Mohon tunggu...
Daniel Jones Bernadi
Daniel Jones Bernadi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Moody Writer :)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Potret Angkutan Publik di Indonesia

16 Maret 2016   00:47 Diperbarui: 16 Maret 2016   00:49 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia tidak layak disebut negara maritim, di mana lebih cocok disebut sebagai benua maritim. Indonesia yang terdiri dari 13.000 lebih pulau memiliki permasalahan konektivitas antar daerah yang cukup rumit. Ekonomi yang didominasi oleh lima pulau besar yakni, Jawa-Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua sudah mengadirkan permasalahan sendiri dalam hal konektivitas.

Sebagai gambaran, biaya transportasi logistik yang harus ditanggung oleh pemilik barang jika mengirim barang hasil produksinya dari Jawa ke Papua akan menjadi lebih mahal daripada mengirim barang tersebut ke Singapura. Hal tersebut terjadi karena ada ketimpangan perekonomian pada masing-masing daerah sehingga biaya transportasi menjadi tidak efisien. Kemudian, peran pemerintah yang cenderung belum mampu menyediakan pelayanan transportasi yang baik juga menjadi salah satu penyebab mahalnya biaya transportasi logistik di Indonesia.

Terlepas dari permasalahan transportasi dengan skala nasional yang telah diuraikan sebelumnya. Permasalahan transportasi pada lingkup yang lebih kecil juga masih belum sepenuhnya tertata dengan baik. Sebagai gambaran jumlah kendaraan di DKI Jakarta sejak 2008-2014 untuk angkutan pribadi tumbuh rata-rata sebesar 7,36% per tahun, sedangkan angkutan umum hanya tumbuh 3,87% tiap tahun.

[caption caption="Data Kendaraan Umum vs Pribadi di DKI Jakarta 2008-2015, BPS DKI Jakarta, 2015"][/caption]

TAXI KONVENSIONAL VS TAXI "ONLINE"

Sistem perhubungan (transportasi) yang baik akan mendorong tumbuhnya  ekonomi yang efisien dan berdaya saing. Sebaliknya sistem perhubungan yang buruk dari sebuah negara juga akan sangat berpengaruh terhadap munculnya ekonomi biaya tinggi di negara tersebut.

Taksi dan angkutan kota merupakan dua jenis angkutan darat di Indonesia, yang perannya sangat melekat erat dalam keseharian masyarakat perkotaan. Pada tahun 2007 saja, jumlah taksi dari 44 perusahaan yang beroperasi di Jakarta mencapai 16.045 unit.  Jumlah tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya taksi baru yang melayani masyarakat DKI Jakarta saat ini.

Operator taxi konvensional harusnya tidak perlu mempermasalahkan kehadiran taxi "online". Hal ini jelas hanya berlaku bagi operator taxi konvensional yang bonafit, di mana armada yang digunakan telah sesuai dengan standart pelayanan prima yang telah diatur dalam peraturan menteri perhubungan darat.

Kemunculan taxi online tidak dapat disalahkan, hal tersebut terkait ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan transportasi umum yang layak bagi masyarakat perkotaan, khususnya di DKI Jakarta. Bisa disimpulkan bahwa Bus Transjakarta masih belum menjangkau seluruh masyarakat DKI. Pada umumnya, kapasitas angkutan umum di DKI Jakarta masih terlampau jauh dari permintaan masyarakat itu sendiri.

Harga angkutan umum taxi bagi beberapa kalangan masyarakat masih terlampau tinggi. Namun, kalangan masyarakat tersebut juga tidak mau menaiki angkutan umum dengan penuh sesak. Biasanya, kalangan masyarakat seperti ini adalah masyarakat menengah keatas, di mana menurut Bank Indonesia pada 2010 telah mencapai 56,5%. Hal itu merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup stabil berdampak pada peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat.

Lalu, beberapa pelanggan beranggapan bahwa harga yang ditawarkan oleh taxi online lebih terjangkau jika dibanding taxi konvensional. Jelas, apabila taxi online dapat mematok harga yang relatif lebih murah jika dibanding taxi konvensional. Hal tersebut dipengaruhi oleh skala bisnis, segmen konsumen, bahkan modal ataupun aset serta resiko bisnis yang ditanggung oleh masing-masing operator, baik konvensional maupun online. Taxi konvensional jelas memiliki modal awal yang besar untuk membeli armada taxi, sedangkan taxi online hanya bermodal mobil pribadi masyarakat yang rela mobilnya digunakan sebagai taxi. 

Biaya operasional, tentu operator taxi konvensional memiliki biaya perawatan armada yang lebih besar karena menanggung biaya perawatan seuruh armada yang dimiliki, sedangkan operator taxi online menyerahkan tanggung jawab perawatan maupun kenyamanan armada pada masing-masing pengemudi. 

Dalam hal ini, jelas sudah penyebab perbedaan harga tersebut, selain itu sebenarnya taxi konvensional cenderung lebih unggul dibanding taxi online karena standar pelayanannya lebih terjamin jika dibanding taxi online, di mana penumpang masih harus menduga-duga armada seperti apa yang akan didapati nanti.

Masih perlu memperdebatkan Taxi Konvensional dan Taxi Online? Biarkan pasar yang menentukan hidup matinya sendiri apabila pemerintah masih belum sanggup menyediakan angkutan penumpang yang memadai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun