Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Kecil Dwitunggal Soekarno-Hatta: Tuan Diangkat Menjadi Hamba

4 Juli 2019   09:30 Diperbarui: 4 Juli 2019   09:49 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keduanya dwi-tunggal, meski dalam beberapa peristiwa sikap mereka berbeda. Kedwitunggalan itu (meskipun banyak perbedaan dan terpecah beberapa tahun) sangat terlihat jelas ketika Bung Hatta untuk terakhir kalinya mengunjungi Bung Karno di saat-saat terakhir hidup Bung Karno dalam tahanan Presiden Soeharto di Wisma Yaso. 

Apa yang diberikan kepada pejabat yang lebih muda bisa diartikan juga Bung Hatta memberikannya meskipun prakteknya yang memberikan adalah Bung Karno. Jadi, Bung Hatta berdiri di pihak pemberi. Bung Hatta bukan pejabat, pembantu. Ia tuan. Ia pemimpin. Ia pemilik sah. Pendiri bangsa dan negara ini. Proklamator. Setara dengan Bung Karno. 

Mereka berdualah yang berhak dan sah memberikan penganugerahan macam apa kepada siapa yang mereka kehendaki entah pejabat, rakyat biasa atau tentara.

Kalau Bung Karno memberikan Bintang Republik ini kepada Bung Hatta, itu sama saja memandang Bung Hatta sebagai pejabat, hamba, anak buah. Bukankah ini justru merendahkan Bung Hatta ? Untuk itulah ini menjadi bukti mengapa keduanya adalah dwi-tunggal.

Ini berbeda dengan sikap Soeharto yang terkenal dengan pepatah Jawanya mikul dhuwur, mendhem jero untuk "orang tua" yang dihormatinya. Bung Hatta justru dianugerahi Bintang Republik oleh Presiden Soeharto dalam upacara khusus di Istana Negara. Bung Hatta yang merupakan pemimpin, tuan, pemilik, justru menerima anugerah (bukan pihak pemberi) dari Presiden Soeharto. 

Tidak hanya sampai di situ. Rupanya Bung Hatta benar-benar diangkat menjadi pejabat seperti menjadi anggota Dewan Penasehat Presiden, Tahun 1975 diangkat menjadi Panitia Lima oleh Presiden Soeharto (yang hasil investigasi korupsi juga diabaikan Soeharto). Atau kalau bersama AH Nasution, Bung Hatta mendirikan Yayasan Lembaga Kesadaran Berkonstitusi (YLKB) untuk kepentingan Presiden Soeharto. 

 Bung Hatta yang mendirikan negara ini diangkat menjadi pejabat oleh Presiden Soeharto (yang menjadi pejabat presiden setelah melengserkan Presiden Soekarno, dengan istilah beberapa ahli sebagai kudeta merangkak). Tuan diangkat menjadi hamba. Tuan naik kelas menjadi hamba. Komandan dinaikkan pangkatnya menjadi anak buah. Guru diwisuda menjadi murid.

Untuk itulah, lalu saya memahami mengapa upaya de-sukarnoisasi oleh Soeharto begitu keras, masif, memaksa, dan kasar. Rupanya, Presiden Soeharto tidak berhasil menundukkan Soekarno. Ia selalu dibayangi-bayangi oleh sosok besar Bung Karno.

Daniel Setyo Wibowo

 "...bahwa Presiden Soekarno belum pernah memberikan Bintang Republik (Bintang Tertinggi) kepada Bung Hatta, padahal Presiden Soekarno telah menganugerahkannya kepada pejabat negara yang saat itu usianya masih amat jauh lebih muda dari Bung Hatta. Baru pada tahun 1972 Bung Hatta memperolehnya dari Pemerintah RI, yang disematkan oleh Presiden Soeharto dalam upacara khusus untuk itu di Istana Negara."


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun