Mimpi bisa kita artikan menjadi dua macam, yang pertama adalah angan-angan dan yang kedua adalah sesuatu yang dialami ketika tidur atau orang sering menyebutnya bunga tidur. Mimpi sebagai angan-angan atau bisa disebut juga dengan cita-cita misalnya jika seseorang mempunyai mimpi untuk menjadi atlet atau abdi negara di suatu hari nanti. Mimpi sebagai bunga tidur adalah gambaran secara umum apa yang terjadi dalam tidur kita, dan itu tentunya tidak nyata.
Mimpi sebagai bunga tidur kadang bisa menjadi pertanda atau hanya sekedar lewat saja, tapi bagaimana jadinya ketika kita membicarakan mimpi (bunga tidur) justru terancam bui? Itu yang dialami oleh Sekretaris Habib Rizieq Syihab Center Haikal Hassan Baras yang menceritakan mimpinya bertemu dengan Nabi Muhammad SAW yang kemudian berbuntut panjang dan terancam bui.
Di dalam mimpi tersebut Haikal Hassan mengaku bertemu dengan Nabi Muhammad SAW dan kemudian hal itu menjadi materi ceramah dalam acara pemakaman 6 anggota Laskar FPI yang meninggal usai baku tembak dengan aparat kepolisian, Haikal Hassan mengatakan bahwa keenam anggota Laskar FPI tersebut mati syahid. Begitu kiranya isi mimpi tersebut.
Tetapi ceramah yang menceritakan bertemu Nabi Muhammad SAW tersebut berbuntut panjang, isi ceramah tersebut kemudian dilaporkan oleh Sekretaris Jenderal Forum Pejuang Islam Husin Shihab. Alasan pelaporan tersebut diduga Haikal Hassan menyebarkan berita bohong (hoaks) yang berpotensi memecah belah masyarakat, sehingga harus ditindak secara hukum. Haikal Hassan diduga telah melanggar ketentuan Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Dan pada hari ini, Haikal Hasaan memenuhi panggilan kepolisian untuk dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
Revisi Undang-Undang ITE
Menurut data yang dihimpun oleh safe.net jumlah kasus pidana yang menggunakan ITE terhitung sampai bulan Oktoer 2020 sebanyak 324 kasus. Berdasarkan perincian dari data safe.net, dari 324 kasus pidana UU ITE tersebut, sebanyak 209 orang dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik, selain itu sebanyak 76 kasus dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. (kontan.co.id)
Pasal 27 ayat 3 sendiri berbunyi "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elekronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik." Ancaman pidana bagi yang melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara paling lama 4 tahun dan atau denda sebanyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)
Pasal 28 Â ayat 2 sendiri berbunyi "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)." Sedangkan ancaman pidan bagi yang melanggar Pasal 28 ayat 2 adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Dari data tersebut jelas bahwa kedua pasal tersebut efektif dalam menertibkan hal-hal yang diatur dalam pasal tersebut, namun pasal tersebut dinilai sebagai pasal karet, karena bisa membungkam kebebasan untuk berekspresi, padahal itu merupakan hak dasar manusia yaitu hak untuk berpendapat dan dijamin oleh undang-undang.
Pencemaran nama baik sendiri dalam UU ITE merupakan lex specialis dari Pasal 310 KUHP. Tetapi yang perlu digarisbawahi adalah pencemaran nama baik dalam KUHP bukan merupakan delik umum tetapi delik aduan, pun begitu seharusnya dengan Pasal 27 ayat 3 UU ITE.