Dunia hukum Indonesia kembali berduka, setelah maskot atikorupsi Nurdin Abdullah ditangkap oleh KPK terkait dugaan korupsi, kini Indonesia kehilangan penegak hukum yang disegani para koruptor, ya beliau adalah Bapak Artidjo Alkostar, mantan Hakim Agung yang kemudian purnatugas pada tahun 2018.
Kondisi pandemi nyatanya tidak menurunkan peluang untuk melakukan korupsi, hal ini bisa kita lihat dari rentetan OTT yang dilakukan oleh KPK mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Artidjo dan koruptor memang tidak dapat dipisahkan, hal ini karena putusan-putusannya yang dinilai berani terhadap para koruptor.
Dengan putusan yang berani terhadap para koruptor tersebut, maka pada saat itu para tikus berdasi akan berpikir dua kali ketika akan mengajukan kasasi di Mahkamah Agung jika hakim yang akan memimpin persidangan adalah Artidjo Alkostar, hal ini karena Artidjo memberikan putusan yang tegas terhadap para koruptor bahkan memberikan pemberatan dari putusan sebelumnya.
Beberapa koruptor yang pernah mengajukan kasasi di Mahkamah Agung yang dipimpin oleh Artidjo, justru putusannya lebih berat. Sebut saja Lutfi Hasan Ishaaq, pada saat itu ditingkat kasasi hukuman yang diterima oleh Presiden PKS itu menjadi 18 tahun dari yang sebelumnya 12 tahun.
Politikus partai Demokrat Angelina Sondakh juga mengalami hal yang sama, sebelumnya Angelina divonis hukuman 4 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terkait korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Saat itu putusannya bertambah menjadi 12 tahun penjara beserta denda 500 juta kepada Sondakh.
Politikus partai Demokrat lain yang mengalami nasib serupa adalah Anas Urbaningrum, pada tahun 2015 MA menolak kasasi mantan Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. Saat itu justru hukuman yang diterima anas menjadi lebih berat dari yang sebelumnya 7 tahun penjara menjadi 14 tahun penjara. Dan yang memberikan putusan tersebut tidak lain adalah Artidjo Alkostar.
Dengan rentetan putusan tersebut, setiap orang yang akan mengajukan kasasi ditingkat MA, maka akan berpikir dua kali jika majelis hakim yang memimpin adalah Artidjo Alkostar. Dosen saya pun yang kebetulan advokat berbagi pengalamannya, ketika kliennya meminta untuk kasasi, beliau selalu melihat dulu siapa hakim yang akan memimpin, jika Artidjo, sebaiknya jangan mengajukan kasasi katanya, nanti bisa diperberat. Sudah terima aja, begitu katanya.
Di sisi lain itulah yang kita butuhkan, ketegasan seperti itu yang kita harapkan. Di tangan Artidjo tingkat kasasi seakan-akan menjadi horror bagi para koruptor. Mungkin dalam hatinya para koruptor tersebut berkata, kapan ya Pak Artidjo pensiun, ya mungkin, dan benar saja setelah Artidjo pensiun jusru terjadi anomali.
Dilansir dari CNN Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sekitar 20 koruptor mendapat keringanan hukuman Mahkamah Agung (MA),baik ditingkat kasasi maupun peninjauan kembali (PK), sepanjang 2019-2020. Mereka berasal dari kalangan politisi, kepala daerah, birokrat, hingga penguasaha.
Terbaru, MA mengurangi hukuman tiga terpidana korupsi pada tingkat PK. Mereka adalah Sugiharto dan Irman, mantan pejabat tinggi di Kementerian Dalam Negeri yang terjerat korupsi pengadaan e-KTP dan Anas Urbaningrum, mantan Ketua Umum Partai Demokrat.