Ketika miras tersebut dibawa ke tempat yang tidak sesuai dengan budaya minumnya, maka yang terjadi adalah minum sampai muntah-muntah, mabuk, dan akhirnya meresahkan masyarakat. Artinya masih ada sektor lain yang perlu diperbaiki jika ingin melegalkan produksi miras yaitu kesadaran budaya.
Budaya minum di tempat saya dan di tempat yang memang mendukung untuk itu mungkin berbeda. Budaya minum di tempat saya yang justru mayoritas muslim adalah minum sampai muntah lalu meresahkan masyarkat.Â
Mungkin menolak mengkonsumsi dengan ayat Al-Qur'an bisa diterapkan di sini, karena budaya dan agama memang tidak sejalan.
Jadi menurut pandangan saya pribadi  adalah demikian. Jika pemerinah ingin melegalkan produksi miras, maka aspek pengawasan dan kontrol perlu ditingkatkan, adanya anak yang belum pantas minum minol menunjukan lemahnya sektor tersebut. Selain pengawasan kesadaran masyarakat dan budaya minum itu sendiri belum mencapai taraf yang semestinya.Â
Jika kesadaran akan budaya minum kita sudah berubah saya kira sah-sah saja jika ingin melegalkan produksi miras ini. Perihal minum, bagi saya itu kembali lagi kepada pribadi masing-masing.
Dari segi ekonomi tentunya akan mendapatkan pendapatan yang besar, tetapi sekali lagi aspek-aspek di atas harus dibenahi terlebih dahulu. Jika suatu saat nanti pemerintah berniat melegalkan produksi miras. Jika itu sudah diperbaiki, dan kesadaran budaya minum miras meningkat, maka bukan tidak mungkin legalisasi produksi miras bisa dipakai.
Jadi itulah narasi yang saya bangun dalam persoalan miras ini. Bukan maksud saya ingin memisahkan diri dari agama, tidak demikian. Saya orang yang beragama, dan bukti saya orang beragama adalah saya tidak mengkonsumsi miras, karena saya tahu dalam agama saya hal tersebut adalah perbuatan salah. Perbuatan yang merugikan diri sendiri.Â
Saya hanya tidak ingin membangun narasi dari segi agama, karena itu bisa menimbulkan stigmatisasi terhadap agama yang saya anut sendiri. Saya hanya ingin menjauhkan pikiran saya dari yang namanya mayoritas dan minoritas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H