[caption id="attachment_105042" align="aligncenter" width="500" caption="Bapak, Langit (anak ragil saya), Alm.Ibu. Ini foto terakhir sebelum beliau meninggal. - dok pribadi -"][/caption]
Aku ingat masa kecil dimana Ibu selau mengantarkan aku sekolah. Dari TK sampai SMP. Tak pernah terlambat. Tak pernah mengeluh. Tetap menyemangati untuk bersekolah.
Aku ingat masa remajaku. Ibu-lah yang memahami aku. Rambut gondrong, tindik telinga, motor besar, pakaian sobek, music rock, dan semua identitas kaum muda yang paling anehpun, semua engkau pahami dan terima.
Aku ingat masa dewasaku. Aku menikah dan berpisah rumah dengan Ibu. Jarang sekali aku menengok Ibu. Bahkan seperti orang yang sudah lupa akan ibunya, aku selalu saja sibuk, mengurus keluargaku sendiri, hobbyku sendiri, keasyikanku sendiri. Engkau tetap menanggapinya sama seperti dulu, sewaktu aku masih anak-anak. Ketika aku asyik bermain, dan tidak memperdulikanmu. Engkau tetap bersabar, dan tidak ingin menganggu keasyikanku.
Tiba-tiba, pada tanggal 29 Maret 2009. Minggu jam 12 siang, engkau meninggalkan kami semua. Tanpa ingin menganggu kami. Engkau pergi. Seketika. Sama sekali tidak merepotkan kami. Tanpa sakit. Tanpa menunggu kami semua berkumpul. Pergi begitu saja.
Seumur hidupmu, Ibu tidak pernah ingin merepotkan kami. Bahkan dalam proses meninggalmu, Ibu memilih menghadapinya sendirian.
Genap setahun Ibu meninggalkan kami, mohon maaf jika kami baru merindukanmu sekarang, bukan pada saat Ibu masih ada buat kami.
Untuk Ibu saya tercinta: Alm Ariany
meninggal 29 Maret jam 12.00 tepat 1 tahun yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H