Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menelusuri Sejarah dan Heritage Depok Bersama Bapak Boy Loen

5 November 2024   02:08 Diperbarui: 5 November 2024   16:50 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Imanuel (sumber gambar: dokumen pribadi)

Budak-budak yang dibeli Chastelein berasal dari Jawa, Bali, NTT, Sulawesi, dan Maluku. Ada juga satu budak dari Benggali (India). Sebelum mereka ditempatkan di Depok, mereka magang dulu di Batavia. 

Chastelein orang yang sangat kaya. Ia memiliki lahan sangat luas di Batavia dengan nilai ekonomi tinggi, seperti di kawasan Monas (dulu bernama Weltevreden), Istiqlal, RSPAD, Senen Raya, sampai Taman Ismail Marzuki. Tanah di Weltevreden ditanami tebu. Di RSPAD dan Senen Raya ditanami kopi. Di Taman Ismail Marzuki ditanami kopi dan lada. 

Setelah magang di Batavia, para budak kemudian dibawa ke Depok. Di Depok mereka tinggal di tepi Sungai Ciliwung. Chastelein membuat 21 rumah untuk mereka. Mereka ditugaskan mengerjakan wilayah Depok menjadi perkebunan.

Selain tanah di Mampang, Chastelein juga membeli tanah di Pesanggrahan (Cinere). Jadi menyambung dari Sungai Ciliwung sampai Cinere. 

Perkebunan ditanami dengan tanaman bernilai ekonomi tinggi, seperti kopi, lada, karet. Yang paling terkenal adalah lada dari Mampang. 

Ketika pertanian maju, Chastelein berpikir jika suatu saat meninggal ia merasa kasihan kepada para budaknya. Chastelein ingin mereka mengenal peradaban. Para budak diajarkan baca tulis. Karena jika bisa baca tulis, maka jendela dunia terbuka bagi mereka. 

Mereka bekerja di perkebunan dari pagi hingga jam 2 siang. Jam 2-4 istirahat. Setelah jam 4 mereka diajarkan baca tulis.

Ada 2 budak yang pintar baca tulis, yaitu Baprima van Bali dan Carangasang van Bali. Mereka ditugaskan tiap sore untuk mengajar baca tulis, tempatnya yang sekarang menjadi Gereja Imanuel. Bangunannya saat itu masih dari kayu dan lantainya masih tanah. 

Tahun 1697, media baca susah diperoleh tidak seperti sekarang ini. Saat itu media baca yang dipakai adalah Bible. Hingga akhirnya mereka bisa baca dan tulis.

Baprima dan Carangasang kemudian memberi dirinya untuk dibaptis. Sementara budak yang lain, sebagian ada yang dibaptis dan sebagiannya lagi tetap memeluk keyakinannya semula. 

Dari situlah Chastelein meminta keduanya untuk mengajarkan inti pengajaran Kristen, seperti Doa Bapa Kami, 10 Perintah Tuhan, dan Pengakuan Iman Rasuli. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun