, di sebuah toko online. Setelah pulang kuliah, saya langsung pergi ke tempat saudara untuk nyambi, mencari penghasilan tambahan untuk diri sendiri.Â
Biasanya selepas pulang kuliah, saya langsung diajak berbelanja ke grosir, mengingat pesanan yang cukup banyak waktu itu. Waktu belanja bisa sampai maghrib dan barang yang dipesan bisa sampai dua karung.Â
Setelah bahan belanjaan terkumpul, kemudian saya mencetak resi pemesanan, dan mulai packing pesanan tersebut. Bagian packing inilah yang cukup melelahkan dan menyita waktu.Â
Saya harus packing tas pesanan yang banyaknya dua karungan tersebut, biasanya bisa sampai pukul 10 samapi 11 malam. Baru setelah itu makan, dan bisa istirahat. Setelah packing dan makan beres, tinggal satu tugas terakhir, mengirim barang pesanan tersebut ke jasa antar barang.Â
Kira-kira pulul 11 malam benar-benar beres dan bisa istirahat. Jika ada tugas, maka biasanya dari sisa waktu itu saya gunakan untuk mengerjakan tugas sampai pukul 12 malam kemudian istirahat. Kehidupan semacam itu saya lakukan sampai semester 5.
Hasil dari kerja sampingan tersebut, saya akhirnya bisa ngopi dengan teman-teman saya dengan menggunakan uang dari hasil kerja sampingan tadi, uang tersebut saya tabung untuk keperluan pendidikan saya.Â
Uang tabungan tersebut saya gunakan untuk membeli buku kuliah dan buku bacaan di luar kuliah. Selama nyambi, saya tidak pernah meminta uang lebih untuk kebutuhan buku bacaan.Â
Meskipun melelahkan dan menyita waktu istirahat, tetapi kuliah tetap jalan dan kerja sampingan pun sama. Meskipun dalam kuliah saya tidak pintar-pintar sekali, tetapi sebisa mungkin pekerjaan sampingan ini tidak mengganggu pendidikan saya.Â
Jika esok harinya jadwal pagi, maka pekerjaan sampingan tidak saya ambil. Tetapi jika jadwal kuliah siang, maka saya pasti nyambi. Begitulah saya mengatur waktu antara kuliah dan kerja sampingan.Â
Dibalik itu semua, saya mengambil pelajaran hidup, ada setiap hikmah dibalik itu semua. Dibalik pasnya uang perminggu, saya jadi tahu kapan harus mengikuti kebutuhan dan kapan mengikuti keinginan.Â
Selain itu, dibalik pekerjaan sampingan yang saya lalukan. Saya menjadi tahu bagaimana cara mendapatkan uang itu, saya jadi berpikir bagaimana susahnya orangtua saya mencari biaya untuk anaknya.Â
Karena tahu lelahnya mencari uang, saya tidak berani meminta uang di luar kebutuhan kuliah atau menipu orangtua. Ya semua orang dalam hidupnya pernah melakukan aksi itu, biaya yang harusnya sekian dilebih-lebihkan, bahkan ada yang sengaja meminjam stempel dan membeli kuitansi untuk meyakinkan. Sungguh dzalim kalian. Â Hehehehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H