Kartu Prakerja merupakan salah satu beberapa janji Pak Jokowi saat kampanye pada Pilpres kemarin, selain Kartu Prakerja, ada beberapa kartu sakti Pak Jokowi lainnya, yaitu Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sejahtera. Kartu-kartu sakti tersebut telah diluncurkan dan kini kartu prakerja juga telah diluncurkan.
Program kartu prakerja kini telah memasuki gelombang keempat, dihimpun dari berbagai sumber, gelombang keempat pra kerja akan dibuka pada tanggal 26 Mei mendatang. Tujuan dari adanya prakerja ini adalah untuk membekali para penerima kartu prakerja dengan skil-skil yang akan disediakan pada pelatihan dengan menggandeng beberapa platform digital, pelatihannya pun berbasis daring.Â
Bukan main anggaran yang dikeluarkan oleh negara dalam melaksanakan program yang mulia ini, yaitu sekita 5,6 trliun. Mereka yang dinyatakan lolos dalam program prakerja akan mendapatkan insentif sebesar satu juta rupiah. Nantinya uang tersebut bisa digunakan untuk mengikuti pelatihan yang disediakan di berbagai platform digital yang telah disediakan.Â
Pemerintah telah menggandeng beberapa platform untuk melaksanakan program ini, diantaranya Tokopedia, Ruangguru, MauBelajarApa, Bukalapak, Pintaria, Sekolamu, Kemenaker dan Pijarmahir. Perekrutan platform tersebut dinilai tidak transparan, dan rawan akan pelanggaran hukum.Â
Tentunya publik masih ingat dengan keterlibatan salah satu platform Ruangguru, yang mana pemilik dari Ruangguru adalah mantan Stafsus Milenial Presiden. Platform-paltform tersebut tentunya mendapatkan dana yang cukup besar, malah besar, dan menjadi pertanyaan adalah keterlibatan patform milik stafsus presiden, tetapi itu tidak akan dibahas lebih lanjut di sini, mungkin publik juga bisa menilai itu.
Pertanyaannya adalah siapa yang diuntungkan dalam program prakerja ini? Apakah mereka yang mendapatkan kartu ini atau justru palform-platform digital itu. Kritik terus berdatangan, ada yang kecewa bahkan ada yang sampai membuat situs tandingan prakerja, dengan menyediakan pelatihan secara gratis.
Bukan tanpa alasan mengapa orang sampai membuat situs tandingan seperti itu, ini disebabkan karena adanya beberapa platform yang menyediakan pelatihan yang dinilai hanya sebagai formalitas saja.Â
Ada platform yang menyediakan pelatihan agar mahir menjalankan dan menginstall Windows 10. Ini terkesan formalitas saja, apa timbal balik yang akan didapat oleh para penerima prakerja setelah mendapatkan pelatihan itu. Bukannya pelatihan harus dibekali dengan sesuatu yang bisa memiliki daya saing di luar sana. Konten pelatihan tersebut terkesan asal-asalan, mengapa demikian? Konten serupa bisa didapatkan dengan gratis, banyak sekali tutorial seperti itu di Youtube dan itu gratis. Mengapa harus ribe-ribet seperti itu dan bayar pula dengan harga yang cukup mahal.
Bayangkan saja berapa pemasukan platform dari biaya pelatihan itu, belum lagi platform tersebut sudah mendapatkan dana sebelumnya, tetapi pelaksanaan pelatihan tersebut sangat tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan.Â
Wajar saja ada masyarakat yang nekat membuat situs tandingan prkaerja dengan menyediakan pelatihan yang serupa dan gratis tentunya. Konten-konten pelatihan yang ada belum tentu dibutuhkan oleh masyarakat. Seharusnya platform tersebut menyediakan pelatihan yang bisa menjadi daya saing.
Bayangkan saja keuntungan platform tersebut, belum lagi akses untuk mengakses ke situs tersebut bisa saja mendatangkan laba, pelatihan juga tidak gratis, tetapi apa yang didapat penerima prakerja sangat tidak sebanding.Â
Lalu apa keuntungan yang diterima oleh penerima prakerja? Adanya uang insentif? Atau mendapatkan pelatihan yang belum tentu dibutuhkan? Jadi sebenarnya siapa yang untung dalam program ini.
Bukankah para penerima prakerja ini diharapkan setelah mendapatkan pelatihan tersebut mereka akan bisa bersaing di dunia yang sesungguhnya, tapi, apakah itu bisa terjadi jika pelatihan-pelatihan tersebut terkesan hanya sebatas formalitas saja yang bahkan di situs lain bisa diakses dengan gratis.Â
Tidak sedikit yang ikut proram ini, bahkan mereka yang berusia produktif pun mengikuti program pemerintah ini. Sangat disayangkan para usia produktif ini menerima pelatihan yang belum tentu dibuthkan di dunia yang sebenarnya, akan lebih bermanfaat jika pelatihan tersebut membekali para penerima prakerja dengan skil yang bisa bersaing di dunia yang sebenarnya.
Bukan hal yang tidak mungkin bahwa program prakerja ini akan terjadi kasus hukum di masa yang akan mendatang, mengingat tidak akuntablitas dan tidak transparannya dalam perekrutan platform-platform digital tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H