Kekaisaran, negara besar, kekuasan besar, atau pengaruh besar, ternyata besar dan banyak pula masalah dan bahaya yang ditimbulkannya bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi banyak orang. Ini terbukti dari kisah-kisah tentang Kekaisaran Romawi. Kerajaan ini pernah menguasai seluruh Eropa bahkan sebagian Afrika dan Rusia.
Dari kisah-kisah tragedi hingga romantik, menjadi tiang-tiang Romawi. Berbagai macam budaya dari yang fanatik, hedonis, mesum, pengorbanan manusia sampai dengan humanis, toleran, menjadi penyangga penting Imperium Romanum. Intrik-intrik politik ataupun ketulusan dari yang halus sampai dengan penghianatan dan pembunuhan, turut menghiasi ornamen-ornamen bangunan kekaisaran ini.
Ketika kekuasaan ada di tangan, banyak pula pilihan-pilihan. Dan, sikap menentukan pilihan atau tidak memilih itu menunjukkan kualitas pribadi macam apakah itu sekaligus dampaknya yang luas seturut kekuasaan yang digenggamnya. Pilihan-pilihan itu menentukan karakter kekaisarannya dan bagaimana ke depannya. Termasuk pilihan untuk tidak memilih.
Namun dari semua itu, tentu ada batas-batasnya meski samar-samar agar tidak menghancurkan dirinya sendiri secara cepat. Romawi mempunyai kebijaksanaan itu, yaitu menciptakan 'suatu peraturan menyangkut penerus kerajan: mengangkat anak itulah peraturannya' (hal. 284).
Jadi regenerasi dipersiapkan lama dan semua orang tahu siapa yang akan menggantikan seorang kaisar jauh-jauh hari. Bukannya seolah-olah mendadak di khalayak umum seperti munculnya ratu adil, meskipun para elitenya sudah mempersiapkan lama dan merencanakan dengan matang di ruang-ruang tertutup termasuk antisipasi-antisipasinya.
Bagaimana sosok Hadrianus (117-138) menghadapi peraturan itu ? Bagaimana Kaisar Romawi pengganti Trayanus (98 - 117) ini bisa mengatasi masalah-masalah di atas tanpa menimbulkan masalah baru yang lebih besar baik di masanya maupun penggantinya ? Dan bagaimana ia melanjutkan estafet kekaisaranya ke depan?
Buku Memoar Hadrianus yang ditulis Marguerite Yourcenar ini memberi jawaban yang memuaskan. Justru karena ini merupakan fiksi sejarah. Marguerite Yourcenar menampilkan sosok Hadrianus yang humanis, berpandangan multikulturalisme, berjiwa halus, realistis; sangat sedih kehilangan sahabatnya, pintar dalam bermain politik baik terhadap kawan maupun lawan, memahami betul tentang sastra, filsafat, dan ilmu pengetahuan, dan mempunyai rasa seni yang tinggi. Di samping itu Hadrianus sosok yang tidak kehilangan ketegasannya. Ia visioner.
Otobiografi Fiksi
Novel Marguierite Yourcenar ini berbentuk otobiografi fiksi. Sangat rinci menggambarkan kisah kehidupan Hadrianus 'dari dalam'. Memoar ini ditujukan kepada "cucu" angkatnya yang terkenal, yaitu: Marcus Aurelius (161 -- 180).
Marcus Aurelius dikenal juga sebagai pemikir dan filsuf, disamping Kaisar. Hadrianus mewariskan atau lebih tepat mempersiapkan Marcus tanpa melanggar peraturan Roma sehingga ia mengangkat Antonius Pius menjadi anak angkat atau putera mahkota.
Buku ini sangat unik karena Marguerite Yourcenar menciptakan suatu dunia rekaan sekaligus dia sendiri hidup di dalamnya. Karena itu, ketika kita membaca buku ini, seolah-olah dunia nyatalah dipaparkan, mengingat begitu rinci kebiasaan-kebiasaan si tokoh Hadrianus termasuk ketakutan-ketakutan, kebanggaan, dan mimpi-mimpinya.
Meskipun suatu rekaan, hal ini bukanlah suatu rekaan biasa atau 'lamunan'. Marguerite Yourcenar berusaha merekonstruksi sejarah Romawi dan kepribadian serta watak Hadrianus. Ia mendasarkan diri pada dokumentasi sejarah yang sangat rinci sekaligus menggunakan daya imajinasi. Karena itu Apsanti Djokosujatno dalam pengantar terjemahanya ini menilai buku ini dapat dianggap sebagai model penulisan novel sejarah yang ideal dilihat dari ketekunan dan tanggungjawab penulisnya.
Tidak mengherankan kalau buku ini berbobot karena dianggap serius. Ia ditulis selama 24 tahun. Bahkan novel ini dianggap mewakili tradisi penulisan karya sastra di Perancis yang rapi dan tekun yang telah dilakukan oleh Racine sejak abad XVI.
Sewaktu menggarap novel ini Marguerite Yourcenar menyusun dokumentasi selengkap mungkin tentang Hadrianus sehingga mengethui segala sesuatu yang dapat diketahui tentang dia, bahkan menguasai segala pengetahuan tokoh itu sendiri. Begitu rincinya, misalnya soal penyakit Hadrianus, Marguerite sampai meminta dokter untuk menganalisa penyakit Hadrianus dengan gejala-gejala sakit yang diperoleh dari dokumen sejarah.
Sakit
Memoar ini ditulis Hadrianus kepada Marcus Auerelius ketika ia mengetahui dirinya menderita penyakit jantung. Apa yang dipikirkan lalu adalah proses menjelang meninggal. Bagaimana tubuhnya tidak mau menuruti keinginannya karena susah digerakkan.
Sementara pandangan-pandangan hidup Hadrianus soal bagaimana jiwa, bagaimana kematian tidak begitu mendapat perhatiannya. Ia mempelajari semua dan sangat menghargai Plato karena itu ia mempersiapkan Marcus Aurelius, tetapi ia sangat terpukau pemikiran tentang tubuh.
Meskipun begitu, ia jauh dari hedonis. Ia tidak pula asketis. Ia berpandangan tubuh itu indah karena itu perlu dirawat. Tidak heran kalau ia senang membuat patung-patung untuk orang yang sudah mati. Ia memperkenalkan seni efiji.
Segenap urusan kekaisaran sudah ia selesaikan sesuai dengan visinya dan apa yang menjadi kewajibanya. Pemberontakan Yahudi yang dilakukan kaum Zelotis dipimpin BarKochba telah dipatahkannya, termasuk diusirnya Yahudi dari tanah Yudea dan mengganti namanya menjadi Palestina. Ia sudah memberi pertanggungjawaban secara resmi dan berusaha sesedikit mungkin berbohong.
Pengetahuan dan pandangan dari para sejarawan, filsuf, penyair, dan para pendongeng, sudah diterima dalam hidupnya. Ia juga banyak membangun perpustakaan di berbagai kota, karena ia sukar membayangkan sebuah dunia tanpa buku, meskipun kenyataan tidak ada dalam buku karena kenyataan tak dapat hadir secara keseluruhan dalam buku.
Tetapi, setelah semua itu, bagaimana ia menghadapi masa antara kesakitannya dan meninggal ? Itulah menariknya buku ini di samping kerinciannya. Ini bukan soal apakah Hadrianus itu seorang humanis, berbudaya, atau kaisar. Ia seorang manusia.
Jiwa Lembut dan Melayang-layang
Hadrianus sendiri pernah membayangkan kalau kematian itu mirip dengan tidur. Ketika sedang tidur, seorang Calligula, Nero, atau Aristides yang bijaksana, tidak ada bedanya. Sama saja nilainya. Ia tidak membedakan seorang kaisar atau budak. Hadrianus pun sadar kalau kematian dan tidur itu berbeda jauh sekali. Kematian mempunyai rahasia-rahasia lain yang lebih asing.
Bagaimana menjalani masa-masa itu? Itulah pergulatan Hadrianus yang ditawarkan dalam buku ini. Ia sangat menghargai tubuh. Bagaimana ketika tubuh itu harus mati ? "Jiwa kecil, jiwa lembut dan melayang-layang, sahabat tubuhku, yang menjadi tuan rumahnya, kau akan turun ke tempat-tempat pucat, keras, dan telanjang, tempat kau harus mengurungkan permainan-permainanmu dulu," kata Hadrianus.
Secara keseluruhan, buku ini baik bentuk maupun isinya sangat menarik. Judul bab-bab besarnya masih berbahasa Latin tanpa diterjemahkan sehingga agak kesulitan bagi pembaca yang awam dengan bahasa Latin. Mengingat bahasa itu bisa disebut sebagai bahasa mati karena tidak dipakai sehari-hari kecuali dalam hukum kanonik Gereja Katolik, misa-misa tertentu, istilah-istilah pengetahuan, dan kedokteran, serta beberapa prinsip hukum.
Terlepas dari kekurangan (atau justru kelebihan karena sifat kekhususan Bahasa Latin?) buku ini sangat berguna seperti dalam pengantarnya, Apsanti Djokosujatno, penerjemahan buku ini mempunyai beberapa alasan. Selain pengetahuan dan wawasan tentang Kekaisaran Romawi. Jadi, selamat membaca..
Daniel Setyo Wibowo
Data Buku:
- Judul: Memoar Hadrianus Judul Asli: Memoires d'Hadrien
- Penulis: Marguerite Yourcenar
- Penerjemah : Apsanti Djokosujatno
- Pengantar : Apsanti Djokosujatno
- Penerbit: Yayasan Obor Indonesia
- Tahun: 2007Â
- Tebal : xii + 385 halaman ISBN : 979-461-619-2Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H