Kemudian dia bercerita tentang proses pesidangan, dari mulai dakwaan sampai dengan putusan. Semuanya detail sekali, si bapak bercerita juga bahwa jaksa yang menuntut dia sama dengan jaksa dalam kasus pembunuhan kopi sianida.Â
Mahasiswa mungkin mempelajari hukum, dan menafsirkan apa itu hukum hanya dari buku tebal, buku bacaan. Tetapi, si bapak begitu fasih menjelaskan proses persidangan, inilah hukum yang senyatanya terjadi.Â
Si bapak memahami hukum atas apa yang dia alami sendiri, berbeda dengan saya yang hanya lewat buku. Kemudian sekilas dia menyinggung tentang PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang hak warga binaan.Â
Si bapak menjelaskan PP tersebut dengan teliti, lagi-lagi di sini seseorang memahami apa itu hukum berdasarkan kejadian yang dialami.Â
Saya salut si bapak bisa menjelaskan PP tersebut dengan baik. Lalu, si bapak bercerita bahwa divonis 15 tahun penjara, dan kemudian kami bertanya apakah bapak tidak akan mengajukan banding pada saat itu.Â
Kemudian si bapak menjawab, "Setelah hakim memvonis saya, hakim juga memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan banding, dan diberi waktu untuk memikirkannya selama dua minggu. Namun saya tidak mengambil banding, karena tidak mempunyai kuasa hukum".
Kemudian di bercerita, awalnya tidak ditempatkan di Nusakambangan, dia lupa lapas apa, tetapi kemudian dipindah ke Nusakambangan karena lapas tersebut banjir.Â
Kemudian pertanyaan muncul kembali dari kami terkait bagaimana dengan suasana lapas di sini. Si bapak mengatakan bahwa di lapas tersebut kondisi semua baik baik, kamar-kamar tidak over, bahkan setiap minggu ada siraman rohani.
Di akhir dialog, si bapak memberi nasihat kepasa kami agar jangan sampai berurusan dengan hukum dan jadilah warga negara yang baik serta gunakan ilmu hukum yang diajari di universitas itu sebaik mungkin.Â
Ternyata waktu kunjungan sudah habis, padahal masih ingin mendengarkan lebih jauh lagi. Namun, tetap nasihat tersebut masih saya ingat sampai hari ini.
Sekilas saya melihat mata si bapak, saya hanya bisa menebak bahwa semua warga binaan yang diajak berdialog seakan-akan butuh teman untuk mengobrol. Itu yang saya rasakan bahkan teman-teman saya dan saya pun ikut mendengarkan begitu khusyuk, seperti seorang bapak yang menceritakan dongeng sebelum tidur kepada anak-anaknya. Penuh dengan semangat, ada satu beban yang terlepas ketika berdialog semacam itu, tetapi sayangnya waktu kunjungan telah usai, dan kami harus meninggalkan lapas untuk kembali pulang.Â