Rapuh.....!
Kata itulah yang mungkin tepat menggambarkan kemanusiaan kita yang ditulis  oleh seorang remaja berusia limabelas tahun (anonim) dalam buku hariannya (diary) yang kebetulan menghadapi masalah berat kecanduan narkoba dan seks bebas. Buku harian  itu kemudian diterbitkan dengan judul Go Ask Alice.
Sifat manusia kita yang rapuhlah yang membuat kita merasakan bersama dan memahami apa yang dialami penulisnya dan berempati kepadanya. Kita sebenarnya juga rapuh seperti gadis remaja ini.Â
Kita seakan mengalami bersama seperti pengalaman kesenangan, kesepian, kesendirian, menangis, kadang-kadang putus asa, berkali-kali usaha tetapi jatuh lagi. Dan, bahkan menutup buku ini kita merasa kehilangan mendengar bahwa remaja itu meninggal karena overdosis. Selamat jalan kawan....Kami menitikkan air mata.
Kisah remaja putri berumur 15 tahun ini, seperti halnya remaja lainnya dan tentunya kita juga (yang kadang merasa sok mempunyai kondisi psikologis yang stabil dari pada si pecandu remaja, padahal kita juga rapuh), berawal dari masalah-masalah seperti asmara, pelajaran sekolah, omelan orang tua, kegemukan, pencarian jati diri, rendah diri, kebosanan (siapa yang tidak mempunyai masalah-masalah seperti itu ?) akhirnya terjaring oleh jaringan narkotika. Awalnya melalui teman-temannya yang mengajak pesta dan sekedar meminum 'coke' yang sudah diberi LSD (lysergic acid diethylamide) di rumah pecandu seperti Jill pada 10 Juli.
Pengalaman itu mengasyikkannya dan seakan-akan ia bisa melepaskan semua kepenatan dan kebosanannya yang dialaminya. Sejak itulah, dia memandang dunia narkoba secara berbeda. Dunia narkotika penuh keindahan, mengasyikkan, menggairahkan, kenyamanan, merasa hebat, luar biasa, merasa menemukan jati diri, dan sebagainya.Â
Ini sangat berlawanan dengan pandangan yang dipegangnya selama ini baik dikatakan orang tua, anjuran-anjuran, pelajaran sekolah dan sebagainya yang menyebutkan bahwa dunia narkoba adalah dunia yang menyeramkan.
Keresahan
Dari sinilah muncul kebingungan-kebingungan, keresahan-keresahan, ketakutan-ketakutan, bahkan kebohongan-kebohongan. Ia membenci teman-temannya yang membuat dirinya kecanduan dan narkotika yang dikonsumsi dan ingin menjadi anak 'baik-baik', tetapi ia tidak bisa membendung keinginan kuat untuk mengkonsumsi segala bentuk narkotika karena mempunyai dampak yang luar biasa, mengasyikkan.Â
Terhadap kebingungan dan keresahannya itu, ia pendam sendiri dan berusaha dicurahkan dengan dirinya lewat diary, sahabatnya yang dianggap penuh pengertian, penuh empati, selalu memafkan, selalu bersabar, bersahabat, tidak pernah mengomel, dan kualitas-kualitas positif lainnya.Â