Mohon tunggu...
Daniel SetyoWibowo
Daniel SetyoWibowo Mohon Tunggu... Tutor - Tutor kelompok belajar anak-anak

Seorang warga negara Indonesia yang mau sadar akan kewarganegaraan dengan segala ragam budaya, agama, aliran politik, sejarah, pertanian / kemaritiman tetapi dipersatukan dalam semangat nasib dan "imagined communities" yang sama Indonesia tetapi sekaligus menjadi warga satu bumi yang sama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Kecil Dwitunggal Soekarno-Hatta: Tuan Diangkat Menjadi Hamba

4 Juli 2019   09:30 Diperbarui: 4 Juli 2019   09:49 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengagumi sosok Bung Hatta seperti saya mengagumi Bung Karno. Ia pendiri bangsa ini. Ia pemimpin bangsa ini. Karena itu, tulisan-tulisan tentang Beliau tidak ingin saya lewatkan.

Salah satu ahli yang dekat dan mengenal pribadi Moh. Hatta adalah Dr. Deliar Noer. Ia adalah satu-satunya ahli yang diperkenankan memeriksa kumpulan-kumpulan buku dan arsip-arsip Hatta di kediaman pribadinya. Padahal. Untuk urusan buku Moh. Hatta tidak sembarangan orang boleh dan bisa meminjamnya.

Lewat sosok Deliar Noer inilah kita sedikit banyak mengenal Bung Hatta, di samping yang secara langsung disampaikan baik dalam tulisan-tulisan, ceramah-ceramah, kuliah-kuliah, maupun karya-karya oleh Bung Hatta sendiri.

Ada satu buku yang menarik saya tentang sosok Bung Hatta yang ditulis Puitrinya sendiri, Meutia Farida Hatta Swasono. Tulisan ini ditampilkan Deliar Noer dalam bukunya berjudul Begawan Politik, Deliar Noer 75 Tahun, (Panitia Penerbitan Buku 75 Tahun : 2001). Tulisan Ibu Meutia Farida Hatta Swasono itu sendiri berjudul "Pak Deliar Noer di Tengah Keluarga Bung Hatta". Dalam tulisannya, ia mengungkapkan sebagai berikut :

 "...bahwa Presiden Soekarno belum pernah memberikan Bintang Republik (Bintang Tertinggi) kepada Bung Hatta, padahal Presiden Soekarno telah menganugerahkannya kepada pejabat negara yang saat itu usianya masih amat jauh lebih muda dari Bung Hatta. Baru pada tahun 1972 Bung Hatta memperolehnya dari Pemerintah RI, yang disematkan oleh Presiden Soeharto dalam upacara khusus untuk itu di Istana Negara."  (Halaman 114)

Mengapa Bung Karno tidak memberikan Bintang Republik kepada Bung Hatta? Mengapa justru Presiden Soeharto yang memberikannya dan malah mengangkat Bung Hatta menjadi pejabatnya ? Apakah Bung Karno tidak menghargai Bung Hatta ? Itulah pertanyaan yang segera berkecamuk dalam hati saya.

Saya tidak mempunyai dokumen tertulis yang menunjukkan latar belakang mengapa Bung Karno seperti itu. Jadi, saya tidak bisa menduga-duga dan berspekulasi. 

Namun, kemudian terlintas dalam benak saya menempatkan masalah ini dalam hubungan yang biasa terjadi dan berlangsung dari dulu dalam masyarakat, yaitu hubungan tuan-hamba,  pemimpin dan yang dipimpin, guru-murid,  pemilik-penggarap, komandan-anak buah. Justru dalam hubungan-hubungan semacam itu, sikap orang mendapat maknanya karena mendapat konteksnya. Tanpa konteks hubungan semacam itu maka akan menjadi sulit dimengerti sikap seseorang.

Dalam konteks hubungan itu, saya memaknai justru Bung Karno malah menghargai Bung Hatta dengan tidak memberikan Bintang Republik itu kepada Bung Hatta. Kedudukan Bung Hatta setara dengan Bung Karno. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun