Dapat disimpulkan, penggunaan media sosial dapat mendorong partisipasi politik dewasa muda khususnya pada kategori partisipasi yang tidak dilembagakan seperti ekspresi politik daring atau bentuk partisipasi politik yang mudah dilakukan. Bode et al., (2014), mengatakan bahwa ketika remaja menggunakan media sosial - sesuatu yang banyak dari mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari - dengan cara baru yang berorientasi politik, hal itu sebenarnya dapat meningkatkan kemungkinan mereka untuk berpartisipasi dalam politik dengan cara lain.
       Media sosial memungkinkan kemudahan akses informasi dan kecepatan publikasi sehingga terjadi difusi narasi dan perebutan penguasaan narasi di antara masyarakat, negara dengan masyarakat, atau antara negara satu dengan negara lainnya. Meskipun pada akhirnya, akan selalu ada narasi yang keluar menjadi pemenang, media sosial mengubah ketentuan persaingan dengan memperluas jumlah peserta, menyebarkan otoritas, dan dengan menciptakan narasi yang bersaing.
       Secara umum, bentuk partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi yang dilembagakan (misalnya pemungutan suara) dan partisipasi politik yang tidak dilembagakan (misalnya perilaku protes). Namun, disisi lain, terdapat pula efek negatif media sosial terhadap politik seperti interaksi diantara pengguna media sosial dapat menghasilkan efek yang membentuk kognisi, internet dan media sosial dapat mendorong pandangan ekstrem, ada keseragaman dalam efek visual presentasi daring, internet dapat menghapus proses kurasi informasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H