Mohon tunggu...
daniel tanto
daniel tanto Mohon Tunggu... Montir - melukis dengan cahaya, menulis dengan hati...

bekerja di institusi penelitian suka menulis, memotret, dan berfikir

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tamasya di Kolong Jembatan

29 Desember 2010   05:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:15 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_82326" align="aligncenter" width="480" caption="gunung Merapi terlihat dari jembatan ini"][/caption] Sesudah erupsi Merapi usai, saya selalu heran melihat jika ada orang berkerumun, menghentikan kendaraan di jembatan-jembatan seputar Yogyakarta. Sepertinya mereka melihat banjir lahar dingin. Herannya lagi, kadang kerumunan itu timbul di waktu malam. Saya pernah juga menyempatkan berhenti, tetapi hanya kondisi gelap gulita yang saya dapatkan. Dan seperti saya, orang di sebelah saya juga memandang saya dengan raut wajah penuh tanya,”Apa yang anda lihat?”, saya hanya menaikkan bahu, sambil melihat ke sebelah saya, berusaha menyatakan saya berhenti karena orang di sebelah saya berhenti. Kami menjadi sekumpulan monyet-monyet yang hanya mengikuti aktivitas beruk lainnya.

[caption id="attachment_82327" align="aligncenter" width="300" caption="inilah pemandangan jika anda melongok ke bawah jembatan ke arah Utara"]

12935976311291140647
12935976311291140647
[/caption]

Setelah beberapa kali kejadian buruk menjadi beruk. Saya akhirnya mulai menyalahkan orang-orang yang berhenti di jembatan. Alas an saya yang dibuat-buat adalah:

1.Memacetkan jalan, karena aktivitas longok-longok ke bawah menarik perhartian dan membuat orang lain ikut berhenti.

2.Jembatan dirancang untuk menahan berat tertentu. Dan dilogika saja. Misal saya + vespa jabot saya + barang bawaan saya total 200kg, dan berhenti statis di sebuah jembatan, dan berhasil mengundang sekitar 20 orang pengendara motor lainnya. Maka jembatan akan menahan berat benda sebesar 20 x 200kg alias 4.000kg atau 4ton. Itu jika tidak ada yang melintas. Jika ada yang melintas, maka berat akan bertambah lagi. Belum lagi jika misalnya ada supir truck penuh muatan, karena aktivitas longok-longok ikut berjalan pelan-pelan di jembatan. Hitung sendiri lah bebannya. Bisa-bisa jembatan ambrol bersama para pelongok itu.

[caption id="attachment_82328" align="aligncenter" width="480" caption="di sisi Utara, ujung Barat, ada jalan kecil menuju ke arah bawah jembatan"]

1293597779345734836
1293597779345734836
[/caption]

Oleh karena itu, saya berusaha mengurangi aktivitas ini. Minimal saya menghentikan kendaraan saya agak jauh dari jembatan, dan berjalan, jika ternyata godaan ini muncul kembali.

[caption id="attachment_82329" align="aligncenter" width="512" caption="jalan kecil di sisi kanan foto, dan inilah area yang saya kunjungi"]

1293597954619244109
1293597954619244109
[/caption]

Pada suatu sore yang panas dan penuh dengan rasa kurang kerjaan, saya tiba-tiba penasaran dengan salah satu jembatan yang ada di kerajaan Yogyakarta ini. Jembatan ini relatif baru dan menghubungkan antara UGM denganjalan Monjali, alias jalan Nyi Tjondro Lukito. Saya akhirnya mendapatkan nama jembatan ini dari seorang kawan bergelar PhD. Tentu saja dia lebih tahu dari saya. Kan sudah sekolah di luar negeri, masa nama jembatan tidak bisa jawab? Dan nama jembatan ini adalah: jembatan Ir. KRMT Wreksodiningrat, nama ini ternyata diambil dari SOSOK Prof Ir KRMT Wreksodiningrat, mungkin kurang populer di mata masyarakat umum. Padahal keturunan Paku Alam ini memiliki jasa yang tidak sedikit saat masa-masa Indonesia mempertahankan kemerdekaan. Sebagai sahabat Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof Wreksodiningrat ikut bersama-sama merintis berdirinya Universitas Gadjah Mada (UGM). Beliau pula yang memandu pejuang untuk menghancurkan jembatan guna menghadang laju penjajah Belanda.

[caption id="attachment_82330" align="aligncenter" width="300" caption="gazebo terdapat di sana"]

1293598096840862171
1293598096840862171
[/caption]

Akhirnya saya pun berangkat ke TKP. Menghentikan motor dan melongok ke bawah. Nah, ternyata memang ada sesuatu yang beda. Maklum kan jembatan ini dibangun di kawasan menuju kaum itelektual. UGM gitu loh. Masa dibawahnya cuma pemukiman kumuh? Ternyata di bawah jembatan ini, terdapat sebuah area bersih, rapi, dan terpelihara. Mirip rest area. Tapi siapa yang mau turun ke bawah jembatan dan beristirahat di sana?

[caption id="attachment_82332" align="aligncenter" width="300" caption="rejeki dari Merapi: pasir dan batu"]

12935982751612327172
12935982751612327172
[/caption]

Dengan penuh rasa penasaran, saya mencari jalan turun ke bawah jembatan. Ternyata, di sisi Barat jembatan ada jalan turun kecil, tetapi cukup untuk membawa motor butut saya ikut turun ke bawah. Ajaib. Ternyata hawa di sini sangatlah sejuk. Beda dengan panas di atas. Walaupun pada saat saya turun sekitar pukul 10.00 pagi dan matahari bersinar terik. Saya mengambil beberapa gambar dan beristirahat di sana. Menarik juga melihat jembatan dan sungai dari bawah. Tampak sebuat gazebo sengaja dibangun di area ini. Ada semacam pelataran juga. Saya malah mendapati seseorang membaca koran lokal di sini, dan beberapa saat setelah saya mau pulang. Ternyata si bapak pembaca koran tadi ternyata sudah masuk ke alam mimpi.

[caption id="attachment_82333" align="aligncenter" width="480" caption="dan seseorang terlelap di bawahnya"]

12935984491698114729
12935984491698114729
[/caption]

Beberapa coret-coret menandakan bahwa anak-anak muda sudah mulai mengenal tempat ini. Mungkin beberapa dari mereka menggunakan tempat ini untuk pacaran. Mengingat tempat ini cukup sepi dan terlindung. Beberapa coretan soal patah hati dan juga nama-nama gank terpampang di sini.

[caption id="attachment_82335" align="aligncenter" width="480" caption="curahan hati yang dilanda penyesalan yang mendalam"]

1293598531630186413
1293598531630186413
[/caption]

[caption id="attachment_82336" align="aligncenter" width="300" caption="BCL pun pernah ke sini.. Bunga Citra Lestari atau Lemari? Saya tidak tahu..."]

12935987411986341064
12935987411986341064
[/caption] Aliran sungai di sini tidak terlalu deras, mungkin karena pada saat saya ke sana malamnya tidak hujan. Beberapa orang laki-laki tampak mengumpulkan batu dari sungai. Dan di seberang tampak ada semcam perkampungan penduduk juga.

[caption id="attachment_82337" align="aligncenter" width="300" caption="pasir, batu, pencari, dan perkampungan penduduk"]

12935988601230200847
12935988601230200847
[/caption]

Nah, jika anda ada waktu senggang, dan mungkin kurang kerjaan seperti saya. Ada manfaatnya saya bagikan pengalaman ini buat anda. Siapa tahu mau menambah pengalaman tidur siang di bawa h jembatan, atau sekedar berfoto-foto di sana. Yang jelas, ternayata masih banyak tempat di Yogya yang saya belum pernah kunjungi, sekalipun hampir 40 tahun saya hidup di kota ini.

Selamat berjelajah di kota Yogya, salam dari kolong jembatan.

[caption id="attachment_82338" align="aligncenter" width="480" caption="jika sungainya airnya jernih, tentunya lebih menyenangkan lagi"]

12935993502080849756
12935993502080849756
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun