Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dahulu Kita yang Munafik atau Kita Sekarang yang Munafik?

9 Juli 2019   09:55 Diperbarui: 9 Juli 2019   09:58 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Harus diingat bahwa umur belajar itu singkat dan harus dipergunakan seluruhnya. Suram sekali kelihatnya nasib bangsa di kemudian hari bila pemuda hanya menjadi umpan peluru serta sekadar bebas dari buta huruf," tegas Onghokham.

"Harus diingat bahwa umur belajar itu singkat dan harus dipergunakan seluruhnya. Suram sekali kelihatnya nasib bangsa di kemudian hari bila pemuda hanya menjadi umpan peluru serta sekadar bebas dari buta huruf."

Komersialisasi Seni

Refleksi sejarah untuk mengenal diri sehingga memahami hubungan negara dan masyarakat, dapat pula diarahkan pada seni dan sisi historis. Onghokham juga membuat suatu refleksi yang menarik berjudul Proses Kesenian Indonesia Dari Masa ke Masa. Apa yang menyolok perkembangan seni ini adalah sifat komersialnya. 

Dengan berkesenian, bukan hanya sekedar ekspresi diri, tetapi juga dapat keuntungan. Dan, tentunya bisa hidup dari kesenian itu. Komersialisasi kesenian tidak perlu dipandang negatif, tetapi justru positif. Ini memungkinkan perkembangan kesenian secara individual dan bahkan melepaskan diri dari tradisi dan juga dari patron-patron tradisionalnya. Dengan demikian kesenian Indonesia (dan senimannya) terkait dengan perkembangan kesenian dunia.

 Terlepas dari perkembangan itu, Onghokham mengingatkan tentang hubungan antara seni dan masyarakatnya. Seniman bukan semata-mata seorang pencipta seni, melainkan juga mengungkapkan apa yang hidup dalam masyarakatnya dan menyajikannya dalam lukisan-lukisan atau pementasan-pementasan. Seniman perlu berfungsi sebagai cendekiawan dalam masyarakat seperti halnya para penulis, akademisi, dan lain sebagainya.

Buku ini menarik dibaca karena di samping pengetahuan penulisnya yang luar biasa luas dengan analisanya yang imajinatif dan cermat ini, juga orisinalitas yang mencengangkan. Tidak jarang membaca buku ini kita tertampar, tetapi kita tidak segera menutup buku. Ini bukan karena gejala masokis yang senang disakiti karena merasa nikmat. Proses melihat diri, mengenal diri, refleksi diri memang tidak jarang melalui proses yang pahit dan sakit. Kita tetap meneruskan karena ada harapan di akhir nanti ada kebahagiaan dan bahkan penuh kebahagiaan.

 Ini lebih berharga ketimbang membaca buku atau artikel yang menyanjung-sanjung "kita" dan menjelek-jelekkan "mereka" yang bukan termasuk "kita" meski menjadi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, tidak peduli menebar kebohongan dan memanipulasi serta rekayasa fakta, sehingga kita terbuai dan lupa asal usul dan jati diri kita. Dan, pada akhirnya, kita jatuh ke jurang dan anehnya merasa itu pilihan kita sendiri.

Pada akhirnya, tamparan keras Onghokham ini akan bermanfaat bagi kita, bila kita mengolahnya. Tapi, hanya berupa tamparan belaka (dan sakit) bila kita tidak mengolahnya kembali. Jadi, .selamat membaca (kembali) dan mengolahnya.

Daniel Setyo Wibowo

*) Pernah dimuat dalam blog pribadi  

Tanggal 13 Nov 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun