Mohon tunggu...
Daniel Jones Bernadi
Daniel Jones Bernadi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Moody Writer :)

Selanjutnya

Tutup

Money

Pemanfaatan Gas Alam Sebagai Input Pembangkit Listrik

30 Desember 2012   16:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:47 2023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketahanan energi merupakan salah satu pilar ketahanan nasional, karena ketahanan energi menjadi salah satu faktor pendukung terwujudnya ketahanan ekonomi. Energi listrik memiliki peran yang strategis dalam mendukung kehidupan masyarakat modern. Segala aktivitas masyarakat modern saat ini tidak bisa dipisahkan dari energi listrik. Aktivitas perekonomian tidak bisa lepas dari penggunaan energi listrik. Pada proses produksi energi listrik menjadi input utama agar proses produksi bisa berjalan.

Energi listrik sangat berperan penting bagi proses produksi. Apabila energi listrik harus didapatkan dengan harga mahal maka hal ini akan mempengaruhi biaya produksi. Kenaikan biaya produksi ini akan mempengaruhi kenaikan harga barang dari perusahaan tersebut. Sesuai dengan teori mikro ekonomi, jika barang itu bersifat elastis maka akan menurunkan total revenue. Ketika perusahaan tidak mampu menaikkan harga barang untuk mengatasi tingginya biaya produksi, maka perusahaan akan mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Kenaikan harga maupun pengurangan jumlah tenaga kerja sama-sama memiliki dampak negatif yang berkepanjangan bagi perekonomian. Oleh karena itu, energi listrik menjadi salah satu faktor utama pendorong roda perekonomian.

Sektor energi merupakan salah satu sektor yang cukup besar perannya dalam menyumbang emisi GRK (Gas Rumah Kaca). Oleh karena itu sektor energi perlu berinovasi untuk menurunkannya dengan menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan. Salah satu opsi untuk mengurangi emisi di sektor energi, khususnya untuk pembangkit tenaga listrik adalah dengan menggunakan energi baru dan terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Namun dalam perencanaan pengembangan ketenagalistrikan nasional seperti tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) 2009–2018, PLTN belum merupakan pilihan untuk dikembangkan.

Pada tahun 2008 sebagian besar pembangkit listrik PLN menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batubara dengan kapasitas terpasang mencapai 40% dari total kapasitas. Diikuti oleh pembangkit berbahan bakar gas sebesar 35% baik menggunakan pembangkit listrik turbin gas (PLTG), maupun pembangkit listrik gas combined cycle (PLTGU). Sisanya menggunakan pembangkit listrik tenga air (PLTA) sebesar 12%, pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sebesar 10%, pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 3%, dan sisanya pembangkit listrik tenaga minyak (PLTM) yang kapasitasnya saat ini sangat kecil. Sedangkan pembangkit tenaga angin meskipun sudah ada namun masih sangat kecil peranannya.

GAS VERSUS BATUBARA

[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Batubara di PLTU"][/caption]

Menurut General Electric, cadangan gas alam Indonesia mencapai lima kali cadang minyak bumi Indonesia, yakni yang sudah proven adalah 157,14 trillion standard cubic feet (TSCF) dan bisa dipakai hingga 46 tahun. Estimasi cadangan yang belum proven mencapai 594,43 TSCF (174 tahun). Potensi gas ini akan semakin besar bila ditambahkan coal bed methane (CBM) berjumlah 453,3 TSCF (133 tahun). Belum lagi ditambahkan shale gas (gas yang berada didalam batuan induk), seperti dilansir Harian Kontan, sebesar 574 TSCF yang mampu dipakai hingga 168 tahun.

Gas alam dianggap lebih efesien karena memiliki pembakaran yang lebih sempurna dan bersih (clean burning) sehingga perawatan mesin menjadi lebih murah. Dengan pembakaran yang bersih, gas alam menjadi lebih ramah lingkungan karena bebas dari logam berat, sulfur dan emisi NOx yang sangat rendah. Jika dilihat dari sisi finansial, gas alam yang langsung dari pipa gas lebih hemat seperempat kali dari harga minyak bumi. Jika sudah berbentuk LNG, lebih murah setengah harga dari minyak bumi.

Menurut UNDP (2007), koefisien emisi CO2 dari pembangkit listrik terbesar dihasilkan oleh pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batu bara yaitu sebesar 1,14 kg/kWh. Sehingga pembangkit listrik dengan bahan bakar gas jauh lebih ramah lingkungan yaitu dengan tingkat koefisien emisi CO2 sebesar 0,678 kg/kWh. Sehingga perlu dikembangkan dari pembangunan pembangkit listrik dengan bahan bakar gas guna mendukung pemerintah dalam mengurangi GRK.

Batubara menempati urutan pertama dalam membangkitkan tenaga listrik (33,83%) dengan alokasi biaya sebesar 15,38% yang menghasilkan biaya pembangkitan termurah yaitu sebesar Rp 113,92/kWh. Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa biaya pembangkitan termahal berasal dari PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yaitu sebesar Rp 579,89/kWh. Biaya bahan bakar diesel relatif mahal, namun biaya investasi PLTD relatif murah dibanding jenis pembangkit lainnya dan biasanya digunakan untuk sistem ketenagalistrikan yang kecil. Untuk PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) tidak ada biaya bahan bakar, tetapi belum tentu PLTA menghasilkan listrik dengan biaya termurah karena  pembangunan bendungan / waduk memerlukan biaya besar dan berdampak sosial-ekonomi bagi masyarakat. Jadi, rata-rata biaya pembangkitan yaitu sebesar Rp 250,48/kWh untuk perhitungan tahun anggaran 2003.

Biaya pembangkit dengan menggunakan gas alam lebih mahal dari pada menggunakan batubara. Tetapi perlu pula dihitung pengeluaran akibat limbah dan emisi yang merusak lingkungan. Jika dengan tujuan untuk mengurangi emisi GRK maka seharusnya pemerintah mulai mengembangkan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar gas alam.

Penulis menyarankan kepada pemerintah untuk lebih mengembangkan pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar gas alam untuk mengurangi emisi GRK yang dihasilkan oleh pembangkit listrik di Indonesia. (dan)

- SAVE OUR ENVIRONMENT-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun