Pelaksanaan pilkada serentak  tidak luput dari perhatian publik, hal ini karena pelaksanaan pilkada dinilai mengabaikan faktor eksternal yaitu kasus covid-19 yang tidak juga mengalami penurunan, meskipun hal tersebut telah dibantah oleh Kepala Satuan Tugas (Satgas) Penanganan covid-19 Doni Monardo yang menyebutkan wilayah yang menggelar pilkada serentak mengalami penurunan tingkat zonasi, meskipun pernyataan tersebut sulit untuk diterima akal sehat.
Pilkada sendiri melewati beberapa tahapan, seperti pendataan calon pemilih tetap. Pendataan tersebut masih dilakukan secara konvensional, sehingga tatap muka masih bisa terjadi yang mungkin saja penularan virus masih ada, tahapan selanjutnya adalah pendaftaran Calon Kepala Daerah (Cakada) yang dinilai mengabaikan protokol kesehatan sehingga menimbulkan polemik di masyarakat.
Tahapan selanjutnya adalah kampanye, kampanye adalah serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan berkelanjutan dalam kurun waktu tertentu. Tujuan dari kampanye sendiri adalah untuk mendapatkan simpati agar masyarakat memilih calon kepala daerah dengan menjual visi misi mereka, hal tersebut bertujuan agar calon tersebut mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya, untuk itu kampanye harus dilakukan dengan cara komunikatif agar bisa menarik simpati masyarakat.
Dalam Pasal 57 Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2020 kampanye pilkada dapat dilaksanakan dengan metode (a) pertemuan terbatas, (b) pertemuan tatap muka dan dialog, (c) debat publik atau debat terbuka antar-pasangan calon, (d), penyebaran bahan kampanye kepada umum, (e) pemasangan alat peraga kampanye, (f) penayangan iklan kampanye di media massa cetak, media massa elektornik, media sosial, dan/atau media daring; dan/atau (g) kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis-jenis kampanye tersebut merupakan pengganti dari kampanye konvensional sebelumnya yang tercantum dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 yang meliputi (a) rapat umum, (b) kegiatan kebudayaan berupa pentas seni, panen raya, dan/atau konser musik, (c) kegiatan olahraga berupa gerak jalan santai dan/atau sepeda santai, (d) perlombaan, (e) kegiatan sosial berupa bazar dan/atau donor darah, (f) peringatan hari ulang tahun partai politik. Jenis kampanye tersebut resmi dilarang oleh KPU.
Kampanye kali ini jelas berebeda dengan kampanye pilkada sebelumnya, mengingat saat ini pelaksaan kampanye harus dilaksanakan dengan cara yang tidak biasa, pelaksanaan kampanya kali ini harus dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan itu artinya ada pergeseran dari kampanye konvesional menjadi kampanye yang bebasis teknologi (digital). Lebih lanjut dalam Peraturan KPU tersebut menjelaskan pelaksanaan jenis kampanye tersebut berbasis daring dengan memanfaatkan media sosial.
Perkembangan teknologi dan informasi saat ini sangat pesat, apalagi di era pandemi saat ini pemanfaatan teknlogi menjadi prioritas utama, hampir semua kegiatan dilakuakn denngan metode daring mulai dari pendidikan hingga persidangan pun dilkukan dengan metode daring. Begitupun dengan kampanye, kampanye konvensional haruslah ditinggalkan karena kondisi yang tidak memungkinkan, oleh karenanya sebisa mungkin para kandidat calon kepala daerah harus bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi tesebut.
Teknologi menjadi sarana yang paling efektif dalam melaksanakan kampanye di tengah pandemi seperti sekarang, oleh karenanya KPU maupun Bawaslu harus gencar mengampanyekan gerakan kampanye berbasis digital. Para calon kepada daerah tentunya mempunyai media untuk mengampanyekan gagasannya bahkan media tersebut simple dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup mahal, misalnya dengan memanfaatkan platform media sosial.
Bukan rahasia lagi media sosial merupakan sarana komunikasi dan interaksi sosial modern pada saat ini, hampir semua kalangan mempunyai media ini, mulai dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa pasti mempunyai media ini dan tentunya dalam sehari pasti akan mengakses media tersebut.Â