Selain angka malnutrisi, penyakit tidak menular (PTM) menyumbang 80% penyebab kematian terbanyak di Indonesia saat ini dan angka prevalensi penyakit tidak menular juga meningkat tajam sejak tahun 2013 -- 2018 sebanyak 34% seperti penyakit diabetes, stroke, hipertensi, paru-paru, asma, depresi. Permasalahan kesehatan memang ancaman bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat, dampak bagi perekonomian nasional adalah produktifitas terganggu, dan kesehatan juga menjadi beban biaya bagi rakyat dan negara.
3. Kemiskinan dan Pengangguran
Kita semua mungkin sudah tahu bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah wabah yang sedang melanda negeri kita. Bedasarkan data BPS Persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22% dan akibat pandemi COVID-19 pada bulan Maret 2020 maka jumlah angka kemiskinan meningkat menjadi 9,78%. Kenaikan tersebut paling banyak berasal dari pulau Jawa yang meningkat sebanyak 0,8% sedangkan daerah lain hanya mengalami kenaikan sedikit saja.
Sementara itu menurut data BPS pada kuartal III tahun 2020 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,77 juta orang atau mencapai 7,07% dari seluruh angkatan kerja. Meningkat sebanyak 1,84% dibandingkan kuartal III tahun 2019. Hal tersebut dikarenakan lapangan pekerjaan mengalami penurunan terutama di sektor manufaktur.
Kemiskinan dan pengangguran yang cukup besar adalah masalah besar bagi kita dan juga sekaligus mencerminkan kapasitas produktifitas negara kita yang belum teroptimal-kan. Oleh karena itu upaya menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran dinilai sebagai tindakan pengelolaan sumber daya yang efisien dan efektif memberdayakan sumber daya manusia yang ada.
Pertumbuhan jumlah penduduk juga berarti semakin banyak tugas untuk mencegah agar angkatan kerja yang akan datang tidak jatuh dalam garis kemiskinan atau menjadi pengangguran termasuk memastikan ketercukupan pangan, fasilitas infrastruktur, energi, dan sebagainya.
4. Pertumbuhan tidak merata dan ketimpangan sosial & ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang antar wilayah menjadi tanda inefisiensi alokasi sumber daya. Tidak hanya terjadi gap pertumbuhan pendapatan antara kelas sosial namun juga antar wilayah/daerah.Â
Menurut data yang dikutip dari liputan UGM tahun 2019 angka ketimpangan antar wilayah masih tinggi dari segi kemiskinan di kawasan timur Indonesia sebesar 18,01%, kawasan barat Indonesia 10,33%sedangkan ketimpangan pendapatan perdesaan 0,324% dan perkotaan 0,4%.
Berdasarkan data BPS tahun 2018 juga didapati adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah, semisal pada tahun 2018 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17%dengan pulau jawa masih menjadi kontributor terbesar sebanyak 5,7% selain itu terdapat pertubuhan ekonomi sebesar 6,11% di Sulawesi, 6,87% di Papua dan Maluku karena ada nya pembangunan infrastruktur, 5,74% di pulau Jawa, 4,7% di Suatra dan 3,45% di Kalimantan bahkan di Bali dan Nusa Tenggara mengalami kontraksi sebesar 0,65%.
Mininjau data diatas maka disimpulkan dari segi ketimpangan pendapatan, kemiskinan dan pertumbuhan serta kontribusi ekonomi masih terdapat ketimpangan yang menjadi PR di masa depan.Â