Mohon tunggu...
Dani Kurniawan
Dani Kurniawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Corporate banker with passion in personal finance

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Harta Paling Berharga

19 Februari 2014   21:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:40 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Wooossyah.

Pertama kali nulis di mari.

Agak terngiang-ngiang (baca: terganggu - dalam artian yang mengarah ke positif) dengan satu broadcast message (BM) yang beredar di group Blackberry Messenger (BBM - menuduh sih ini karena saya tidak tahu sebenernya sumbernya dari mana, hanya saja BM kan paling gampang di BBM) yang bercerita tentang pertanyaan seorang anak ke mamanya yang menjebak. Kurang lebih seperti ini:

Anak: "Mama-mama, mau tanya dong Ma. Kira-kira Mama mau tinggalin tas Mama yang penuh perhiasan dan uang di rumah enggak?"
Mama: "Ya enggaklah anakku sayang, kan di rumah ada Mbak Nanny"
Anak: "Jadi Mama enggak percaya sama Mbak Nanny?" (saya membayangkan si Mama menjawab hanya dengan senyuman manisnya dan anak kemudian melanjutkan celotehnya)
Anak: "Lalu Mama kenapa kok aku ditinggalkan di rumah sama Mbak Nanny?"


Saya mendengar pertama kali dari istri yang membacakannya di mobil ketika kami menuju pulang ke rumah di sore hari. Kemudian ada satu teman blogger yang memposting itu di blognya (kalau dikau membaca di sini ya inilah jawaban sayah. Haha). Sebagai ayah dari satu anak lelaki berusia 21 bulan yang sampai saat ini masih dititipkan di daycare, pesan yang disampaikan di atas lumayan menohok hati saya (koreksi: kami).

Kemudian membaca tulisan salah satu timnya Bu Elly Risman yang menceritakan bagaimana perkembangan fisiologis seorang anak bekerja. Semakin memporakporandakan keyakinan kami sebagai orang tua yang semuanya bekerja.

Saya mengerti bahwasannya setiap keluarga menghadapi tantangannya masing-masing. They have their own mountain to climb. Saya menulis ini dari sudut pandang saya melihat keluarga kecil kami. Jadi InsyaAllah tidak ada niat sama sekali untuk menghakimi.

Melihat berbagai macam informasi tentang biaya pendidikan dan segala rupa cerita persaingan yang akan terjadi di masa depan memang bikin orang tua ketar-ketir. Paling nggak saya yang ketar-ketir. Khawatir memikirkan akan berhasilkah anak saya menghadapi anak-anak lain yang dari usia yang bahkan belum lancar bicara sudah terbiasa menghadapi atmosfer persaingan, berbicara bahasa inggris dan segala macam bahasa asing lainnya, endesbra endesbre. Semuanya itu berujung dengan keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi anak tercinta yang mana ujung-ujungnya menyiapkan biaya dan lain sebagainya. UUD-Ujung-Ujungnya Duit.

Dengan alasan ingin memberikan yang terbaik buat anak kami akhirnya kami berdua memutuskan untuk terus bekerja. Sampai suatu saat kami berkenalan dengan seminar yang diadakan oleh SuperMoms dengan pemateri Ibu Elly Risman.

Dalam seminar tersebut dan artikel blog yang saya sebutkan di awal dipaparkan bagaimana besarnya peranan orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang anak-anak mereka. Betapa berharganya hidup seorang anak sehingga membutuhkan kehadiran orang tua di sampingnya.

Saya jadi teringat bagaimana saya tumbuh besar didampingi oleh Ibu tercinta sementara ayah bekerja. Bagaimana setiap pertanyaan saya mendapatkan jawaban dari Ibu. Nilai-nilai kejujuran dan kemanusiaan yang saya dapatkan sekarang adalah hasil mendengarkan cerita-cerita beliau. Untuk kemudian dikuatkan lagi oleh bapak saya.

Pertanyaan Ibu Elly di setiap seminarnya selalu berhasil memukul-mukul nurani saya:

"Itu anak-anak siapa? dia minta gak dilahirkan ke dunia? Kemudian apa yang kalian inginkan anak kalian dapatkan? Bisakah itu didapatkan dari pembantu/nanny/daycare?"

Kurang lebih seperti itu dan kemudian pertanyaan berlanjut, apakah uang yang kami berdua kumpulkan cukup memiliki arti dalam hidup anak kami nantinya? Dengan gilanya ritme kehidupan kerja di Jakarta yang mengharuskan kami berangkat dari rumah sesaat sebelum matahari terbit dan sampai di rumah  jauh setelah matahari terbenam, apakah waktu kami akan cukup untuk dapat mengkompensasi waktu yang sudah kami habiskan seharian di kantor untuk sekeping quality time bersama anak kami?

Kami merasa waktu setelah kembali dari kantor sepertinya kurang.

Solusinya apa? Jawabannya cukup jelas.

Salah satu dari kami sepertinya harus merelakan sekian juta rupiah per bulan untuk dapat mendampingi anak kami di rumah. Harus merelakan sekian juta dari dana yang bisa kami investasikan untuk dana pensiun dan dana pendidikannya karena bagaimanapun kami akan menginvestasikan waktu kami untuk harta kami yang paling berharga, anak kami.

Pertanyaan siapa yang harus berhenti bekerja selanjutnya adalah pertanyaan terbesar. Saya tahu mungkin banyak yang akan bilang istri sayalah yang seharusnya berhenti bekerja dan lain sebagainya, tapi kami memiliki gunung kami sendiri untuk kami daki. Jadi, sekarang kami hanya bisa berdoa yang terbaik dan semoga apapun yang kami putuskan nantinya semoga Allah memberikan jalan keputusan yang terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun