Berakhirnya masa reformasi, Indonesia didapuk menjadi salah satu bentuk negara toleran dengan masyarakat yang memiliki perbedaan suku, ras, dan agama yang dapat hidup secara berdampingan. Namun hal tersebut mulai diragukan oleh masyarakat dikarenakan banyak sekali peristiwa intoleransi yang muncul belakangan ini. Rentetan Bom Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur tahun 2018 jadi salah satu contoh intoleransi agama yang terjadi di Indonesia. Dalam Rentan Waktu singkat bom meledak di tiga Gereja, Polrestabes Surabaya, serta rusunawa hunian tepatnya pada Surabaya dan Sidoarjo Jawa Timur.
Tak hanya berupa bentuk gangguan pada saat beribadah, bentuk penolakan yang berhubungan dengan intoleransi agama masih marak terjadi di Indonesia. Menurut hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) setidaknya 50% lebih umat muslim keberatan apabila warga non-muslim mendirikan bangunan rumah ibadah di sekitar mereka. Survei tersebut juga menyebutkan bahwa terjadi penurunan signifikan terkait menurunnya toleransi warga-nonmuslim terhadap warga muslim. Bahkan mulai muncul peristiwa peristiwa intoleransi berhubungan dengan politik yang dapat berakibat terpecah belahnya bangsa Indonesia.
Parahnya kasus intoleransi juga banyak muncul di dunia lingkup pendidikan. Mulai dari pemaksaan siswi non muslim untuk menggenakan hijab, lalu intervensi guru terhadap pemilihin ketua osis yang beragama minoritas, buku pelajaran yang materinya tidak mendukung intoleransi, hingga fasilitas ibadah agama di sekolah yang tak terpenuhi. Hal ini sangat berpengaruh pada generasi bangsa yang akan datang, sebab di sekolah yang seharusnya siswa dan siswi di didik untuk membangun karakter kebangsaan, keberagaman, kecerdasan, kreativitas, dan kedisiplinan malah mendapat ajaran yang tidak mencerminkan kebangsaan dan keberagaman.
Pada bahasan kali Ini Terkait Intoleransi Agama yang banyak bermunculan akhir akhir ini, tindakan tersebut terjadi karena ketidakadaan tenggang rasa atau tidak toleransi terhadap agama lain. Aksi Intoleransi juga merupakan ekspresi dari minimnya pemahaman kebangsaan, beragama, faktor ekonomi, dan lemahnya
penegakan hukum bagi pelanggar intoleransi. Hal ini bertentangan dengan adanya Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, asas asas yang dapat menyatukan keragaman, mengingat Indonesia merupakan negara dengan beragam etnis, budaya, suku, bahasa, dan agama untuk kesatuan bangsa. Sementara itu pada Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 terpampang secara jelas bahwasanya setiap orang berkewarganegaraan Indonesia memiliki kebebasan untuk memeluk serta menjalankan agama dan beribadah sesuai dengan agamanya. Bahkan, negara memastikan keleluasaan tiap orang yang berkewarganegaraan Indonesia untuk memeluk serta menjalankan agamanya sendiri dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaan tersebut, yang tertuang pada UUD 1945 Pasal 29.
Tindakan-tindakan intoleransi cenderung dipengaruhi banyak sebab, namun yang paling umum adalah faktor intern yang menyangkut keagamaan itu sendiri dan ekstern atau diluar keagamaan. Kebanyakan peristiwa Intoleransi disebabkan terdapat perselisihan tujuan dan kepentingan. Tak sampai disitu saja, kurangnya pendidikan khususnya pendidikan keagamaan dan kebangsaan yang tidak mencukupi hingga menyebabkan tertanamnya mengenai perasaan mementingkan diri sendiri, menganggap kepercayaannya yang terbaik, dan menimbulkan sifat tidak toleran. Oleh karena itu maraknya fenomena-fenomena Intoleransi yang telah terjadi belakangan ini harusnya mendapat perhatian khusus dari masyarakat maupun pemerintah. Sebagai negara dengan ideologi Pancasila dengan moto atau semboyan "Bhineka Tunggal Ika" yang tertera di lambang negara indonesia, Garuda Pancasila bermakna "Meskipun terdapat banyak sekali perbedaan, bangsa Indonesia tetap satu" menandakan kita harus mengesampingkan kepentingan dan tujuan pribadi dalam kehidupan berdampingan demi menciptakan rasa nyaman dan kesatuan terhadap bangsa.
Perbuatan Perbuatan yang dapat merugikan orang lain dan mengatasnamakan tuhan merupakan suatu tindakan yang keji, bahkan tidak ada ajaran agama yang mengharuskan umatnya melakukan aksi aksi intoleransi, apalagi hingga memakan korban dan merugikan banyak orang. Dengan begitu Pemerintah harus benar benar tegas dan tanggap menangani permasalahan tersebut. Pemerintah harus mulai menyelidiki apa penyebab terjadinya tindakan intoleransi yang terjadi belakangan ini. Menurut Laporan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) menyebutkan bahwa perilaku intoleransi yang dapat mengakibatkan radikalisme dalam beragama disebutkan bahwasanya tindakan tersebut muncul
disebabkan adanya kesenjangan ekonomi di kalangan masyarakat yang semakin membesar. Masih menurut PPIM hal tersebut berakibat, sebagian masyarakat mulai memberontak. Tidak hanya itu penegakan hukum yang lemah juga jadi akibat munculnya intoleransi dan radikalisme dalam beragama.
Survei yang dilakukan LSI (Lembaga Survei Indonesia) pada tahun 2010 menunjukkan hal positif karena pada saat itu angka permasalahan Intoleransi cenderung rendah. Namun pada saat ini kenyataannya kita harus menelan pil pahit akibat survei pada tahun 2017 hingga saat ini menunjukkan data permasalahan intoleransi terus naik. Hal itu mengakibatkan banyak masyarakat mengira pemerintah tutup mata dan lambat dalam menangani kasus ini.
Kurangnya pemahaman atas keberagaman menimbulkan banyak pengaruh negatif. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia beberapa pengaruh pengaruh negatif dari intoleransi ialah:
1. Â Terjadi mundurnya suatu bangsa dan negara, karena lembaga lembaga pemerintahan sulit membangun kebijakan.
2. Terjadinya perpecahan bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Memandang keyakinan/agama sendiri lebih unggul dari agama/keyakinan lain, berakibat munculnya sikap merendahkan keyakinan/agama lainnya.
4. Terjadi banyak konflik mengenai intoleransi di Indonesia.
5. Berkurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Apa upaya yang harus dilakukan pemerintah terkait permasalahan ini?. Menurut pandangan Antropolog masih banyak aturan aturan di negara ini belum mengimplementasikan keberagaman, Misalnya tentang pengakuan terhadap agama di Indonesia. Masih Menurut Antropolog berkaitan dengan upaya melalui generasi muda bangsa, pemerintah harus mempersiapkan satuan kerja pemantapan ideologi dengan tujuan menguatkan kembali semangat kebhinekaan generasi muda bangsa melalui sekolah sekolah dengan basis pendidikan untuk membangun karakter yang kuat, mengedepankan rasa toleransi, keberagaman, dan kehidupan berbangsa di Negara kita pada siswa siswi yang menempuh jenjang pendidikan. Langkah ini dapat menurunkan indeks
tingkat kejahatan intoleransi agama pada masa yang akan datang. Untuk membantu anak dalam menjalankan belajar untuk hidup menghargai perbedaan, belajar hidup bekerja sama dengan orang lain, dan tentunya mengedepankan toleransi, peran keluarga sangat penting dalam hal ini. Pada golongan anak anak hingga remaja secara naluri mereka memiliki sifat rendah hati serta bersedia untuk berbaur dengan rekan seusianya, tanpa adanya sifat membedakan agama, suku, dan ras. Sehingga untuk membantu mewujudkan sikap toleransi pada anak tidak terlalu sulit dan setiap keluarga juga menghendaki yang terbaik bagi keluarga khususnya anak anak mereka.
Selanjutnya, pemerintah harus banyak melakukan tindakan persuasif atau Soft Aproach mengedepankan faham bahwa intoleransi adalah tindakan yang tidak benar dan berbahaya bagi kesatuan bangsa serta ciri ciri dari adanya intoleransi. Tujuan dari Soft Aproch sendiri adalah menciptakan keharmonisan kerukunan umat beragama yang dikemas melalui kegiatan bina masyarakat oleh lembaga lembaga Binmas mengsosialisasikan bahaya intoleransi pada publik . Melalui Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama mengatakan pemerintah telah mengeluarkan upaya untuk menekan angka intoleransi pada masyarakat dengan membangun moderasi agama di kalangan masyarakat. Karena konteks permasalahan ini sangat berbahaya, upaya ini menjadi salah satu upaya yang efektif karena akan mengajarkan paham paham toleransi dan mengakui segala bentuk adanya suatu perbedaan, juga menumbuhkan akidah keimanan dan ketakwaan dari setiap pembelajaran anutan agama kepada masyarakat. Selanjutnya Kementerian Agama merilis empat indikator program moderasi beragama yaitu komitmen toleransi, kebangsaan, penyesuaian pada budaya budaya, dan anti kekerasan.