Sedangkan 4.179 koperasi yang aktif di Aceh akan terus dibina dan mendapat perhatian serius dari dinas koperasi dan UKM dan bupati/walikota di tiap kabupaten/kota di Aceh. Peran dan kontribusi pengurus koperasi harusnya berjiwa koperasi, jujur, dan berintegritas karena sangat banyak mamfaat berusaha melalui koperasi untuk mensejahterakan anggotanya.
Koperasi seharusnya menjadi ujung tombak dalam pengembangan ekonomi masyarakat baik di Indonesia pada umumnya dan Aceh pada khususnya, terlebih lagi daerah kita merupakan daerah agraris dengan mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani, berkebun dan nelayan, jadi dalam kaitan ini koperasi harus tambil di depan sebagia pioneer dalam membantu masyarakat tersebut, bayangkan saja banyak pengusaha mengeluh terkait usahanya karena daya beli masyarakat rendah di pasar, ujung-ujungnya berdalih belum cair dan terlambatnya realisasi proyek APBD atau APBA Aceh. kenapa APBA jadi barometernya padaha banyak hal bisa dilakukan oleh pemangku kepentingan dan pelaku bisnis di Aceh. mari kita lirik provinsi tetangga kita, Sumatera Utara. Masyarakat Sumatera Utara masa bodoh sama APBD, APBN atau apapun namanya dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Karena sektor riil mereka bukan dari bantuan pemerintah tapinya indutri, ya banyaknya industri di kota Medan dan Sumatera Utara membuat pasar tidak berpengaruh terhadap daya beli masyarakatnya. Bahkan mereka dengan bangga mengundang masyarakat Aceh untuk datang ke kota Medan, baik untuk berbelanja, bisnis dan berwisata. Walaupun diperbatasan sering dipungli oleh oknum bila kedapatan kendaraan plat dari Aceh, tapi minat orang Aceh ke Medan tidak surut. Hal ini membuktikan betapa ada provinsi tetangga menjadi favorit dan masyarakat Aceh sangat bergantung pada pasokan apapun dari Medan.
Fenomena tersebut bisa kita kikis bersama, supaya paradigma menunggu aprahan dan cairnya proyek pemerintah jadi daya ekonomi di masyarakat, sesungguhnya bila masyarakat dan pemerintah Aceh berupaya meningkatkan dan mengembangkan koperasi sebagai potensi ekonomi ditengah masyarakat maka akan menjadi kekuatan ekonomi baru bagi rakyat Aceh. Undang-undang dan aturan sudah ada tinggal regulasi dan niat serius pemerintah Aceh memajukan koperasi. Sangat jarang ada lokakarya, seminar, pelatihan dan workshop dari pemerintah terhadap koperasi-koperasi di Aceh yang pada dasarnya nanti juga ada upaya kearah lebih baik dari pengembangan ekonomi masyarakat Aceh, karena setiap anggota koperasi adalah masyarakat, jadi dampaknya akan terasa langsung ke masyarakat pada umumnya. Perluasan jaringan usaha koperasi hingga ke beberapa kabupaten merupaka upaya untuk mendorong masyarakat Aceh mengerti akan perkoperasian yang dapat membantu pendapatan, meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan, mengembangkan kreatifitas kaum ibu-ibu dan juga membantu usaha suami dan keluarga.
Gerakan Koperasi
Gerakan koperasi Indonesia harus didengungkan dan menggema kembali seperti yang telah dicetuskan oleh para pendiri bangsa ini, dimana kekuatan ekonomi rakyat merupakan potesi dan kekuatan ekonomi terbesar negara kita, seperti ucapan Bung Hatta : “Rakyat yang lemah ekonominya tidak akan dapat membentuk negara yang kuat, dan ekonomi akan tetap lemah, apabila rakyat yang terbanyak masih buta huruf”. Pembangunan gerakan koperasi Indonesia perlu diarahkan agar mampu berperan secara lebih luas di dalam perekonomian nasional. Koperasi didorong agar bisa sungguh-sungguh menerapkan prinsip perkoperasian dan kaidah-kaidah usaha dalam tataran perekonomian nasional. Sehingga Koperasi dapat menjadi organisasi ekonomi yang mantap, demokratis, otonomi, partisipatif dan mengandung nilai-nilai sosial. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan mendorong agar koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat.
Rakyat Indonesia dan Aceh menunggu gebrakan presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam hal pembangunan gerakan koperasi Indonesia sehingga bersinergi dalam upaya pegembangan ekonomi kerakyatan yang dicanangnya, Pak Jokowi dan rakyat kecil memang tidak dapat dipisahkan, sehingga diharapkan dan wujud nyata untuk memacu kepentingan rakyat kecil berpenghasilan lemah yang sedianya dapat berkontribusi dalam koperasi yang identik dengan rakyat kecil. Pertumbuhan koperasi tentu akan berdampak kepada pengurangan kemiskinan dan pengurangan angka pengangguran.
Sampai saat ini jumlah koperasi yang aktif di Aceh hanya 56 persen, dari total 7.079 koperasi yang ada di wilayah ini. Sebanyak 44 persen koperasi di Aceh itu tidak aktif secara kelembagaan, dan itu sama jumlahnya adalah 3.500 koperasi. Koperasi yang tidak akif tersebut saat ini perlu dilakukan upaya pembinaan dan revitalisasi kembali kelembagaannya agar bisa diaktifkan kembali. Umumnya koperasi di Aceh yang tidak aktif disebabkan ada banyak masalah dan persoalan diinternal lembaganya, sehingga menyebabkan secara organisasi tidak lagi berjalan. Dan 2.100 koperasi yang tidak aktif tersebut, tidak sekalipun melaporkan rapat tahunan anggota. (http://ahmadymeuraxa.blogspot.com/revitalisasi-berkoperasi-di-aceh.html). Bahkan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Aceh akan membubarkan sebanyak 1048 koperasi yang tidak aktif di seluruh provinsi Aceh pada tahun 2015 dan sudah di publikasikan ke media massa. (Serambi Indonesia, 15 Juni 2015 yang lalu). Untuk mengaktifkan kembali koperasi yang mati suri itu, tentu akan lebih mudah, sebab Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan undang-undang tentang perkoperasian yang baru itu adalah Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 dan kembali ke undang-undang yang lama undang-undang nomor 25 tahun 1992. Tentu banyak hal yang lama masih berlaku lagi harus dipahami terkait dengan regulasinya.
Selain itu, untuk Aceh. salah satu janji kampanye Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf juga pada sektor koperasi dan usaha kecil menengah untuk dikembangkan kearah yang lebih baik, dimana sektor ini sangat bersentuhan langsung dengan rakyat kecil, kaum miskin dan angka kemiskinan di Aceh masih tinggi, tingkat pengangguran dan pertumbuhan ekonomi Aceh yang masih rendah. Pernah kita dengar adanya koperasi produksi untuk para mantan kombatan, koperasi yang beranggotakan para mantan kombatan, mendapatkan alokasi lahan untuk perkebunan/pertanian sebesar 2ha/kk. Hal tersebut diatur dalam butir-butir MoU Helsinki, namun pemerintah Aceh dan DPRA masih sibuk mengurusi kepentingan politiknya. Momentum peringatan hari koperasi nasional 12 Juli, seyogianya menjadi arah dan semangat baru dalam pengembangan gerakan koperasi nasional dan di daerah seperti halnya di Aceh. Semoga!
*) Penulis adalah Internal Auditor