Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pilkada 2020: Upaya Membangun dan Mempertahankan Dinasti Politik

11 Desember 2020   07:19 Diperbarui: 16 Desember 2020   20:08 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pilkada serentak telah usai, meskipun banyak pihak yang sangsi dengan pelaksanaannya, mengingat pandemi covid-19 masih belum terkendali, banyak pihak yang mengkhawatirkan akan terjadinya lonjakan kasus usai pilkada serentak dilaksanakan, bukkan tanpa alasan mengingat kasus positif covid 19 di Indonesia masih terbilang tinggi, hal itu bisa dilihat dari beberapa wilayah yang kembali menerapkan kebijakan PSBB seperti Kota Bandung.

Pilkada kali ini tentunya merupakan pilkada yang berbeda dibandingkan dengan pilkada sebelumnya, pilkada saat ini dituntut untuk memperhatikan protokol kesehatan, dan ini menjadi sebuah pembelajaran tersendiri bagi kita semua.

Beberapa lembaga survei telah merilis hasil dari pilkada serentak ini, tentunya dari hasil lembaga tersebut memunculkan sosok jawara dalam kontestasi pilkada kali ini. jawara-jawara tersebut merupakan pemenang dan menjadi pemimpin di daerahnya masing-masing. Namun, ada yang menarik dalam hasil survei tersebut, untuk pilkada saat ini praktik politik dinasti terihat jelas, bahkan ada beberapa daerah yang sukses membangun dinastinya dan ada pula daerah yang runtuh

Membangun dan mempertahankan dinasti politik

Setiap orang yang mempunyai kekuasaan tentunya akan mempertahankan kekuasaan tersebut agar tidak jatuh ke tangan orang lain, maka cara yang digunakan adalah mempertahankan kekuasaan tersebut dengan membangun dinasti politik. 

Di negara yang menganut sistem monarki tidak akan repot-repot membangun sistem politik tersebut, karena pemilihan pemimpin didasarkan pada keturunan atau pertalian darah, sehingga kekuasaan tidak akan jauh ke pihak lain selain darah kerajaan. Tidak hal nya di negara demokrasi, membangun dinasti pilitik adalah salah satu cara untuk mempertahankan kekuasaan.

Pada kontestasi pilkada saat ini, banyak daerah yang membangun dinasti politik dan mempertahankan dinasti politik yang sudah terbangun sebelumnya. Yang menjadi sorotan tentu adalah keluarga Presiden Joko Widodo yang dari hasil hitungan cepat memenangkan pilkada, anak sulung Presiden Joko Widodo yang mengikuti pilkada Solo unggul telak dari saingannya, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa unggul dengan perolehan  86,4% suara dari lawannya Bagyo Wahyono-Suparjo yang memperoleh 13,6% suara.

Di kota Medan pun menantu sang Presiden berdasarkan hitungan capat memenangkan percaturan politik tahun ini, berdasarkan hitungan sementara Bobby Nasution-Aulia Rahman memperoleh sebanyak 52,3% suara sementara lawannya memeproleh sebanyak 47,5% suara.
Daerah lain ada yang mempertahankan dinasti yang sudah terbangun sebelumnya, yaitu Tangerang Selatan, di mana pasangan Benyamin Davine-Pilar Saga Ichsan yang memperoleh 41,9% suara meninggalkan kedua lawannya yakni Rahayu Saraswati dan Siti Nur Azizah.

Tangerang selatan bisa dilihat dari dua sudut pandang, pertama adalah mempertahankan dinasti politik dan kedua adalah membangun dinasti politik. Pilar saga Ichsan merupakan anak dari calon Bupati Serang pertahana, Ratu Tatu Chasanah. Sementara Ratu Tatu Chasanah adalah adik kandung dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sekaligus ipar dari Wali Kota Tangerang saat ini yaitu Airin Rachmi Diani. 

Sementara lawan politiknya Rahayu Sarawati merupakan keponakan dari Menteri Pertahana Prabowo Subianto dan Siti Nur Azizah merupakan anak dari Wakil Presiden RI Ma'ruf  Amin. Bisa kita lihat sendiri bagaimana kentalnya dinasti politik dalam Pilwalkot Tangsel yang tentunya kualitas dari Pilwalkot tersebut hanya sebatas mempertahankan dan membangun dinasti politik semata. Tentunya ini menurunkan kualitas dari pemilu itu sendiri dan menciderai negara yang menganut sistem demokrasi secara tidak langsung.

Lain hal nya di Kabupaten Bandung, Calon Bupati Kurnia Agustina merupakan istri dari Bupati saat ini yaitu Dadang Naser, sebelum Dadang Naser, ayah Kurnia Agustina yang tidak lain mertua dari Dadang Naser yaitu Obar Sobarna juga menjabat sebagai Bupati Kabupaten Bandung periode 2000-2005 dan 2005-2010. 

Dengan kata lain keluarga Kurnia Agustina sudah memimpin Kabupaten Bandung selama 20 tahun terakhir. Upaya mempertahankan dinasti politik tersebut kandas setelah Dadang Supriatna-Syahrul Gunawan menang telak dengan perolehan 56,42% suara. Runtuhnya dinasti yang sudah terbangun merupakan keinginan masyarakat akan perubahan, tidak selamanya pemerintahan yang dipimpin oleh dinasti politik bisa berjalan dengan baik.

Melemahnya Fungsi Partai Politik

Merebaknya dinasti politik terjadi karena melemahnya fungsi partai politik. Partai politik mempunyai peran untuk mengedukasi masyarakat terhadap fenomena politik saat ini, selain itu partai politik mempunyai fungsi mencetak kader unggul yang bisa menjadi pemimpin baik itu di internal parpol maupun di luar parpol.

Tidak terlaksananya fungsi tersebut mengakibatkan partai politik mengambil jalan pintas, yaitu merekrut calon pemimpin yang mempunyai hubungan kuat dengan penguasa sehingga mempunyai kans yang besar untuk memenangkan kontestasi politik. Dengan demikian partai politik bukan lah mencetak kader-kader unggul yang siap menjadi pemimpin, tetapi partai politik hanyalah mencetak kekuasaan semata.

Jika partai politik menjalakan fungsinya dengan baik, partai politik tentunya tidak akan kehabisan stok dalam percaturan pemilu, tetapi karena fungsi kaderisasi tidak baik maka partai politik tidak mempunyai calon pemimpin sehingga mengambil jalan pintas, yaitu merekrut orang yang mempunyai hubungan erat dengan penguasa, tidak heran karena partai politik juga mempunyai kepentingan tersendiri. Tetapi jangan sampai karena hal demikian, justru fungsi lain yaitu kaderisasi menjadi tersumbat.

Kesimpulan

Fenomena dinasti politik oleh sebagian orang dianggap hal biasa, hal ini didasarkan karena mengidolakan orangtua sebagai pemimpin. Misalnya jika ayahnya seorang pengusaha dan anaknya mengidolakan sang ayah, maka anak tersebut pasti akan menjadi pengusaha karena ingin menjadi seperti ayahnya. 

Contoh lain adalah Agus Harimurti Yudhoyono yang mengidolakan ayahya sendiri yaitu Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan TNI, maka karena ingin menjadi seperti ayahnya AHY masuk ke dalam TNI. Begitupun dalam hal politik, maka keinginan menyerupai sosok seperti ayah atau ibu menjadikan seseorang terjun ke dalam politik.

Menurut hemat penulis tidak demikan, dalam hal politik ada kekuasaan, dan kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang mutlak pasti korup, begitu kata Lord Ancon atau dalam bahasa Inggrisnya power tend to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Praktik politik dinasti rawan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, politik dinasti bak kerjaan kecil yang bisa saja dalam membuat kebijakan akan menguntungkan kerajaan tersebut sehingga praktek korupsi bisa saja terjadi. 

Hal ini terjadi karena melemahnya sistem pengawasan, padahal pengaawasan sangat penting dalam menciptakan pemerintahan yang baik. Selain itu, praktik dinasti politik justru bertentangan dengan konstitusi bangsa Indonesia sendiri sebagaimana tercantum dalam alinea ke IV UUD 1945 yang mementingkan kepentingan umum, pun demikian dalam batang tubuh seperti Pasal 33 yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat menjadi kesejahteraan golongan semata.

Politik dinasti justru menutup peluang calon lain yang bisa saja lebih kompeten, sehingga konteks memilih dalam pilkada tidak lagi objketif, yaitu melihat kemampuan calon pemimpin, tentunya rakyat juga mempunyai andil, karena suara rakyat yang akan menentukan, oleh sebab itu rakyat harus pintar dalam memilih pemimpin, pilihlah pemimpin yang benar-benar berkopeten dan benar-benar memimpin atas nama rakyat bukan golongan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun