Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka secara de facto negara Indonesia sudah terbentuk. Syarat-syarat berdirinya negara Indonesia sudah terpenuhi yaitu adanya rakyat, wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat, bangsa Indonesia pada saat itu langsung menunjuk Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden guna memenuhi syarat pemerintahan yang berdaulat.
Maka pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut, lahir lah bangsa Indonesia. Tetapi, untuk bisa disebut sebagai negara, maka harus ada pengakuan secara de jure dari negara lain. Perjuangan belum usai, maka perjuangan yang dilakukan selanjutnya adalah dengan jalan diplomasi oleh para pendekar bangsa kita, hal tersebut guna mendapatkan syarat terakhir sebagai negara, yaitu pengakuan secara de jure dari negara lain.
Jika kaum intelektual berjuang dengan jalan diplomasi, maka rakyat yang berada di tanah air berusaha mempertahankan keutuhan negara Indonesia dengan menumpahkan darahnya demi ibu pertiwi. Setelah Indonesia merdeka, hal yang dihadapi selanjutnya adalah bagaimana mempertahankan kemerdekaan itu.
Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia, hal itu jelas guna tidak terpenuhinya syarat de jure agar bisa disebut sebagai negara. Hal tersebut ditunjukan oleh Belanda dengan hasrat ingin menguasi kembali wilayah Indonesia. Maka pertumpahan darah di tanah air tidak terhentikan.
Banyak tragedi berdarah setelah bangsa Indonesia mempoklamasikan kemerdekaannya, sebut saja peristiwa 10 November di Surabaya, pertempuran Medan Area, pertempuran Ambarawa, Bandung Lautan Api dan lain-lain. Hal tersebut merupakan upaya untuk mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia, dengan gagah berani para pahlawan kita menumpahkan darahnya demi keutuhan ibu pertiwi.
Pada tanggal 24 Maret 1946 terjadi peristiwa terbakarnya kota Bandung, atau yang biasa dikenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api. Peristiwa ini merupakan aksi heroik, pembakaran kota Bandung tiada lain dilakukan agar Bandung tidak dijadikan markas oleh Sekutu dan NICA.
Aksi pembakaran tersebut menjadi pilihan rasional, mengingat kekuatan militer pasca bangsa Indonesia merdeka tidak sebanding dengan milliter Belanda. Para warga mengungsi, rrumah, harta benda yang dimilikinya ditinggalkan, Â semuanya demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Harta, jiwa, dan raga adalah harga mati asalkan ibu pertiwi tidak jatuh kembali pada tangan kompeni. Salah satu tokoh yang dikenal dalam peristiwa ini adalah anak muda yang bernama Muhammad Toha.
Dihimpun dari berbagai sumber, Muhammad Toha dilahirkan di Bandung pada tahun 1927. Saat masa pendudukan Jepang, Toha muda mulai mengenal dunia militer dengan masuk Seinendan.
Sebelumnya, Kota Bandung telah mendapatkan ultimatum dari sekutu agar wilayah tersebut dikosongkan, hal tersebut bertujuan Kota Bandung akan dijadikan sebagai markas oleh Belanda. Namun ultimatum pertama tersebut tidak dihiraukan sama sekali. Kemudian datang ultimatum yang kedua, oleh karena senjata yang tidak memadai, dan mempertimbangkan keselamatan rakyat, maka rakyat diungsikan ke luar kota Bandung.
Sebelum ditinggalkan, Kota Bandung dibumi hanguskan oleh para pejuang saat itu, tujuannya jelas agar wilayah tersebut tidak dijadikan markas oleh tentara sekutu. Adalah Muhammad Toha yang mengambil tindakan tersebut, Muhammad Toha bersama dengan temannya meledekkan gudang amunisi milik sekutu.
Mungkin inilah yang disebut dengan jihad sesungguhnya, dengan berbekal dinamit yang ada di gudang tersebut, Toha dan temannya meledakkan diri dan menghancurkan gudang amunisi sekutu, Toha beserta temannya gugur dalam aksi yang heroik tersebut. Toha gugur dengan jalan yang kesatira.
Seketika Bandung menjadi merah, merah oleh api, api merupakan lambang dari satu tekad, tekad mempertahankan kemerdekaan ibu pertiwi, apa yang dilakukan oleh Muhammad Toha harus dijadikan sebagai refleksi diri, di usia semuda Toha, sumbangsih apa yang telah kita berikan kepada bangsa Indonesia?
Jika kita tidak bisa melakukan aksi heroik seperti Toha, maka sebagai penikmat kemerdekaan dari para pendahulu kita, tugas kita sekarang adalah menjaga keutuhan bangsa. Kita yang menerima tongkat estafet dari para pahlawan terdahulu untuk tetap menjaga kesatuan wilayah Indonesia.
Cara yang kita gunakan buknalah dengan menumpahkan darah, melainkan dengan menjaga apa yang telah diperjuangkan dengan mengorbankan darah tersebut. Rusaknya suatu bangsa tidak akan datang dari luar, tetapi dari dalam bangsa itu sendiri, perpecahan, rasa benci antarsesama adalah salah satu sikap yang harus dihindari.
Jika persatuan kita kuat, tidak tergoyahkan, maka kita akan kokoh. Oleh sebab itu, marilah kita rawat ibu pertiwi ini dengan penuh cinta. Peristiwa Bandung Lautan Api dan Muhammad Toha hanyalah secuil kisah heroik bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Peristiwa Bandung Lautan Api seringkali diabadikan dalam seni teater, di tempat penulis, setiap tanggal 17 Agustus, para anak muda akan memainkan drama atau teater dengan latar belakang Bandung lautan api. Frasa Bandung lautan api juga terdapat dalam lirik lagu Halo-Halo Bandung, dan kini diabadikan menjadi nama stadion sepakbola.
Untuk menghormati jasa Muhammad Toha, namanya diabadikan menjadi nama jalan di Kota Bandung, dan ada satu kawih (syair) dalam bahasa Sunda yang menceritakan Muhammad Toha, kawih ini diajarkan kepada anak SD. Dan penulis masih ingat kawih tersebut. Berikut kawihnya :
Getih suci nyiram bumi
Tulang setra mulang lemah
Babakti sungkem pertiwi
Cikal bugang putra bangsa
Nyatana pahlawan Toha
Pahlawan Bandung Selatan
Patriot ti Dayeuh Kolot
Tugu diwangun ngajadi ciri
Tarate nu mangkak ligar di empang
Ngajadi ciri gugurna pahlawan bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H