Mohon tunggu...
Danik Eka Rahmaningtiyas
Danik Eka Rahmaningtiyas Mohon Tunggu... lainnya -

Mahasiswa Pascasarjana Psikologi Terapan Universitas Indonesia, konsentrasi Intervensi Sosial.\r\n\r\nChef of Rumah Tsaqof\r\n\r\nPemulung Sosial

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Etiologi Kebetulan: Sebuah Refleksi Pasca Ramadhan

24 Agustus 2013   16:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:52 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seringkali dikatakan bahwa kebetulan itu tidak disadari kejadiannya. Sehingga menjadi wajar apabila individu yang mengalami kebetulan ini, reaksi pertama yang terjadi adalah kaget (terkejut). Lalu apakah kebetulan itu berasal dari alam tak sadar manusia? Karena manusia tidak menyadari akan kejadian yang terjadi, tiba-tiba saja terjadi.

Kebetulan menjadi ruang magis dan naif

Kebetulan sebuah takdir yang ditentukan Tuhan

Karena kebetulan sebagai realitas yang tidak direncanakan, seringkali sebagian besar dari kita meyakini bahwasannya kebetulan adalah takdir yang telah digariskan oleh Tuhan dan akhirnya menentukan kehidupan selanjutnya. Namun, perlulah kita kembalikan pemaknaan takdir itu. Takdir sudah dinashkan dan tidak dapat dirubah. Hidup, mati, jodoh, dan rizqi sudah ditetapkan Tuhan! Itu hanya sebagai Grand Topic.

Manusia dihidupkan, lalu dimatikan, manusia sudah dijodohkan antara laki-laki dan perempuan untuk mengembang-biakkan jenisnya, rizqi sudah dihamparkan di muka bumi. Tuhan tidak pernah mentakdirkan manusia hidup seperti apa, mati dalam keadaan bagaimana, siapa jodoh kita, kaya atau miskin. Semua berujung pada ikhtiar masing-masing manusia itu sendiri, “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatukaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.” (QS. Ar-Ra’ad : 11)

Begitulah Allah menentukan Takdir. Bukan berarti semua otomatis ditangan manusia seperti yang dipahami oleh paradigma kesadaran Naif atau kesadaran magic semua menjadi sebuah skenario tanpa usaha. Ada kekuatan transcendent dibalik apa yang terjadi. Apa yang kita pikirkan, itulah yang kita rasakan. Seperti halnya sakit ataupun ketakutan yang diakibatkan oleh sugesti (hasil proses otak, menggerakkan sistem kerja tubuh manusia). Kebetulan pun bisa jadi selain ada dimensi transcendent yang menggerakkan, juga akibat apa yang selalu kita pikirkan. Karena dimensi manusia yang tidak kita sadari mampu menggerakkan fisik manusia.

Jadi, kebetulan bukan serta merta hadir begitu saja. Karena ada yang kita pikirkan, karena ada kekuatan yang telah menggariskan, karena harapan-harapan, penolakan-penolakan yang selalu kita panjatkan disela-sela ketidak-sadaran kita. “Kebetulan saja domisili saya disini, akhirnya saya aktif disini….”

Sebenarnya itu sebuah mimpi yang selalu kita dengungkan tiap hari, mampu menggerakkan sedikit demi sedikit langkah kita hingga apa yang kita rasakan sebagai realitas saat ini ada (kebetulan…) dan tak pernah terlupa, bahwa kekuatan transcendent-lah yang mengantarkan manusia pada harapan-harapan itu.

Kebetulan adalah harapan dan dorongan individu.

Kebetulan adalah realitas yang terjadi dan disadari, namun tidak disadari kedatanganya. Kebetulan bisa jadi bermakna dan tidak bermakna tergantung situasi apa yang terjadi pada individu. Kebetulan yang sejalan dengan harapan akan menumbuhkan energi positif bagi individu yang mengalaminya. Namun, apabila kebetulan itu tak sejalan bahkan bertentangan dengan harapan akan menjadi konflik bagi individu yang mengalami bahkan orang lain pun bisa menjadi imbas dari energi negatif yang dihasilkan oleh individu tersebut.

Saat kita dalam keadaan lapar, tiba-tiba kawan kita datang membawakan makanan. Apa yang terjadi? Saat kita tergesa-gesa untuk mengikuti ujian, tiba-tiba motor kita bocor. Apa yang terjadi? Sebagai realitas yang tidak diduga. Kebetulan mampu merubah rencana yang telah terangkum dalam otak manusia, menghasilkan rencana-rencana baru dan harapan baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun